SE 05 Tahun 2022

SURAT EDARAN
NOMOR SE-05/PJ/2022

TENTANG

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

PENGAWASAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK

Yth.
1.
Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Kepala Kantor Wilayah di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak; dan
3.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
A.

Umum

Pengawasan kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam rangka menjalankan fungsi tersebut, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan beberapa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, yang antara lain berupa:
1.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.33/2000 tentang Penerbitan Surat Teguran (SE-03/PJ.33/2000);
2.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2007 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan (SE-26/PJ/2007);
3.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ/2012 tentang Pengawasan Pembayaran Masa (SE-27/PJ/2012);
4.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2015 tentang Pengawasan Wajib Pajak Baru (SE-37/PJ/2015);
5.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2015 tentang Pengawasan Wajib Pajak dalam Bentuk Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, dan Kunjungan (Visit) Kepada Wajib Pajak (SE-39/PJ/2015);
6.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2015 tentang Pelaksanaan Operasional Tim Pusat Analisis Perpajakan (SE-62/PJ/2015);
7.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ/2016 tentang Pengawasan Wajib Pajak Melalui Sistem Informasi (SE-49/PJ/2016); dan
8.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan dalam Rangka Perluasan Basis Data (SE-07/PJ/2020).
Seiring dengan dinamika perkembangan yang terjadi, perubahan organisasi dan tata kerja instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak, dan berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi, serta memperhatikan masukan dari para pemangku kepentingan, perlu dilakukan penyempurnaan atas proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak. Penyempurnaan tersebut diarahkan pada penajaman proses bisnis pengawasan, pengakomodasian perkembangan teknologi informasi, dan penyelarasan dengan proses bisnis Direktorat Jenderal Pajak lainnya, antara lain pemeriksaan, intelijen, penegakan hukum, dan proses bisnis lainnya.

Lebih lanjut, penyempurnaan proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dengan menyatukan ketentuan yang terdapat dalam SE-03/PJ.33/2000, SE-27/PJ/2012, SE-26/PJ/2007, SE-37/PJ/2015, SE-39/PJ/2015, SE-62/PJ/2015, SE-49/PJ/2016, dan SE-07/PJ/2020 dalam suatu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, serta menyelaraskannya dengan ketentuan yang terdapat dalam beberapa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, antara lain:

1.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2015 tentang Pedoman Administrasi Pembangunan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Data;
2.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2018 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak;
3.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan;
4.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2019 tentang Tata Cara Ekstensifikasi;
5.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Intelijen Perpajakan dan Pengamatan;
6.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2020 tentang Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan dan Penjaminan Kualitas Data dalam Rangka Perluasan Basis Pajak;
7.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2021 tentang Implementasi Compliance Risk Management dan Business Intelligence; dan
8.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2022 tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Penyelarasan tersebut diperlukan untuk memberikan keseragaman dan kesinambungan dalam pelaksanaan proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

Berdasarkan pertimbangan yang telah diuraikan, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dengan menggunakan pendekatan end-to-end, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, serta pemantauan dan evaluasi pengawasan, untuk memberikan suatu pendekatan yang komprehensif dalam rangka mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak yang berkelanjutan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta untuk mendukung tercapainya penerimaan pajak yang optimal.

B.

Maksud dan Tujuan

1.
Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan proses bisnis pengawasan kepatuhan Wajib Pajak secara end-to-end sehingga dalam pelaksanaannya terdapat keseragaman dan kesinambungan.
2.
Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan dalam rangka mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak yang berkelanjutan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta untuk mendukung tercapainya penerimaan pajak yang optimal.
C.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1.
pengertian;
2.
ketentuan umum;
3.
perencanaan pengawasan Wajib Pajak, yang meliputi:
a.
penyusunan rencana pengawasan; dan
b.
penyusunan prioritas pengawasan;
4.
pelaksanaan pengawasan Wajib Pajak, yang meliputi:
a.
penelitian kepatuhan formal;
b.
penelitian kepatuhan material;
c.
permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan; dan
d.
kunjungan kepada Wajib Pajak;
5.
tindak lanjut pengawasan Wajib Pajak, yang meliputi:
a.
pengusulan pemeriksaan;
b.
pengusulan pemeriksaan bukti permulaan;
c.
pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen;
d.
pengusulan penilaian untuk tujuan perpajakan;
e.
pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan;
f.
pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan Wajib Pajak secara jabatan;
g.
pemberitahuan kepada Wajib Pajak; dan
h.
pengusulan pembetulan produk hukum secara jabatan;
6.
pemantauan dan evaluasi pengawasan Wajib Pajak; dan
7.
ketentuan lain-lain.
D.

Dasar

1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP);
2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN);
4.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
5.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
6.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
7.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang;
8.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai;
9.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020;
10.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.01/2021 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak; dan
11.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
E.

Materi

1.
Pengertian
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
a.
Analisis adalah kegiatan mengolah data dan/atau informasi menjadi suatu simpulan yang dapat dipahami dan bermanfaat.
b.
Analisis Data Perpajakan adalah kegiatan Analisis untuk mengidentifikasi modus ketidakpatuhan yang muncul serta estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, dan kemudian menentukan rekomendasi tindak lanjut untuk mendukung pelaksanaan Pengawasan.
c.
Assignment Wajib Pajak adalah kegiatan pengalokasian Wajib Pajak kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan.
d.
Berita Acara Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang selanjutnya disebut Berita Acara adalah berita acara yang memuat pelaksanaan penyampaian penjelasan atas SP2DK oleh Wajib Pajak dan/atau penyelenggaraan Pembahasan.
e.
Berita Acara Perubahan adalah berita acara yang memuat perubahan KKPt dan/atau LHPt, pembatalan penerbitan SP2DK, dan/atau perubahan LHP2DK, di dalam Sistem Informasi Pengawasan.
f.
Daftar Prioritas Pengawasan yang selanjutnya disingkat DPP adalah daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan penelitian kepatuhan material oleh KPP pada tahun berjalan.
g.
Daftar Sasaran Analisis Data Perpajakan yang selanjutnya disebut DSA adalah daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan analisis data perpajakan pada tahun berjalan.
h.
Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat DSPP adalah daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan.
i.
Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi yang selanjutnya disingkat DSP3 adalah daftar Wajib Pajak yang merupakan output dari Compliance Risk Management untuk menjadi sasaran prioritas penggalian potensi pada tahun berjalan, baik melalui kegiatan Pengawasan maupun pemeriksaan.
j.
Data dan/atau Keterangan adalah data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dari sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak, Surat Pemberitahuan, alat keterangan, hasil kunjungan, hasil Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan (KPDL), Data dan/atau Keterangan dari pihak Instansi, Lembaga, Asosiasi atau Pihak Lain (ILAP), hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP), internet, dan data dan/atau informasi lainnya yang memiliki substansi material perpajakan dan dapat ditindaklanjuti dengan Penelitian Kepatuhan Material.
k.
Kertas Kerja Analisis yang selanjutnya disingkat KKA adalah catatan secara rinci dan jelas mengenai kegiatan Analisis Data Perpajakan.
I.
Kertas Kerja Penelitian yang selanjutnya disingkat KKPt adalah catatan secara rinci dan jelas mengenai pelaksanaan kegiatan Penelitian Kepatuhan Material oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan.
m.
Komite Kepatuhan Wajib Pajak di tingkat Kantor Pusat DJP yang selanjutnya disebut Komite Kepatuhan Kantor Pusat DJP adalah komite yang berfungsi merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada tingkat nasional, yang terdiri dari Direktur Jenderal Pajak sebagai ketua komite dan beranggotakan Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan (PKP), Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian (EP), Direktur Data dan Informasi Perpajakan (DIP), Direktur Intelijen Perpajakan (IP), Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (P2), Direktur Penegakan Hukum (Gakum), dan Direktur Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (KITSDA).
n.
Komite Kepatuhan Wajib Pajak di tingkat Kantor Wilayah DJP yang selanjutnya disebut Komite Kepatuhan Kanwil DJP adalah komite yang berada di Kanwil DJP yang berfungsi merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada tingkat Kanwil DJP, yang terdiri dari Kepala Kanwil DJP sebagai ketua komite dan beranggotakan minimal Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan (DP3), Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian (PEP), Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (P21P), dan Kepala Bagian Umum, sesuai dengan penugasan Kepala Kanwil DJP.
o.
Komite Kepatuhan Wajib Pajak di tingkat KPP yang selanjutnya disebut Komite Kepatuhan KPP adalah komite yang berfungsi merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada tingkat KPP, yang terdiri dari Kepala KPP sebagai ketua komite dan beranggotakan minimal Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan, Kepala Seksi Pengawasan I sampai dengan VI, Kepala Seksi Penjaminan Kualitas Data, Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal, dan Supervisor Fungsional Pemeriksa, sesuai dengan penugasan Kepala KPP.
p.
KPP Baru adalah KPP yang menerima pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dari KPP Lama.
q.
KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru.
r.
Kunjungan kepada Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Kunjungan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditugaskan untuk mendatangi tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu dan memiliki kaitan dengan Wajib Pajak.
s.
Laporan Hasil Analisis yang selanjutnya disingkat LHA adalah laporan secara ringkas dan jelas berisi pelaksanaan dan hasil kegiatan Analisis Data Perpajakan.
t.
Laporan Hasil Kunjungan yang selanjutnya disingkat LHK adalah laporan secara ringkas dan jelas yang berisi pelaksanaan dan hasil Kunjungan.
u.
Laporan Hasil Penelitian yang selanjutnya disingkat LHPt adalah laporan secara ringkas dan jelas berisi pelaksanaan dan hasil kegiatan Penelitian Kepatuhan Material oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan.
v.
Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang selanjutnya disingkat LHP2DK adalah laporan secara ringkas dan jelas yang berisi pelaksanaan dan hasil P2DK.
w.
Laporan Pajak adalah dokumen yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya, antara lain Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan laporan lainnya.
x.
Lembar Informasi Intelijen Perpajakan yang selanjutnya disingkat LIIP adalah dokumen yang digunakan untuk penyebaran data dan/atau informasi yang disusun berdasarkan Laporan Hasil Intelijen Perpajakan.
y.
Pembahasan dengan Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Pembahasan adalah kegiatan dalam P2DK untuk membahas Data dan/atau Keterangan dengan Wajib Pajak serta untuk memberikan arahan/saran oleh KPP terkait pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak.
z.
Penelitian Kepatuhan Formal adalah kegiatan penelitian atas kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban/ketentuan formal perpajakan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
aa.
Penelitian Kepatuhan Material adalah kegiatan penelitian atas kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban/ketentuan material perpajakan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
bb.
Penelitian Komprehensif adalah Penelitian Kepatuhan Material terhadap Wajib Pajak Strategis melalui penelitian atas seluruh jenis pajak dengan cakupan penelitian, antara lain melalui analisis proses bisnis, analisis laporan keuangan, dan/atau analisis Transfer Pricing, dengan melibatkan Supervisor Fungsional Pemeriksa untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan.
cc.
Penelitian Menyeluruh adalah Penelitian Kepatuhan Material terhadap Wajib Pajak Lainnya melalui penelitian atas seluruh jenis pajak dengan cakupan penelitian, antara lain melalui analisis proses bisnis, analisis laporan keuangan, dan/atau analisis Transfer Pricing tanpa melibatkan Supervisor Fungsional Pemeriksa untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan.
dd.
Penelitian Perusahaan Grup adalah Penelitian Komprehensif atau Penelitian Menyeluruh terhadap dua atau lebih Wajib Pajak dalam suatu kelompok usaha yang terdaftar di satu atau beberapa KPP, yang pelaksanaan penelitiannya dilakukan secara simultan dan terkoordinasi.
ee.
Pengawasan atas kepatuhan Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Pengawasan adalah serangkaian kegiatan pembinaan dan penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan, baik yang akan, belum, maupun sudah dilaksanakan oleh Wajib Pajak, dalam rangka mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak yang berkelanjutan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
ff.
Pengawasan Pembayaran Masa yang selanjutnya disingkat PPM adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak melalui Penelitian Kepatuhan Formal yang jatuh tempo di Tahun Pajak berjalan dan Penelitian Kepatuhan Material atas Tahun Pajak berjalan serta Kunjungan.
gg.
Pengawasan Kepatuhan Material yang selanjutnya disingkat PKM adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak melalui Penelitian Kepatuhan Formal yang jatuh tempo sebelum Tahun Pajak berjalan dan Penelitian Kepatuhan Material, antara lain melalui kegiatan analisis data perpajakan atas Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan, serta Kunjungan.
hh.
Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang selanjutnya disebut P2DK adalah kegiatan untuk meminta penjelasan kepada Wajib Pajak atas Data dan/atau Keterangan berdasarkan Penelitian Kepatuhan Material yang menunjukkan indikasi ketidakpatuhan dan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
ii.
Perusahaan Grup adalah kumpulan dua atau lebih Wajib Pajak dalam suatu kelompok usaha yang terdiri dari pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan/atau Pasal 2 ayat (2) UU PPN atau pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa akan tetapi diketahui sebagai sebuah kelompok usaha.
jj.
Peta Risiko Kepatuhan Compliance Risk Management yang selanjutnya disebut Peta Risiko Kepatuhan CRM adalah matriks/peta yang dihasilkan oleh proses bisnis Compliance Risk Management yang menggambarkan kombinasi antara level kemungkinan dan level dampak serta memuat nilai besaran risiko kepatuhan Wajib Pajak berdasarkan kombinasi unsur level kemungkinan dan level dampak.
kk.
Seksi Pengawasan adalah seksi yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan terhadap Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Lainnya sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai pembagian dan penetapan rincian tugas Seksi Pengawasan di Kantor Pelayanan Pajak.
II.
Supervisor adalah Supervisor Fungsional Pemeriksa atau Supervisor Tim Pengawasan Perpajakan.
mm.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
nn.
Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang selanjutnya disingkat SP2DK adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan P2DK.
oo.
Tanggal penyampaian adalah tanggal kirim faksimili, tanggal stempel pos pengiriman, tanggal yang tercantum dalam bukti pengiriman surat melalui jasa pos/kurir/ekspedisi, atau tanggal pada saat suatu dokumen dan/atau informasi diserahkan secara langsung kepada Wajib Pajak.
pp.
Tim Pengawasan Perpajakan adalah tim yang terdiri dari Kepala Seksi Pengawasan sebagai Supervisor dan Fungsional Pemeriksa Pajak yang melaksanakan pengujian kepatuhan perpajakan dalam Penelitian Kepatuhan Material dan kegiatan P2DK serta Kunjungan atas subunsur pengawasan perpajakan sebagai ketua dan anggota tim.
qq.
Validasi adalah kegiatan menguji ketepatan dan keakuratan data/informasi, dan/atau kegiatan menentukan tindak lanjut atas data/informasi.
rr.
Wajib Pajak Cabang Tanpa Pusat adalah Wajib Pajak status cabang yang tidak berada pada KPP yang sama dengan Wajib Pajak status pusat.
ss.
Wajib Pajak Lainnya adalah:
1)
Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP yang terdiri dari:
a)
Wajib Pajak Instansi Pemerintah, Kerja Sama Operasi (Joint Operation), Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan Wajib Pajak Cabang Tanpa Pusat; dan
b)
Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan selain Wajib Pajak Strategis.
2)
Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP.
tt.
Wajib Pajak Strategis adalah:
1)
seluruh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya; dan
2)
Wajib Pajak status NPWP Pusat dengan kriteria tertentu yang terdaftar pada KPP Pratama, yaitu Wajib Pajak dengan kontribusi penerimaan pajak terbesar atau kriteria lain yang diatur melalui nota dinas direktur yang berwenang atas kebijakan pengawasan Wajib Pajak, melalui penetapan oleh Kepala Kanwil DJP.
2.
Ketentuan Umum
a.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan Pengawasan terhadap:
1)
Wajib Pajak, yang terdiri dari:
a)
Wajib Pajak Strategis;
b)
Wajib Pajak Lainnya.
2)
Objek Pajak, baik yang telah maupun yang belum dikenakan kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b.
Pengawasan terdiri dari aktivitas inti berupa PPM dan PKM.
c.
Proses bisnis pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi pengawasan atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), PBB, Bea Meterai, serta Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung Lainnya yang diadministrasikan oleh DJP.
d.
Pengawasan Wajib Pajak Strategis dilakukan melalui Penelitian Kepatuhan Formal dan Penelitian Kepatuhan Material, baik dalam lingkup PPM maupun PKM.
e.
Pengawasan Wajib Pajak Lainnya dilakukan dengan melalui Penelitian Kepatuhan Formal dan Penelitian Kepatuhan Material berbasis kewilayahan, baik dalam lingkup PPM maupun PKM, kecuali Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf ss angka 1) huruf a).
f.
Pengawasan didahului dengan penyusunan perencanaan pengawasan melalui pembahasan DSP3 dan penetapan DPP sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai implementasi Compliance Risk Management dan Business Intelligence.
g.
Pengawasan terhadap Wajib Pajak Strategis dilakukan melalui proses bisnis pengawasan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
h.
Pengawasan terhadap Wajib Pajak Lainnya yang telah memiliki NPWP, Wajib Pajak baru hasil kegiatan ekstensifikasi, dan Objek Pajak yang telah dikenakan kewajiban PBB dilakukan melalui proses bisnis pengawasan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kegiatan pengumpulan data lapangan dan penjaminan kualitas data dalam rangka perluasan basis data, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pendaftaran, pelaporan, dan pendataan Objek Pajak PBB.
i.
Pengawasan terhadap Wajib Pajak Lainnya yang belum memiliki NPWP dilakukan melalui proses bisnis ekstensifikasi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara ekstensifikasi. Selain itu, terhadap Wajib Pajak yang telah maupun belum memiliki NPWP, dilakukan kegiatan pengumpulan data lapangan dan penjaminan kualitas data sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kegiatan pengumpulan data lapangan dan penjaminan kualitas data dalam rangka perluasan basis data.
j.
Pengawasan terhadap Objek Pajak yang belum dikenakan kewajiban PBB dilakukan melalui proses bisnis pendataan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pendaftaran, pelaporan, dan pendataan Objek Pajak PBB.
k.
Pengawasan terhadap Perusahaan Grup dilakukan melalui Penelitian Kepatuhan Material dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
dalam hal Perusahaan Grup termasuk sebagai Wajib Pajak Strategis, maka dilakukan Penelitian Komprehensif;
2)
dalam hal Perusahaan Grup termasuk sebagai Wajib Pajak Lainnya, maka dilakukan Penelitian Menyeluruh;
yang dilakukan secara simultan dan terkoordinasi.
I.
Proses bisnis pengawasan pada tingkat KPP dilaksanakan oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dan Kepala Seksi atasannya di Seksi Pengawasan I sampai dengan VI sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai organisasi dan tata kerja instansi vertikal DJP.
m.
Penelitian Kepatuhan Material yang ditindaklanjuti dengan P2DK dilaksanakan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas agar tidak menambah beban kepatuhan (compliance cost) Wajib Pajak dan tidak mengganggu kegiatan usahanya.
n.
Dalam pelaksanaan Penelitian Komprehensif dan kegiatan P2DK atas Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan, dilakukan pembahasan bersama antara pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis dengan Supervisor.
o.
Berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil DJP dan dalam hal diperlukan, Supervisor di Kanwil DJP dapat ditugaskan untuk melakukan pembahasan bersama dengan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis pada unit kerja KPP di lingkungan Kanwil DJP yang membawahkannya, dalam pelaksanaan Penelitian Komprehensif dan kegiatan P2DK sebagaimana dimaksud pada huruf n.
p.
Pelaksanaan proses bisnis pengawasan didukung oleh Sistem Informasi Pengawasan, yang salah satunya adalah Aplikasi Profil Berbasis Web (Approweb).
q.
Dalam rangka menjamin efektivitas pelaksanaan Pengawasan, Kepala KPP bertanggung jawab, antara lain:
1)
mengoptimalisasi peran Komite Kepatuhan KPP dengan melakukan koordinasi dan pemantauan pelaksanaan PPM dan PKM, baik atas Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Lainnya, serta tindak lanjutnya;
2)
menetapkan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak pada Seksi Pengawasan dengan memberikan prioritas jumlah pegawai yang memadai pada Seksi Pengawasan atas Wajib Pajak Strategis dengan tetap mempertimbangkan beban kerja dan target penerimaan pajak; dan
3)
berkaitan dengan penguasaan kewilayahan, selain memastikan bahwa Pengawasan dilakukan tidak hanya melalui Penelitian Kepatuhan Formal terhadap Wajib Pajak terdaftar dan Penelitian Kepatuhan Material terhadap Wajib Pajak yang terdapat dalam DPP, perlu juga dilakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP melalui kegiatan ekstensifikasi, pengumpulan data lapangan untuk memperluas basis data, dan pengawasan terhadap Objek Pajak yang belum dikenakan kewajiban PBB.
r.
Dalam melaksanakan proses bisnis pengawasan, pegawai DJP harus melengkapi diri dengan kemampuan interpersonal, kemampuan analisis, dan pemahaman atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
s.
Pegawai DJP diarahkan untuk melakukan peningkatan dan pembaruan (upgrading and updating) pemahaman atas proses bisnis pengawasan, kemampuan interpersonal, kemampuan analisis, dan pemahaman atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan secara mandiri dan berkala dengan memanfaatkan manajemen pengetahuan (knowledge management) yang tersedia, antara lain Tax Knowledge Base dan Kompatriot.
t.
Kantor Pusat DJP, Kanwil DJP, dan KPP diminta untuk mengadakan pendidikan dan/atau pelatihan secara berkala bagi pegawai DJP, dalam rangka upgrading dan updating pemahaman atas proses bisnis pengawasan, kemampuan interpersonal, kemampuan analisis, dan pemahaman atas ketentuan peraturan perundang­-undangan perpajakan.
u.
Terhadap data yang ditemukan dalam proses bisnis pelaksanaan Pengawasan berupa Penelitian Kepatuhan Formal, Penelitian Kepatuhan Material, dan/atau P2DK, ditindaklanjuti sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan siklus pengelolaan data.
v.
Terhadap data yang ditemukan dalam proses bisnis pelaksanaan Pengawasan berupa Kunjungan, ditindaklanjuti sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kegiatan pengumpulan data lapangan dan penjaminan kualitas data dalam rangka perluasan basis data.
3.
Perencanaan Pengawasan Wajib Pajak
a.
Penyusunan Rencana Pengawasan
1)
Penyusunan Rencana Pengawasan di Kantor Pusat DJP
a)
Rencana Pengawasan di Kantor Pusat DJP untuk suatu tahun dituangkan dalam:
(1)
Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional;
(2)
Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional; dan
(3)
Fokus Analisis Data Perpajakan.
b)
Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional memuat estimasi potensi penerimaan pajak per sektor usaha, estimasi penerimaan dari setiap fungsi di DJP, estimasi penerimaan pajak setiap Kanwil DJP, estimasi penerimaan pajak dari aktivitas PPM dan PKM, kebijakan dan program kerja Direktur Jenderal Pajak, dan/atau informasi relevan lainnya.
c)
Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional memuat estimasi penerimaan pajak dari fungsi Pengawasan, kebijakan dan program kerja pelaksanaan fungsi Pengawasan, program kerja pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan fungsi Pengawasan pada tingkat nasional, dan/atau informasi relevan lainnya.
d)
Fokus Analisis Data Perpajakan memuat sektor yang akan menjadi fokus pelaksanaan Analisis Data Perpajakan, antara lain sektor industri, sektor perdagangan dan ekonomi digital, sektor jasa, sektor sumber daya alam, sektor belanja pemerintah, dan/atau sektor lainnya.
e)
Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional untuk tahun berikutnya diselesaikan paling lama pada tanggal 15 Desember di tahun berjalan.
f)
Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional untuk tahun berikutnya diselesaikan paling lama pada tanggal 31 Desember di tahun berjalan.
g)
Penyusunan Fokus Analisis Data Perpajakan untuk tahun berikutnya diselesaikan paling lama pada tanggal 31 Desember di tahun berjalan.
h)
Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional, Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional, dan Fokus Analisis Data Perpajakan dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kantor Pusat DJP.
i)
Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional dan Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional dapat dimutakhirkan berdasarkan arahan/disposisi Direktur Jenderal Pajak dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi Pengawasan yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak.
j)
Fokus Analisis Data Perpajakan dapat dimutakhirkan berdasarkan arahan/disposisi Direktur DIP dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi Pengawasan yang disetujui Direktur DIP.
k)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
I)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
m)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Fokus Analisis Data Perpajakan dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Fokus Analisis Data Perpajakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2)
Penyusunan Rencana Pengawasan di Kantor Wilayah DJP
a)
Rencana Pengawasan di Kanwil DJP untuk suatu tahun dituangkan dalam:
(1)
Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP; dan
(2)
Strategi Pengawasan Kanwil DJP.
b)
Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP memuat, antara lain potensi penerimaan pajak per sektor usaha, estimasi penerimaan pajak dari setiap fungsi di Kanwil DJP, estimasi penerimaan pajak setiap KPP yang berada di bawah Kanwil DJP, estimasi penerimaan pajak dari aktivitas PPM dan PKM, program kerja Kepala Kanwil DJP, dan/atau informasi relevan lainnya.
c)
Strategi Pengawasan Kanwil DJP memuat, antara lain estimasi penerimaan pajak dari fungsi Pengawasan, program kerja pelaksanaan fungsi Pengawasan, program kerja pemantauan dan evaluasi atas kinerja penerimaan pajak yang berasal dari fungsi Pengawasan pada tingkat Kanwil DJP, sektor yang akan menjadi fokus pelaksanaan Analisis Data Perpajakan di Kanwil DJP, dan/atau informasi relevan lainnya.
d)
Penyusunan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP dan Strategi Pengawasan Kanwil DJP untuk tahun berjalan diselesaikan paling lama pada tanggal 20 Januari tahun berjalan.
e)
Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP dan Strategi Pengawasan Kanwil DJP dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kanwil DJP.
f)
Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP dan Strategi Pengawasan Kanwil DJP dapat dimutakhirkan berdasarkan arahan/disposisi Kepala Kanwil DJP dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi Pengawasan yang telah disetujui Kepala Kanwil DJP.
g)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kantor Wilayah DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
h)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Strategi Pengawasan Kanwil DJP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Strategi Pengawasan Kantor Wilayah DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3)
Penyusunan Rencana Pengawasan di Kantor Pelayanan Pajak
a)
Rencana Pengawasan di KPP untuk suatu tahun dituangkan dalam:
(1)
Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP; dan
(2)
Rencana Kegiatan Pengawasan KPP.
b)
Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP memuat estimasi potensi penerimaan pajak per sektor usaha/jenis pajak, estimasi penerimaan pajak setiap fungsi/seksi di KPP, estimasi penerimaan pajak dari aktivitas PPM dan PKM, program kerja Kepala KPP, dan/atau informasi relevan lainnya.
c)
Estimasi potensi penerimaan pajak per sektor usaha/jenis pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b) mencakup pula potensi penerimaan pajak yang dihitung atas belanja pemerintah pusat/daerah dengan menggunakan metode perhitungan potensi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai perhitungan potensi pajak atas belanja daerah.
d)
Rencana Kegiatan Pengawasan KPP memuat program kerja pelaksanaan fungsi Pengawasan, dan program kerja pemantauan dan evaluasi atas kinerja penerimaan pajak yang berasal dari fungsi Pengawasan pada tingkat KPP, dan/atau informasi relevan lainnya.
e)
Penyusunan Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP dan Rencana Kegiatan Pengawasan KPP untuk tahun berjalan diselesaikan paling lama pada tanggal 31 Januari tahun berjalan.
f)
Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP dan Rencana Kegiatan Pengawasan KPP dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan KPP.
g)
Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP dan Rencana Kegiatan Pengawasan KPP dapat dimutakhirkan berdasarkan arahan/disposisi Kepala KPP dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi Pengawasan yang telah disetujui Kepala KPP.
h)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
i)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran Rencana Kegiatan Pengawasan KPP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Rencana Kegiatan Pengawasan Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b.
Penyusunan Prioritas Pengawasan
1)
Penyusunan Prioritas Pengawasan di Kantor Pusat DJP
a)
Penyusunan DSA Kantor Pusat DJP
(1)
Pengawasan di Kantor Pusat DJP dituangkan dalam DSA Kantor Pusat DJP berdasarkan Fokus Analisis Data Perpajakan.
(2)
Penyusunan DSA Kantor Pusat DJP untuk tahun berjalan diselesaikan paling lama pada tanggal 15 Januari tahun berjalan.
(3)
Penyusunan DSA Kantor Pusat DJP dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kantor Pusat DJP.
(4)
DSA Kantor Pusat DJP dapat dimutakhirkan berdasarkan arahan/disposisi Direktur DIP dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi Pengawasan yang telah disetujui Direktur DIP.
(5)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran DSA Kantor Pusat DJP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan/Pemutakhiran Daftar Sasaran Analisis Data Perpajakan Kantor Pusat DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(6)
DSA Kantor Pusat DJP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b)
Direktorat PKP, Direktorat EP dan Direktorat DIP menerima rekapitulasi DPP, rekapitulasi Kertas Kerja DSP3, rekapitulasi pemutakhiran DPP, rekapitulasi Kertas Kerja Pemutakhiran DPP yang disusun oleh Kanwil DJP serta Berita Acara Pembahasan DSP3 Untuk Ditetapkan Menjadi DSPP dan DPP dan Berita Acara Pemutakhiran DPP untuk dilakukan pemantauan.
2)
Penyusunan Prioritas Pengawasan di Kantor Wilayah DJP
a)
Penetapan Wajib Pajak Strategis
(1)
Kepala Kanwil DJP dapat melakukan penetapan Wajib Pajak Strategis di KPP Pratama berdasarkan usulan Wajib Pajak Strategis yang diajukan oleh Kepala KPP Pratama dengan menerbitkan Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah usulan diterima dan berlaku efektif pada tanggal 2 Januari tahun berjalan.
(2)
Dalam hal selama masa evaluasi, pengusulan, dan penerbitan Keputusan Kepala Kanwil DJP, terdapat Wajib Pajak yang diusulkan dan ditetapkan menjadi Wajib Pajak Strategis pindah tempat terdaftar ke KPP lainnya dalam satu lingkup Kanwil DJP yang sama sama atau lingkup Kanwil DJP yang berbeda, maka tidak perlu dilakukan perubahan atas Keputusan Kepala Kanwil DJP. Wajib Pajak tersebut merupakan Wajib Pajak Strategis KPP Lama yang melakukan pemindahan tempat terdaftar ke KPP Baru dengan status Wajib Pajak Strategis.
(3)
Keputusan penetapan Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud angka (1) berlaku selama satu tahun dan hanya dapat dilakukan pemutakhiran dalam hal terdapat perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya.
(4)
Kepala Kanwil DJP dapat melakukan evaluasi dan menerbitkan perubahan Keputusan Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud pada huruf (3) dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Usulan KPP Pratama dalam rangka evaluasi kembali disampaikan kepada Kanwil DJP paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut terbit.
(b)
Keputusan Kepala Kanwil DJP berlaku efektif pada tanggal Saat Mulai Terdaftar (SMT) dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
(5)
Penetapan Wajib Pajak Strategis oleh Kepala Kanwil DJP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(6)
Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b)
Penyusunan DSA Kanwil DJP
(1)
Prioritas Pengawasan di Kanwil DJP dituangkan dalam DSA Kanwil DJP berdasarkan Strategi Pengamanan Penerimaan Kanwil DJP dan Strategi Pengawasan Kanwil DJP.
(2)
Penyusunan DSA Kanwil DJP untuk tahun berjalan diselesaikan paling lama pada tanggal 31 Januari tahun berjalan
(3)
Penyusunan DSA Kanwil DJP dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kanwil DJP.
(4)
DSA Kanwil DJP dapat dimutakhirkan berdasarkan arahan/disposisi Kepala Kanwil DJP dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi Pengawasan yang telah memperoleh persetujuan Kepala Kanwil DJP.
(5)
Penyusunan dan/atau pemutakhiran DSA Kanwil DJP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan Daftar Sasaran Analisis Data Perpajakan Kantor Wilayah DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(6)
DSA Kanwil DJP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c)
Rekapitulasi DPP
(1)
Bidang DP3 dan/atau Bidang PEP merekapitulasi DPP dan Kertas Kerja DSP3 yang disusun oleh KPP di wilayah kerjanya untuk disampaikan ke Direktorat PKP, Direktorat EP, dan Direktorat DIP disertai dengan Berita Acara Pembahasan DSP3 Untuk Ditetapkan Menjadi DSPP dan DPP paling lama tanggal 15 Februari tahun berjalan.
(2)
Bidang DP3 dan/atau Bidang PEP merekapitulasi pemutakhiran DPP dan Kertas Kerja Pemutakhiran DPP yang disusun oleh KPP di wilayah kerjanya untuk disampaikan Direktorat PKP, Direktorat EP, dan Direktorat DIP disertai dengan Berita Acara Pemutakhiran DPP paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan sebelumnya.
(3)
Dalam hal usulan DPP ditemukan kondisi sebagai berikut:
(a)
Wajib Pajak akan dan/atau sedang dilakukan Penelitian Kepatuhan Material di Kanwil DJP sesuai dengan DSA; atau
(b)
terdapat pertimbangan Kepala Kanwil DJP,
Kepala Kanwil DJP dapat menyampaikan nota dinas ke Kepala KPP yang mengusulkan DPP dan/atau Pemutakhiran DPP.
(4)
Nota dinas sebagaimana dimaksud pada angka (3) berisi tindak lanjut atas DPP dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
atas Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (3) huruf (a) Kepala Kanwil DJP meminta Kepala KPP untuk melakukan penundaan penelitian sampai dengan LHA diterbitkan dengan simpulan ditemukan modus ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi dan disampaikan kepada KPP melalui Sistem Informasi Pengawasan atau pemberitahuan pembatalan Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak tersebut oleh Kepala Kanwil DJP.
(b)
Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada angka (3) huruf (b), antara lain adanya Wajib Pajak yang memiliki risiko ketidakpatuhan akan tetapi belum masuk dalam DPP yang diusulkan, Kepala Kanwil DJP meminta Kepala KPP untuk dapat memasukkan Wajib Pajak dalam pemutakhiran DPP periode berikutnya.
(5)
Rekapitulasi DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(6)
Rekapitulasi Pemutakhiran DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(7)
Rekapitulasi Kertas Kerja DSP3 dan Rekapitulasi Kertas Kerja Pemutakhiran DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3)
Penyusunan Prioritas Pengawasan di Kantor Pelayanan Pajak
a)
Pengusulan Wajib Pajak Strategis oleh KPP Pratama
(1)
KPP Pratama mengajukan usulan Wajib Pajak Strategis kepada Kanwil DJP yang membawahkannya.
(2)
Usulan Wajib Pajak Strategis sebagaimana pada angka (1) disampaikan paling lama tanggal 15 Desember, setelah melakukan evaluasi sebelum tahun berjalan atas Wajib Pajak Strategis.
(3)
Evaluasi atas seluruh Wajib Pajak Strategis tersebut dilakukan oleh Seksi Pengawasan dan Seksi Penjaminan Kualitas Data dengan mempertimbangkan, antara lain penerimaan pajak, risiko ketidakpatuhan, potensi penerimaan pajak, kepatuhan pelaporan SPT Tahunan PPh, dan riwayat pengawasan dan/atau pemeriksaan.
(4)
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka (3) ditindaklanjuti dengan:
(a)
Usulan Wajib Pajak Strategis yang diubah statusnya menjadi Wajib Pajak Lainnya; atau
(b)
Usulan Wajib Pajak Strategis yang tetap menjadi Wajib Pajak Strategis.
(5)
KPP Pratama dapat mengusulkan tambahan Wajib Pajak Strategis, yaitu Wajib Pajak Lainnya yang diubah statusnya menjadi Wajib Pajak Strategis, dengan mempertimbangkan tindak lanjut hasil evaluasi sebagaimana dimaksud angka (4).
(6)
Wajib Pajak Strategis yang dapat diusulkan untuk diubah statusnya menjadi Wajib Pajak Lainnya sebagaimana dimaksud pada angka (4) huruf (a), antara lain:
(a)
Wajib Pajak Strategis KPP Lama yang pada tanggal 1 Desember telah berpindah tempat terdaftar
(b)
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, yaitu:
i.
Wajib Pajak mengalami penurunan usaha dengan ketentuan sebagai berikut:
i)
mengalami penurunan usaha minimal 50% peredaran usaha selama dua tahun berturut-turut;
ii)
telah dilakukan Penelitian Komprehensif untuk dua Tahun Pajak terakhir; dan
iii)
tidak sedang/telah dilakukan pemeriksaan atas seluruh jenis pajak,
atau
ii.
Wajib Pajak tidak lagi memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak.
(7)
Wajib Pajak Lainnya yang dapat diusulkan untuk diubah statusnya menjadi Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada angka (5) adalah Wajib Pajak dengan status NPWP pusat yang termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Strategis.
(8)
Kriteria sebagaimana dimaksud pada angka (7) dan jumlah Wajib Pajak Strategis diatur dengan nota dinas direktur yang berwenang atas kebijakan pengawasan Wajib Pajak.
(9)
Pengusulan Wajib Pajak Strategis untuk tahun setelah tahun berjalan dilaksanakan sesuai Tata Cara Pengusulan Daftar Wajib Pajak Strategis sebagaimana dimaksud pada Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b)
Assignment Wajib Pajak Strategis
(1)
Berdasarkan Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis oleh Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) angka (1), Kepala KPP menerbitkan nota dinas mengenai Assignment Wajib Pajak Strategis pada Seksi Pengawasan yang melakukan Pengawasan Wajib Pajak Strategis.
(2)
Dalam hal Wajib Pajak Strategis dengan status NPWP pusat memiliki cabang yang diadministrasikan pada KPP yang sama, maka Wajib Pajak dengan status NPWP cabang tersebut harus dilakukan assignment kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis dengan status NPWP pusat tersebut.
(3)
Pada KPP Pratama, Assignment Wajib Pajak dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Keputusan Penetapan Wajib Pajak Strategis oleh Kepala Seksi Penjaminan Kualitas Data.
(4)
Dalam hal Wajib Pajak Strategis dilakukan pemindahan tempat terdaftar ke KPP lainnya, peralihan Pengawasan pada KPP Baru dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
KPP Lama harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada KPP Baru meliputi:
i.
status Wajib Pajak yang dilakukan pemindahan sebagai Wajib Pajak Strategis;
ii.
Pengawasan yang telah dilaksanakan;
iii.
tindak lanjut Pengawasan yang telah dilakukan; dan
iv.
Salinan Keputusan Kepala Kanwil DJP terkait penetapan Wajib Pajak Strategis pada KPP Lama.
(b)
Wajib Pajak yang dilakukan pemindahan ke KPP Baru harus diadministrasikan melalui assignment pada Seksi Pengawasan yang melakukan pengawasan Wajib Pajak Strategis.
c)
Assignment Wajib Pajak Lainnya
Tahapan assignment terhadap Wajib Pajak Lainnya dilakukan dengan berbasis kewilayahan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1)
Assignment Wilayah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Kepala KPP Pratama melakukan pembagian wilayah kerja untuk Seksi Pengawasan yang melakukan Pengawasan Wajib Pajak Lainnya.
(b)
Kepala KPP Pratama melakukan pembagian wilayah kerja untuk pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya.
(c)
Batas zona pengawasan minimal mengikuti batas wilayah administrasi pemerintahan, seperti wilayah kota/kabupaten, wilayah kecamatan, atau wilayah kelurahan/desa.
(d)
Dalam hal zona pengawasan merupakan bagian dari wilayah kelurahan/desa, maka pembagian zona pengawasan minimal mengikuti batas alam dan/atau batas buatan manusia yang bersifat permanen/tetap, seperti jalan dan sungai.
(e)
Satu zona pengawasan minimal berbentuk satu poligon utuh, dalam hal diperlukan dapat lebih dari satu poligon.
(f)
Pembagian zona pengawasan seksi dan zona pengawasan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya sedapat mungkin tidak banyak mengubah pembagian zona pengawasan yang telah ditetapkan sebelumnya.
(g)
Wilayah kerja KPP Pratama harus terbagi habis menjadi zona pengawasan yang menjadi tanggung jawab masing-masing pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya.
(h)
Kepala KPP dapat menentukan zona pengawasan prioritas yang diawasi oleh satu Seksi Pengawasan.
(i)
Pembagian zona pengawasan tidak semata-mata bertujuan untuk pemerataan penerimaan, sehingga suatu wilayah terutama yang memiliki potensi ekonomi tinggi seyogyanya tidak harus dibagi-bagi dengan tujuan pemerataan penerimaan.
(j)
Tata cara teknis dan dukungan aplikasi terkait assignment wilayah diatur lebih lanjut dengan nota dinas direktur yang berwenang atas kebijakan ekstensifikasi dan penilaian dan/atau pengawasan Wajib Pajak.
(2)
Assignment Wajib Pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP harus dilakukan Assignment Wajib Pajak kepada masing-masing pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya sesuai dengan zona pengawasannya.
(b)
Assignment Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
i.
untuk Wajib Pajak yang terekam dalam data geotagging, dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan daftar nominatif Point of Interest (POI) sesuai dengan zona pengawasan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak lainnya;
ii.
untuk Wajib Pajak yang belum terekam dalam data geotagging, dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan identifikasi alamat pada Master File Wajib Pajak (MFWP) sesuai dengan zona pengawasan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya;
iii.
untuk Wajib Pajak yang belum dapat dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir i dan/atau butir ii, tetap dilakukan Assignment Wajib Pajak berdasarkan pertimbangan Kepala KPP Pratama, untuk kemudian dilakukan tagging baru dan/atau pemutakhiran alamat pada MFWP sesuai kondisi sebenarnya.
(c)
Terhadap Wajib Pajak Instansi Pemerintah, Wajib Pajak Kerja Sama Operasi (Joint Operation), Wajib Pajak PPJK, dan Wajib Pajak Cabang Tanpa Pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf ss angka 1) huruf a), dan selain Wajib Pajak Strategis dengan kontribusi penerimaan pajak besar dapat dilakukan assignment kepada pegawai KPP tertentu yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala KPP.
(d)
Tata cara teknis dan dukungan aplikasi terkait Assignment Wajib Pajak ditentukan lebih lanjut dengan nota dinas direktur yang berwenang atas kebijakan ekstensifikasi dan penilaian dan/atau pengawasan Wajib Pajak.
d)
Penyusunan DPP
(1)
Prioritas Pengawasan di KPP dituangkan dalam DPP berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional, Strategi Pengawasan Kanwil DJP, dan Rencana Kegiatan Pengawasan KPP.
(2)
Penyusunan DPP untuk tahun berjalan diselesaikan paling lama pada tanggal 7 Februari tahun berjalan oleh Komite Kepatuhan KPP
(3)
Dalam rangka penyusunan DPP, Komite Kepatuhan KPP menentukan Wajib Pajak yang termasuk dalam DPP atas Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Lainnya menggunakan CRM, khususnya Wajib Pajak berdasarkan Peta Risiko Kepatuhan CRM Fungsi Pemeriksaan dan Fungsi Pengawasan yang memiliki risiko ketidakpatuhan tinggi (kuadran X3Y3, X3Y2, dan X2Y3) dan LHA hasil Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pusat DJP dan Kanwil DJP.
(4)
Komite Kepatuhan KPP dalam menyusun DPP memperhatikan variabel lainnya, antara lain:
(a)
DSA Kantor Pusat DJP dan DSA Kanwil DJP;
(b)
data pemicu;
(c)
Wajib Pajak High Wealth Individuals (HWI) dan Wajib Pajak Perusahaan Grup;
(d)
Wajib Pajak yang memiliki risiko penghindaran pajak melalui transaksi Transfer Pricing;
(e)
Daftar Sasaran Analisis Bersama (DSAB) antara DJP, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) serta Daftar Sasaran Pengawasan Bersama (DSPB) antara DJP, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan Pemerintah Daerah (Pemda);
(f)
Tingkat Kemampuan Bayar (Ability to Pay);
(g)
Daftar Wajib Pajak yang Sedang atau Sudah Dilakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan/atau Penyidikan;
(h)
Daftar Wajib Pajak yang mengikuti Program Pengungkapan Sukarela;
(i)
Wajib Pajak yang memiliki indikasi ketidakpatuhan yang berulang berdasarkan hasil penilaian, pemeriksaan, keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali; dan/atau
(j)
Wajib Pajak yang memiliki data dengan estimasi potensi pajak yang belum dipenuhi, antara lain data hasil KPDL, Analisis SPT, Analisis Laporan Keuangan, Analisis Transfer Pricing, Analisis Proses Bisnis, termasuk data yang mendekati daluwarsa penetapan pajak dan data potensial lainnya.
(5)
Dalam proses penyusunan DPP, Komite Kepatuhan KPP juga memperhatikan parameter kewilayahan sebagai berikut:
(a)
Wajib Pajak baru hasil dari kegiatan ekstensifikasi.
(b)
Data statistik kewilayahan atas zona pengawasan, antara lain:
i.
jumlah penduduk;
ii.
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang telah memiliki NPWP;
iii.
jumlah penerimaan dan pertumbuhan pajak;
iv.
gambaran ekonomi daerah dan sektor usaha dominan; dan
v.
analisis perpajakan,
untuk mengidentifikasi potensi pajak yang terdapat dalam zona pengawasan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Lainnya.
(c)
Hasil kegiatan pengumpulan data lapangan yang dilakukan melalui pengolahan dan pengayaan dengan data yang telah dimiliki dan/atau diperoleh DJP sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan siklus pengelolaan data.
(d)
Hasil pengolahan dan pengayaan sebagaimana dimaksud pada huruf (c) berupa:
i.
data terkait Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP; dan
ii.
data terkait Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP.
(6)
Penetapan Wajib Pajak dalam DPP juga mempertimbangkan total estimasi penerimaan pajak dalam Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak di KPP untuk memenuhi target penerimaan pajak dari kegiatan PKM yang diampu oleh Seksi Pengawasan di KPP.
(7)
Dalam proses penyusunan DPP, Komite Kepatuhan KPP membuat Kertas Kerja DSP3 dan Berita Acara Pembahasan DSP3 Untuk Ditetapkan Menjadi DSPP dan DPP.
(8)
Dalam penentuan total estimasi potensi pada Kertas Kerja DSP3, KPP memperhitungkan nilai, antara lain:
(a)
potensi LHA;
(b)
data pemicu;
(c)
data lainnya, seperti KPDL; dan
(d)
potensi analisis mandiri, antara lain melalui analisis SPT, analisis laporan keuangan, analisis Transfer Pricing, analisis proses bisnis,
dengan mempertimbangkan perbandingan antara nilai potensi awal berdasarkan analisis dengan nilai data pemicu yang ditindaklanjuti oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan atau Tax Potential Ratio (TPR) dan perbandingan antara nilai realisasi dengan nilai potensi awal atau Success Rate (SR).
(9)
DPP dapat dimutakhirkan berdasarkan pembahasan Komite Kepatuhan KPP dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Pemutakhiran DPP dilakukan setiap triwulan untuk kegiatan pengawasan pada triwulan II, Ill, dan IV, paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan sebelumnya.
(b)
Mempertimbangkan target trajectory triwulanan dan nilai realisasi penerimaan pajak dari PKM yang diampu oleh Seksi Pengawasan.
(c)
Pemutakhiran DPP dilakukan dengan menambah Wajib Pajak dan/atau Masa/Tahun Pajak.
(d)
Dalam penentuan total estimasi potensi pada Kertas Kerja Pemutakhiran DPP, KPP memperhitungkan ulang nilai potensi LHA, data pemicu, data lainnya seperti KPDL, dan analisis mandiri berdasarkan hasil penelitian pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dalam rangka penerbitan SP2DK dengan tetap mempertimbangkan TPR dan SR.
(10)
Pemutakhiran DPP sebagaimana dimaksud angka (9) dituangkan dalam Kertas Kerja Pemutakhiran DPP dan Berita Acara Pemutakhiran DPP.
(11)
Kepala KPP menyampaikan DPP kepada Kepala Kanwil DJP yang membawahkannya berupa:
(a)
DPP disertai dengan Berita Acara Pembahasan DSP3 Untuk Ditetapkan Menjadi DSPP dan DPP, dan Kertas Kerja DSP3 paling lama tanggal 7 Februari tahun berjalan;
(b)
pemutakhiran DPP disertai dengan Berita Acara Pemutakhiran DPP, dan Kertas Kerja Pemutakhiran DPP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan sebelumnya.
(12)
Dalam hal Kepala Kanwil DJP menyampaikan nota dinas kepada Kepala KPP atas tindak lanjut DPP dan/atau pemutakhiran DPP yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c) angka (4), maka ditindaklanjuti dengan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak tersebut ditunda sampai dengan diterimanya nota dinas pemberitahuan pembatalan Penelitian Kepatuhan Material di Kanwil DJP atau LHA dari Kanwil DJP dengan tindak lanjut sebagai berikut:
i.
Dalam hal diterimanya LHA dengan simpulan ditemukan modus ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, maka Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak tersebut dilanjutkan berdasarkan LHA yang disampaikan.
ii.
Dalam hal diterimanya LHA dengan simpulan ditemukan indikasi tindak pidana perpajakan, maka ditindaklanjuti dengan penyusunan LHPt dengan simpulan Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.
(b)
Dalam hal disampaikan pertimbangan atas adanya Wajib Pajak yang memiliki risiko ketidakpatuhan akan tetapi belum masuk dalam DPP yang diusulkan, maka Kepala KPP dapat mengusulkan Wajib Pajak tersebut masuk dalam pemutakhiran DPP periode berikutnya.
(13)
DPP dilakukan perekaman pada Sistem Informasi Pengawasan, dalam hal sistem informasi telah mampu mengakomodasi mekanisme perekaman tersebut.
(14)
Dalam hal terdapat Wajib Pajak HWI dan/atau Perusahaan Grup yang menjadi prioritas Pengawasan DJP, maka Komite Kepatuhan KPP wajib menetapkan Wajib Pajak tersebut untuk menjadi DPP.
(15)
Penyusunan DPP dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan Daftar Prioritas Pengawasan Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(16)
Pemutakhiran DPP dilaksanakan sesuai Tata Cara Pemutakhiran Daftar Prioritas Pengawasan Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(17)
DPP dan/atau Pemutakhiran DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf T yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(18)
Kertas Kerja DSP3 dan Kertas Kerja Pemutakhiran DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(19)
Berita Acara Pembahasan DSP3 Untuk Ditetapkan Menjadi DSPP dan DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(20)
Berita Acara Pemutakhiran DPP disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf W yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4.
Pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak
a.
Penelitian Kepatuhan Formal
1)
Penelitian Kepatuhan Formal dilaksanakan oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap seluruh Wajib Pajak yang diadministrasikan di KPP yang bersangkutan, meliputi Wajib Pajak Strategis dan/atau Wajib Pajak Lainnya.
2)
Penelitian Kepatuhan Formal dilaksanakan saat suatu kewajiban/ketentuan formal perpajakan seharusnya akan, sedang, atau sudah dipenuhi oleh Wajib Pajak.
3)
Penelitian Kepatuhan Formal terdiri dari kegiatan Validasi dan Analisis atas data dan/atau informasi terhadap pemenuhan kewajiban/ketentuan formal, baik yang akan, sedang, maupun yang sudah dipenuhi oleh Wajib Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yang antara lain terkait:
a)
ketepatan waktu untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b)
ketepatan waktu pembayaran/penyetoran pajak;
c)
ketepatan waktu dan/atau kelengkapan Laporan Pajak, yang meliputi:
(1)
SPT Masa dan SPT Tahunan PPh;
(2)
SPOP; dan
(3)
laporan lainnya;
d)
angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak;
e)
layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima dan/atau dimiliki oleh Wajib Pajak; dan
f)
kewajiban/ketentuan formal perpajakan lainnya.
4)
Selain berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki, penelitian terhadap pemenuhan kewajiban formal terkait layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima dan/atau dimiliki oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3) huruf e) dapat dilaksanakan melalui Kunjungan.
5)
Hasil Penelitian Kepatuhan Formal sebagaimana dimaksud pada angka 3) dituangkan dalam Daftar Nominatif (Dafnom), yang terdiri dari:
a)
Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Imbauan, berisi daftar Wajib Pajak yang diusulkan untuk diterbitkan Surat Imbauan, antara lain berupa:
(1)
Surat Imbauan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bagi Wajib Pajak, yang antara lain memenuhi kondisi/kriteria sebagai berikut:
(a)
Wajib Pajak yang sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku diproyeksikan akan memiliki peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah); dan/atau
(b)
Wajib Pajak yang sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku telah memiliki peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), belum memenuhi kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan belum melewati jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai;
(2)
Surat Imbauan untuk memenuhi kewajiban angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang antara lain memenuhi kondisi/kriteria sebagai berikut:
(a)
Wajib Pajak belum melakukan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana tercantum dalam ketentuan peraturan perundang­-undangan perpajakan;
(b)
Wajib Pajak memiliki kekurangan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan karena nilai angsuran pajak yang telah dibayar lebih kecil daripada nilai angsuran pajak yang seharusnya dibayar sesuai SPT yang telah disampaikan Wajib Pajak;
(c)
Wajib Pajak memiliki kekurangan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan karena hal-hal tertentu sebagai berikut:
i.
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
ii.
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
iii.
Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran pajak dalam tahun berjalan lebih besar dari angsuran pajak sebelum pembetulan,
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan dalam hal-hal tertentu;
(d)
Wajib Pajak mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan, yang antara lain berupa:
i.
peningkatan peredaran usaha;
ii.
pertumbuhan positif sektor usaha Wajib Pajak dalam Tahun Pajak berjalan,
dan PPh yang akan terutang untuk Tahun Pajak berjalan diproyeksikan mengalami peningkatan dibandingkan Tahun Pajak sebelumnya, sehingga perlu dilakukan peningkatan angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk Masa Pajak yang tersisa dari Tahun Pajak tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan dalam hal-hal tertentu.
(3)
Surat Imbauan untuk melakukan pembetulan Laporan Pajak, bagi Wajib Pajak yang antara lain memenuhi kondisi/kriteria sebagai berikut:
(a)
Wajib Pajak telah menyampaikan Laporan Pajak dan telah diberikan bukti penerimaan pelaporan tetapi kemudian diketahui/ditemukan kesalahan penulisan dan/atau pengisian yang tidak lengkap;
(b)
Wajib Pajak telah menyampaikan Laporan Pajak dan telah diberikan bukti penerimaan pelaporan tetapi kemudian diketahui/ditemukan bahwa laporan tersebut belum sepenuhnya dilengkapi/dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan;
(4)
Surat Imbauan lainnya untuk memenuhi kewajiban/ketentuan formal perpajakan lainnya.
b)
Dafnom Wajib Pajak yang Diusulkan Pemeriksaan Tujuan Lain dalam rangka pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, berisi daftar Wajib Pajak yang sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku telah memiliki peredaran usaha/penerimaan bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), tetapi Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai.
c)
Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), berisi daftar Wajib Pajak diusulkan untuk diterbitkan STP, yaitu Wajib Pajak yang memenuhi kondisi/kriteria sebagai berikut:
(1)
tidak atau kurang membayar PPh dalam tahun berjalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
(2)
memiliki kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b UU KUP; dan/atau
(3)
dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c UU KUP berupa:
(a)
denda, antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 14 ayat (4), Pasal 25 ayat (9), dan Pasal 27 ayat (5d) UU KUP;
(b)
bunga, antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b), Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (5), Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) UU KUP; dan/atau
(c)
sanksi administrasi lain di bidang perpajakan, yang pengenaannya merupakan tugas pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan.
d)
Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Teguran, berisi daftar Wajib Pajak yang belum menyampaikan Laporan Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana tercantum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
e)
Dafnom Wajib Pajak yang Diusulkan Perubahan Administrasi Layanan dan/atau Fasilitas Perpajakan Wajib Pajak Secara Jabatan, berisi daftar Wajib Pajak yang layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima dan/atau dimilikinya akan dicabut, dibatalkan, ditinjau ulang, atau tindakan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; dan
f)
Dafnom lainnya.
6)
Terhadap Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5), ditindaklanjuti dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
terhadap Wajib Pajak dalam Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf a) ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Imbauan;
b)
terhadap Wajib Pajak dalam Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf b) ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan;
c)
terhadap Wajib Pajak dalam Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf c) ditindaklanjuti dengan penerbitan STP;
d)
terhadap Wajib Pajak dalam Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf d) ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Teguran;
e)
terhadap Wajib Pajak dalam Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf e) ditindaklanjuti dengan pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan Wajib Pajak secara jabatan; dan
f)
terhadap Wajib Pajak dalam Dafnom sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf f) ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7)
Dalam hal diketahui atau diperoleh data/informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang akan dimiliki Wajib Pajak di masa mendatang, antara lain sebagai akibat:
a)
transaksi bisnis/ekonomi yang tidak bersifat rutin, yang antara lain berupa merger, konsolidasi, akuisisi, divestasi, pengalihan saham; dan/atau
b)
perubahan peraturan perundang-undangan,
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dapat melakukan pembinaan dengan menerbitkan Surat Imbauan atau melakukan Kunjungan untuk memberitahukan kewajiban perpajakan yang akan dimiliki Wajib Pajak tersebut.
8)
Penelitian Kepatuhan Formal dilaksanakan sesuai Tata Cara Pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Formal sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf X yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
9)
Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf a) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Y yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
10)
Dafnom Wajib Pajak yang Diusulkan Pemeriksaan Tujuan Lain sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf b) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Z yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
11)
Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf c) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf AA yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
12)
Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf d) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf BB yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
13)
Dafnom Wajib Pajak yang Diusulkan Perubahan Administrasi Layanan dan/atau Fasilitas Perpajakan Wajib Pajak Secara Jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 5) huruf e) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf CC yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b.
Penelitian Kepatuhan Material
1)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pusat DJP
a)
Analisis Data Perpajakan
(1)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pusat DJP berupa Analisis Data Perpajakan dilaksanakan oleh Direktorat DIP terhadap Wajib Pajak dalam DSA Kantor Pusat DJP.
(2)
Dalam hal diperlukan untuk mendukung pelaksanaan Analisis Data Perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka (1), dapat dilakukan:
(a)
pengusulan penilaian untuk tujuan perpajakan; dan/atau
(b)
pembahasan dengan pihak internal DJP yang dianggap relevan.
(3)
Pelaksanaan dan hasil Analisis Data Perpajakan dituangkan dalam KKA dan LHA.
(4)
Dalam hal ditemukan modus ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi tetapi tidak ditemukan indikasi tindak pidana perpajakan, KKA dan LHA sebagaimana dimaksud pada angka (3) ditindaklanjuti dengan penyampaian ke KPP melalui Sistem Informasi Pengawasan.
(5)
Dalam hal ditemukan modus ketidakpatuhan, estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, dan indikasi tindak pidana perpajakan, KKA dan LHA sebagaimana dimaksud pada angka (3) dapat ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan bukti permulaan.
(6)
Yang dimaksud dengan indikasi tindak pidana perpajakan yaitu indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut dan penerbit dan/atau pengguna Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
(7)
Direktorat DIP dapat memberikan bantuan pelaksanaan Analisis Data Perpajakan kepada Kanwil di lingkungan DJP, berdasarkan permintaan bantuan pelaksanaan Analisis Data Perpajakan yang disampaikan oleh Kanwil DJP yang bersangkutan.
(8)
Analisis Data Perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilaksanakan sesuai Tata Cara Pelaksanaan Analisis Data Perpajakan di Kantor Pusat DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf DD yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(9)
KKA dan LHA sebagaimana dimaksud pada angka (3) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf EE yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b)
Analisis Intelijen Dalam Rangka Penggalian Potensi
(1)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pusat DJP berupa analisis intelijen dalam rangka penggalian potensi dilaksanakan oleh Direktorat Intelijen Perpajakan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dan pengamatan.
(2)
Hasil analisis intelijen dalam rangka penggalian potensi berupa:
(a)
LIIP yang tidak mengandung indikasi tindak pidana perpajakan disampaikan ke KPP melalui Sistem Informasi Intelijen, dalam hal sistem informasi telah mampu mengakomodasi mekanisme penyampaian tersebut; dan/atau
(b)
LIIP/LHA yang tidak mengandung indikasi tindak pidana perpajakan disampaikan ke Direktorat DIP sebagai tambahan informasi analisis, selanjutnya ditindaklanjuti dengan penyampaian LHA ke KPP di lingkungan DJP oleh Direktorat DIP melalui Sistem Informasi Pengawasan.
2)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Wilayah DJP
a)
Analisis Data Perpajakan
(1)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Wilayah DJP berupa Analisis Data Perpajakan dilaksanakan oleh Bidang DP3 dan Bidang PEP terhadap Wajib Pajak dalam DSA Kanwil DJP.
(2)
Dalam hal diperlukan untuk mendukung pelaksanaan Analisis Data Perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka (1), dapat dilakukan:
(a)
pengusulan penilaian untuk tujuan perpajakan;
(b)
pembahasan dengan pihak internal DJP yang dianggap relevan; dan/atau
(c)
permintaan bantuan pelaksanaan Analisis Data Perpajakan kepada Direktorat DIP.
(3)
Pelaksanaan dan hasil Analisis Data Perpajakan dituangkan dalam KKA dan LHA.
(4)
Dalam hal ditemukan modus ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi tetapi tidak ditemukan indikasi tindak pidana perpajakan, KKA dan LHA sebagaimana dimaksud pada angka (3) ditindaklanjuti dengan penyampaian kepada KPP melalui Sistem Informasi Pengawasan.
(5)
Dalam hal ditemukan modus ketidakpatuhan, estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, dan indikasi tindak pidana perpajakan, KKA dan LHA sebagaimana dimaksud pada angka (3) dapat ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan bukti permulaan.
(6)
Yang dimaksud dengan indikasi tindak pidana perpajakan yaitu indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut dan penerbit dan/atau pengguna Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
(7)
Permintaan bantuan dalam pelaksanaan Analisis Data Perpajakan kepada Direktorat DIP sebagaimana dimaksud pada angka (2) huruf (c) dilaksanakan sesuai Tata Cara Permintaan Bantuan Analisis Data Perpajakan di Kantor Wilayah DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf FF yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(8)
Analisis Data Perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilaksanakan sesuai Tata Cara Pelaksanaan Analisis Data Perpajakan di Kantor Wilayah DJP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf GG yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(9)
KKA dan LHA sebagaimana dimaksud pada angka (3) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf EE yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b)
Analisis Intelijen Dalam Rangka Penggalian Potensi
(1)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Wilayah DJP berupa analisis intelijen dalam rangka penggalian potensi dilaksanakan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dan pengamatan.
(2)
Hasil analisis intelijen dalam rangka penggalian potensi berupa:
(a)
LIIP yang tidak mengandung indikasi tindak pidana perpajakan disampaikan ke KPP di lingkungan Kanwil DJP melalui Sistem Informasi Intelijen, dalam hal sistem informasi telah mampu mengakomodasi mekanisme penyampaian tersebut; dan/atau
(b)
LHA yang tidak mengandung indikasi tindak pidana perpajakan disampaikan ke KPP di lingkungan Kanwil DJP melalui Sistem Informasi Pengawasan.
3)
Penelitian Kepatuhan Material di KPP
a)
Penelitian Kepatuhan Material Secara Umum
(1)
Penelitian Kepatuhan Material di KPP dilaksanakan oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak dalam DPP.
(2)
Penelitian Kepatuhan Material terdiri dari kegiatan Validasi dan Analisis atas Data dan/atau Keterangan untuk kemudian menentukan simpulan dan tindak lanjut.
(3)
Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka (2), antara lain berupa:
(a)
data pemicu dan/atau data penguji;
(b)
LHA dan/atau LIIP, yang memuat tindak lanjut berupa kegiatan Pengawasan;
(c)
laporan keuangan, alat keterangan (alket), dan data hasil KPDL;
(d)
hasil penilaian, pemeriksaan, keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali;
(e)
Data dan/atau Keterangan lainnya termasuk data ILAP, dan Exchange of Information (Eol); dan
(f)
data jumlah peredaran bruto tertentu yang dijadikan dasar pengenaan pajak dan jangka waktu pengenaan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
(4)
Dalam hal terdapat Data dan/atau Keterangan yang terkait dengan Wajib Pajak yang tidak terdapat dalam DPP, dan diterima setelah DPP disusun, serta perlu untuk segera ditindaklanjuti, KPP terlebih dahulu melakukan pemutakhiran DPP sebelum menindaklanjutinya dengan Penelitian Kepatuhan Material.
(5)
Dalam hal diperlukan untuk mendukung pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material di KPP sebagaimana dimaksud pada angka (1), dapat dilakukan:
(a)
pengusulan penilaian untuk tujuan perpajakan;
(b)
pembahasan dengan pihak internal DJP yang dianggap relevan; dan/atau
(c)
Kunjungan.
(6)
Berdasarkan pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material, dapat dihasilkan simpulan berupa:
(a)
Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan, telah dilakukan pemeriksaan, sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, atau sedang dilakukan penyidikan;
(b)
tidak ditemukan indikasi ketidakpatuhan; atau
(c)
ditemukan indikasi ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi.
(7)
Terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada angka (6) huruf (a), ditindaklanjuti dengan penerusan Data dan/atau Keterangan kepada:
(a)
Unit Pelaksana Pemeriksaan, sebagai data tambahan dalam proses pemeriksaan atau untuk diteliti apakah mengandung data baru yang belum terungkap dalam pemeriksaan yang telah diselesaikan (novum);
(b)
Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, sebagai data tambahan dalam proses pemeriksaan bukti permulaan; atau
(c)
Unit Pelaksana Penyidikan, sebagai data tambahan dalam proses penyidikan.
(8)
Penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka (7) dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengawasan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Pemeriksaan dan/atau Sistem Informasi Penegakan Hukum.
(9)
Dalam hal mekanisme penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka (8) belum dapat terakomodasi, penerusan Data dan/atau Keterangan dilaksanakan dengan penyampaian nota dinas penerusan data dan/atau keterangan dari Kepala KPP kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan, Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Unit Pelaksana Penyidikan.
(10)
Terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada angka (6) huruf (b), tidak ditindaklanjuti dan dinyatakan tidak ditemukan indikasi ketidakpatuhan.
(11)
Terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada angka (6) huruf (c) dapat dilakukan tindak lanjut berupa:
(a)
permintaan penjelasan atas Data dan/atau Keterangan;
(b)
pengusulan pemeriksaan; atau
(c)
pengusulan pemeriksaan bukti permulaan.
(12)
Pelaksanaan, simpulan, dan tindak lanjut Penelitian Kepatuhan Material di KPP dituangkan dalam KKPt dan LHPt yang ditandatangani oleh Kepala KPP dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan.
(13)
LHPt sebagaimana dimaksud pada angka (12) disusun dengan ketentuan bahwa 1 (satu) LHPt dibuat untuk 1 (satu) Tahun Pajak, yang dapat meliputi:
(a)
satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak; dan
(b)
satu atau beberapa Masa Pajak,
atas seluruh Data dan/atau Keterangan yang terdapat dalam Sistem Informasi Pengawasan saat dilakukannya Penelitian Kepatuhan Material.
(14)
Dalam hal setelah penyelesaian KKPt dan/atau LHPt diketahui atau ditemukan kondisi sebagai berikut:
(a)
terdapat kesalahan penulisan dan/atau kesalahan perekaman/pemilihan yang bersifat administratif dan diakibatkan oleh kesalahan yang bersifat manusiawi (human error), seperti kesalahan NPWP, nama Wajib Pajak, jenis pajak, Masa/Tahun/Bagian Tahun Pajak, atau kesalahan administratif lainnya; dan/atau
(b)
terdapat Data dan/atau Keterangan dalam Sistem Informasi Pengawasan yang belum termasuk dalam KKPt dan LHPt,
dapat dilakukan perubahan KKPt dan/atau LHPt. Untuk Wajib Pajak Strategis, perubahan KKPt dan/atau LHPt didahului dengan pemberitahuan kepada Supervisor terkait diperolehnya Data dan/atau Keterangan tersebut.
(15)
Penelitian Kepatuhan Material di KPP sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilaksanakan sesuai Tata Cara Pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf HH yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(16)
KKPt dan LHPt sebagaimana dimaksud pada angka (12) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(17)
Perubahan KKPt dan/atau LHPt sebagaimana dimaksud pada angka (14) dilaksanakan sesuai Tata. Cara Perubahan Hasil Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf JJ yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(18)
Perubahan KKPt dan/atau LHPt dituangkan dalam Berita Acara Perubahan yang disusun melalui Sistem Informasi Pengawasan sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf KK yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b)
Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak Strategis
(1)
Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak Strategis di KPP dilaksanakan oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis dalam DPP.
(2)
Penelitian Kepatuhan Material sebagaimana dimaksud huruf a) angka (2) dan huruf b) angka (1) dilakukan atas pemenuhan kewajiban perpajakan melalui:
(a)
penelitian untuk Tahun Pajak berjalan; dan
(b)
Penelitian Komprehensif untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan.
(3)
Penelitian untuk Tahun Pajak berjalan sebagaimana dimaksud angka (2) huruf (a) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Penelitian untuk Tahun Pajak berjalan dilakukan atas Masa Pajak yang jatuh tempo pelaporan dan pembayaran pada tahun berjalan.
(b)
Penelitian dapat dilakukan atas satu atau beberapa jenis pajak berdasarkan seluruh data dan/atau informasi yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP.
(c)
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf (a) yang memuat pelaksanaan, simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (6), dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (7), angka (10), dan angka (11) dituangkan dalam KKPt dan LHPt yang ditandatangani oleh Kepala KPP dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis.
(d)
LHPt disusun dalam Sistem Informasi Pengawasan.
(4)
Penelitian Komprehensif untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan sebagaimana dimaksud angka (2) huruf (b) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
(a)
Berdasarkan DPP sebagaimana dimaksud pada angka (1), Kepala KPP menerbitkan nota dinas penugasan Pengawasan Wajib Pajak Strategis kepada Supervisor/Tim Pengawasan Perpajakan.
(b)
Berdasarkan nota dinas sebagaimana dimaksud pada huruf (a), Supervisor sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya melakukan supervisi atas kegiatan penelitian melalui pembahasan bersama dengan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis.
(c)
Penelitian Komprehensif atas suatu Tahun Pajak dilakukan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh atau setelah berakhirnya batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh sesuai dengan ketentuan perpajakan.
(d)
Penelitian Komprehensif atas seluruh jenis pajak (all taxes) dilaksanakan melalui:
i.
analisis atas profil risiko berdasarkan CRM dan Business Intelligence lainnya yang dimiliki DJP;
ii.
analisis atas pelaporan dan pembayaran pajak serta kesesuaian data profil Wajib Pajak, antara lain penyampaian SPT, pembayaran pajak, dan kesesuaian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU);
iii.
analisis atas proses bisnis Wajib Pajak, antara lain Analisis Proses Bisnis Berbasis Input Output Objek Faktur Pajak dan Analisis Proses Bisnis Berbasis Ekspor Impor;
iv.
analisis laporan keuangan, antara lain analisis laporan posisi keuangan, analisis laporan laba rugi, analisis laporan arus kas dan analisis perubahan ekuitas, analisis catatan atas laporan keuangan, dan/atau analisis atas laporan keuangan lain sesuai standar akuntansi yang berlaku;
v.
analisis Transfer Pricing dan Perpajakan Internasional. Analisis ini wajib dilakukan dalam hal terdapat transaksi afiliasi sebagaimana yang tercantum dalam lampiran khusus 3A dan 3B SPT Tahunan PPh;
vi.
analisis yang didasarkan mirroring atas hasil penilaian, pemeriksaan, keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali;
vii.
analisis atas data internal dan eksternal, termasuk data ILAP, data Eol, dan data informasi keuangan. Penelitian ini dilakukan melalui, antara lain data pemicu, data penguji, dan metode penyajian data lainnya;
viii.
analisis dalam rangka tindak lanjut atas LHA dan/atau LIIP Kantor Pusat DJP serta LHA dan/atau LIIP Kanwil DJP; dan
ix.
Kunjungan ke lokasi Wajib Pajak.
Seluruh kegiatan tersebut di atas harus dilakukan, kecuali tidak tersedia data dan/atau keterangan atau keadaan kahar/force majeure yang mengakibatkan penelitian tersebut tidak dapat dilakukan, dengan penjelasan/keterangan di dalam KKPt dan/atau LHPt.
(e)
Dalam rangka analisis Transfer Pricing dan Perpajakan lnternasional sebagaimana dimaksud pada huruf (d) butir v, jika terdapat gugus tugas terkait penanganan Transfer Pricing di Kantor Pusat DJP dan/atau Tim Penanganan Transfer Pricing di Kanwil DJP dapat dilakukan kegiatan, antara lain:
i.
Kepala KPP dapat menyampaikan usulan kepada Kepala Kanwil DJP untuk dilakukan pendampingan analisis Transfer Pricing dan Perpajakan lnternasional setelah melakukan analisis awal Transfer Pricing dan Perpajakan lnternasional;
ii.
Kepala Kanwil DJP membentuk dan menugaskan Tim Penanganan Transfer Pricing Kanwil DJP yang beranggotakan, antara lain Kepala Bidang DP3, Kepala Bidang P21P, Kepala Seksi di Bidang DP3 dan Bidang P2IP, dan Fungsional Pemeriksa Pajak, yang dianggap memiliki pengetahuan yang memadai di bidang Transfer Pricing dan Perpajakan lnternasional, untuk melakukan pendampingan sebagaimana dimaksud pada butir i;
iii.
Tim Penanganan Transfer Pricing Kanwil DJP melakukan monitoring dan evaluasi terhadap progres/realisasi terkait penanganan Transfer Pricing di lingkungan Kanwil DJP;
iv.
dalam hal diperlukan dan berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil DJP, Tim Penanganan Transfer Pricing Kanwil DJP dapat bersinergi melakukan pendampingan bersama-sama dengan Gugus Tugas Penanganan Transfer Pricing DJP sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai pembentukan gugus tugas penanganan Transfer Pricing di lingkungan DJP dan perubahannya.
(f)
Kunjungan sebagaimana dimaksud huruf (d) butir ix, dapat tidak dilakukan dengan mempertimbangkan Laporan Hasil Kunjungan sebelumnya.
(g)
Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil Penelitian Komprehensif, terhadap Wajib Pajak Strategis dapat dilakukan pembahasan bersama yang melibatkan Fungsional Pemeriksa Pajak, Kepala Seksi lainnya, dan/atau pihak internal DJP yang dianggap relevan, tetapi tanggung jawab proses dan hasil penelitian tetap berada pada pegawai KPP yang melakukan pengawasan atas Wajib Pajak Strategis yang ditugaskan pada Wajib Pajak Strategis tersebut.
(h)
Hasil Penelitian Komprehensif sebagaimana dimaksud pada huruf (d) yang memuat pelaksanaan, simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (6), dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (7), angka (10), dan angka (11) dituangkan dalam KKPt dan LHPt yang ditandatangani oleh Kepala KPP, Supervisor, dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis.
(i)
LHPt disusun dalam Sistem Informasi Pengawasan dan disetujui paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pembahasan bersama sebagaimana dimaksud huruf (b). Jika dalam jangka waktu tersebut tidak dilakukan persetujuan, maka atas LHPt tersebut diekskalasi ke Kepala KPP untuk segera diputuskan.
(j)
Dalam hal saat akan dilakukan Penelitian Komprehensif, diketahui Wajib Pajak Strategis telah masuk dalam DSPP, sedang dilakukan pemeriksaan, atau telah dilakukan pemeriksaan, serta apabila pemeriksaan dilakukan atas seluruh jenis pajak, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
i.
apabila proses pemeriksaan dalam tahap pengusulan, maka penelitian ditunda sampai dengan terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan atau keputusan penolakan usul pemeriksaan;
ii.
apabila telah terbit Surat Perintah Pemeriksaan, terhadap Data dan/atau Keterangan dilakukan Penelitian Kepatuhan Material dengan simpulan LHPt berupa Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan, telah dilakukan pemeriksaan, sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, atau sedang dilakukan penyidikan serta ditindaklanjuti dengan penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (7).
(k)
Dalam hal saat akan dilakukan Penelitian Komprehensif, diketahui Wajib Pajak Strategis telah masuk dalam DSPP, sedang dilakukan pemeriksaan, atau telah dilakukan pemeriksaan, serta apabila pemeriksaan dilakukan atas satu atau beberapa jenis pajak, maka atas Wajib Pajak Strategis dilakukan tindak lanjut, sebagai berikut:
i.
apabila proses pemeriksaan dalam tahap pengusulan:
i)
jika belum dilakukan Penelitian Komprehensif, maka dilakukan Penelitian Komprehensif tetapi atas Data dan/atau Keterangan terkait jenis pajak dan Masa Pajak yang diusulkan atau sedang dilakukan pemeriksaan tidak disertakan dalam penghitungan estimasi potensi pajak;
ii)
jika telah dilakukan Penelitian Komprehensif, maka tidak dilakukan penelitian, dan atas Data dan/atau Keterangan terkait jenis pajak dan Masa Pajak yang diusulkan pemeriksaan ditindaklanjuti dengan penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (7);
ii.
apabila telah terbit Surat Perintah Pemeriksaan:
i)
jika belum dilakukan Penelitian Komprehensif, maka dilakukan Penelitian Komprehensif tetapi atas Data dan/atau Keterangan terkait jenis pajak dan Masa Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan tidak disertakan dalam penghitungan estimasi potensi pajak;
ii)
jika telah dilakukan Penelitian Komprehensif, maka tidak dilakukan penelitian, dan atas Data dan/atau Keterangan terkait jenis pajak dan Masa Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan ditindaklanjuti dengan penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (7).
(l)
Dalam hal diketahui bahwa pengusulan pemeriksaan pada huruf U) butir i tidak disetujui oleh Komite Kepatuhan KPP tetapi ditemukan indikasi ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, maka dilakukan Penelitian Komprehensif.
(m)
Dalam hal selama proses penelitian diketahui bahwa pengusulan pemeriksaan pada huruf (k) butir i butir i) tidak disetujui oleh Komite Kepatuhan KPP tetapi ditemukan indikasi ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, maka dilakukan Penelitian Komprehensif.
(n)
Penelitian Komprehensif dikecualikan atas usulan pemeriksaan rutin untuk Wajib Pajak Strategis dan dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan.
(o)
Usulan pemeriksaan rutin atas Wajib Pajak Strategis yang dikecualikan sebagaimana dimaksud huruf (n) adalah:
i.
Wajib Pajak dengan kriteria pemeriksaan Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D UU KUP atau Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
ii.
Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;
iii.
Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku, perubahan metode pembukuan, dan/atau penilaian kembali aktiva tetap; dan/atau
iv.
usulan pemeriksaan rutin lainnya sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan
(5)
Dalam hal ditemukan Wajib Pajak Strategis yang semula Wajib Pajak Lainnya dan/atau Wajib Pajak Strategis yang telah dilakukan penelitian satu atau beberapa jenis pajak di Tahun Pajak berjalan, maka dilakukan Penelitian Kepatuhan Material ulang secara komprehensif.
(6)
Penelitian Kepatuhan Material ulang secara komprehensif sebagaimana dimaksud pada angka (5) dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a)
terdapat kegiatan penelitian satu atau beberapa jenis pajak dan/atau satu atau beberapa Masa Pajak yang masih berlangsung;
(b)
dilakukan Penelitian Komprehensif atas seluruh jenis pajak, seluruh Masa Pajak dalam satu Tahun Pajak, dan seluruh data yang diperoleh.
(7)
Penelitian Kepatuhan Material Wajib Pajak Strategis dilaksanakan sesuai Tata Cara Pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material Wajib Pajak Strategis di Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf LL yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
(8)
Penugasan Supervisor dalam rangka Penelitian Kepatuhan Material Wajib Pajak Strategis dilaksanakan sesuai Tata Cara Penugasan Supervisor Dalam Rangka Kegiatan Penelitian Kepatuhan Material Wajib Pajak Strategis sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf MM yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c)
Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak Lainnya yang memiliki kontribusi penerimaan pajak besar
(1)
Penelitian Kepatuhan Material atas Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka angka 1 huruf ss angka 1) huruf b) yang memiliki kontribusi penerimaan pajak besar dapat dilakukan dengan Penelitian Menyeluruh.
(2)
Penelitian Menyeluruh sebagaimana dimaksud pada angka (1) tidak dilakukan dalam hal Wajib Pajak diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pemeriksaan Perusahaan Grup.
c.
Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan
1)
Penerbitan dan Penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan
a)
Dalam rangka Pengawasan, Kepala KPP berwenang melaksanakan P2DK dengan penerbitan SP2DK melalui Sistem Informasi Pengawasan dan ditandatangai oleh Kepala KPP.
b)
SP2DK disampaikan kepada Wajib Pajak dengan cara sebagai berikut:
(1)
dikirimkan melalui faksimili;
(2)
dikirimkan menggunakan jasa pos/kurir/ekspedisi dengan bukti pengiriman surat; dan/atau
(3)
diserahkan langsung kepada Wajib Pajak melalui Kunjungan atau pada saat Wajib Pajak datang ke KPP,
paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penerbitan SP2DK.
c)
SP2DK juga disampaikan secara elektronik melalui akun DJP Online milik Wajib Pajak apabila:
(1)
Wajib Pajak telah mengaktifkan akun DJP Online miliknya; dan
(2)
DJP Online telah mengakomodasi penyampaian SP2DK elektronik.
d)
Dalam hal Wajib Pajak tidak bersedia menerima SP2DK yang disampaikan kepadanya, Wajib Pajak dianggap tidak menyampaikan penjelasan .
e)
Kepala KPP berwenang melakukan pembatalan penerbitan SP2DK, dalam hal diketahui atau ditemukan kondisi sebagai berikut:
(1)
setelah SP2DK diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada Wajib Pajak, diketahui/ditemukan kesalahan penulisan dan/atau kesalahan perekaman/pemilihan yang bersifat administratif dan diakibatkan oleh kesalahan yang bersifat manusiawi (human error), seperti kesalahan NPWP, nama Wajib Pajak, jenis pajak, Masa Pajak/Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak, atau kesalahan administratif lainnya;
(2)
setelah SP2DK diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada Wajib Pajak, diketahui/ditemukan bahwa terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan/Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan/Surat Perintah Penyidikan atas jenis pajak dan Masa Pajak/Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak yang meliputi atau sama dengan jenis pajak dan Masa Pajak/Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak yang dilakukan kegiatan P2DK;
(3)
setelah SP2DK diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada Wajib Pajak, diketahui atau ditemukan Data dan/atau Keterangan dalam Sistem Informasi Pengawasan yang belum termasuk dalam KKPt dan LHPt yang menjadi dasar penerbitan SP2DK; dan/atau
(4)
setelah SP2DK diterbitkan dan disampaikan kepada Wajib Pajak, tetapi belum dilakukan penyusunan LHP2DK, diketahui atau ditemukan kesalahan penulisan dan/atau kesalahan perekaman/pemilihan yang bersifat administratif dan diakibatkan oleh kesalahan yang bersifat manusiawi (human error), seperti kesalahan NPWP, nama Wajib Pajak, jenis pajak, Masa Pajak/Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak, atau kesalahan administratif lainnya, yang diketahui atau ditemukan baik oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan maupun oleh Wajib Pajak, dan kesalahan tersebut dapat mengganggu pelaksanaan P2DK.
f)
Pembatalan penerbitan SP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf e) angka (4) ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Pelaksanaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP3 P2DK) kepada Wajib Pajak, yang memuat elemen data yang benar dari SP2DK yang telah dibatalkan sebagaimana dimaksud pada huruf e), termasuk Data dan/atau Keterangan yang hendak diklarifikasi.
g)
Dalam hal setelah SP2DK disampaikan kepada Wajib Pajak, tetapi belum dilakukan penyusunan LHP2DK, diketahui atau ditemukan kondisi bahwa terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan/Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan/Surat Perintah Penyidikan atas jenis pajak dan Masa Pajak/Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak yang meliputi atau sama dengan jenis pajak dan Masa Pajak/Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak yang dilakukan kegiatan P2DK, ditindaklanjuti dengan penyusunan LHP2DK.
h)
LHP2DK yang disusun sebagaimana dimaksud pada huruf g) berisi simpulan bahwa Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan dan rekomendasi tindak lanjut berupa penerusan Data dan/atau Keterangan kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan, Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Unit Pelaksana Penyidikan.
i)
Dalam hal setelah SP2DK disampaikan kepada Wajib Pajak, tetapi belum dilakukan penyusunan LHP2DK, diketahui atau ditemukan kondisi bahwa terdapat Data dan/atau Keterangan baru di dalam Sistem Informasi Pengawasan yang terkait dengan KKPt dan LHPt yang menjadi dasar penerbitan SP2DK, dapat ditindaklanjuti dengan penyusunan LHP2DK.
j)
LHP2DK yang disusun terkait kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf i) berisi simpulan bahwa terdapat Data dan/atau Keterangan dalam Sistem Informasi Pengawasan yang terkait dengan, tetapi belum termasuk dalam KKPt dan LHPt yang menjadi dasar penerbitan SP2DK dan rekomendasi tindak lanjut berupa Penelitian Kepatuhan Material ulang.
k)
Terhadap kegiatan P2DK yang masih berlangsung atas:
(1)
Wajib Pajak Strategis yang semula Wajib Pajak Lainnya; dan/atau
(2)
Wajib Pajak Strategis yang telah dilakukan penelitian satu atau beberapa jenis pajak di Tahun Pajak berjalan,
dilakukan Penelitian Kepatuhan Material ulang secara komprehensif.
I)
Penelitian Kepatuhan Material ulang secara komprehensif sebagaimana dimaksud pada huruf k) dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1)
dalam hal SP2DK telah diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada Wajib Pajak maka dilakukan pembatalan SP2DK; dan/atau
(2)
dalam hal SP2DK telah diterbitkan dan disampaikan kepada Wajib Pajak, tetapi belum dilakukan penyusunan LHP2DK maka ditindaklanjuti dengan penyusunan LHP2DK, dan dilakukan penerbitan SP3 P2DK kepada Wajib Pajak.
m)
Penerbitan dan penyampaian SP2DK dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf NN yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
n)
SP2DK disusun melalui Sistem Informasi Pengawasan sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf 00 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
o)
Pembatalan penerbitan SP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf e) dan huruf I) angka (1) dilaksanakan sesuai Tata Cara Pembatalan Penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf PP yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
p)
Pembatalan penerbitan SP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf e) dan huruf I) angka (1) dituangkan dalam Berita Acara Perubahan, yang disusun melalui Sistem Informasi Pengawasan sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf KK yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2)
Penerimaan Penjelasan dari Wajib Pajak
a)
Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasan atas SP2DK yang disampaikan kepadanya sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak:
(1)
tanggal SP2DK;
(2)
tanggal kirim SP2DK menggunakan faksimili/jasa pos/ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
(3)
tanggal penyerahan SP2DK secara langsung kepada Wajib Pajak.
b)
Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasan atas SP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf a) secara:
(1)
tatap muka langsung;
(2)
tatap muka melalui media audio visual; dan/atau
(3)
tertulis.
c)
Penyampaian penjelasan secara tatap muka langsung sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (1) dilaksanakan Wajib Pajak dengan datang langsung ke KPP atau dilaksanakan pada saat pelaksanaan Kunjungan, dan dilakukan antara Wajib Pajak dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan.
d)
Penyampaian penjelasan secara tatap muka melalui media audio visual sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (2) dilakukan antara Wajib Pajak dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan, dengan mempertimbangkan efektivitas, efisiensi, serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung.
e)
Penyampaian penjelasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (3) dapat berupa:
(1)
SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
(2)
surat yang disampaikan secara langsung ke KPP, dikirimkan melalui faksimili, atau dikirimkan melalui jasa pos/ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat;
(3)
penjelasan secara elektronik yang disampaikan melalui akun DJP Online; dan/atau
(4)
bentuk lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
f)
Penyampaian penjelasan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan huruf e) angka (3) dapat dilakukan apabila:
(1)
Wajib Pajak telah menerima SP2DK yang disampaikan secara elektronik melalui akun DJP Online miliknya; dan
(2)
DJP Online telah mampu mengakomodasi penyampaian penjelasan secara elektronik.
g)
Setiap penyampaian penjelasan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b) harus dituangkan dalam Berita Acara.
h)
Wajib Pajak dapat menyampaikan penjelasan lebih dari 1 (satu) kali, dengan memperhatikan jangka waktu penyampaian penjelasan sebagaimana disebutkan dalam SP2DK.
i)
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan penjelasan melewati jangka waktu penyampaian penjelasan sebagaimana disebutkan dalam SP2DK, Kepala KPP dapat menerima dan menggunakannya dalam pelaksanaan penelitian dalam rangka menentukan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut, dengan mempertimbangkan risiko kepatuhan, itikad baik, lokasi Wajib Pajak, efisiensi, efektivitas, dan jangka waktu pelaksanaan P2DK.
j)
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan penjelasan dalam jangka waktu penyampaian penjelasan sebagaimana disebutkan dalam SP2DK, dapat ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Kunjungan.
k)
Dalam hal setelah pelaksanaan Kunjungan sebagaimana dimaksud pada huruf j) terhadap Wajib Pajak orang pribadi, ditemukan/diketahui kondisi:
(1)
Wajib Pajak tidak ditemukan, tidak dikenal, dan/atau tidak diketahui keberadaannya, berdasarkan keterangan/pernyataan ketua lingkungan (RT/RW) setempat, pengelola gedung/kawasan, atau pihak berwenang lainnya;
(2)
Wajib Pajak telah meninggal dunia, yang didukung dengan bukti yang memadai, misalnya Surat Keterangan Kematian yang dikeluarkan secara resmi oleh Rumah Sakit/Rumah Duka/pihak berwenang; atau
(3)
Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya yang didukung dengan bukti yang memadai,
ditindaklanjuti dengan penyusunan LHP2DK.
I)
Dalam hal setelah pelaksanaan Kunjungan sebagaimana dimaksud pada huruf j) terhadap Wajib Pajak badan, ditemukan/diketahui kondisi:
(1)
Wajib Pajak tidak ditemukan dan, berdasarkan keterangan/pernyataan Ketua RT/RW setempat atau pengelola gedung/kawasan, tidak dikenal atau tidak diketahui keberadaannya; atau
(2)
Wajib Pajak tidak aktif atau telah dibubarkan dengan didukung bukti pendukung yang memadai, antara lain akta pembubaran yang telah dibuat/disahkan oleh pejabat yang berwenang,
dapat ditindaklanjuti dengan mengundang pengurus/direksi/pemegang saham/Wakil Wajib Pajak lainnya untuk menghadiri Pembahasan.
m)
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan penjelasan dalam jangka waktu penyampaian penjelasan sebagaimana disebutkan dalam SP2DK dan ditemukan/diketahui kondisi sebagai berikut:
(1)
Kunjungan sebagaimana dimaksud pada huruf j) tidak dapat dilakukan;
(2)
Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Kunjungan sebagaimana dimaksud pada huruf j); atau
(3)
Wajib Pajak tidak memberikan penjelasan saat dilakukan Kunjungan sebagaimana dimaksud pada huruf j),
dapat ditindaklanjuti dengan:
(1)
mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan; atau
(2)
menuangkan hal tersebut dalam Berita Acara dan menyusun LHP2DK;
n)
Berita Acara sebagaimana dimaksud pada huruf g) disusun melalui Sistem Informasi Pengawasan sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf QQ yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3)
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
a)
Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan melakukan penelitian atas penjelasan yang diterima dari Wajib Pajak dengan berdasarkan pada pengetahuan, keahlian, dan sikap profesional dalam rangka menentukan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
b)
Penelitian atas penjelasan yang diterima dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan dengan membandingkan dan meneliti unsur-unsur sebagai berikut:
(1)
hasil Penelitian Kepatuhan Material atas Data dan/atau Keterangan yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP;
(2)
penjelasan yang disampaikan Wajib Pajak beserta bukti atau dokumen pendukungnya;dan
(3)
pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan Wajib Pajak.
c)
Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dapat melakukan Kunjungan dalam rangka validasi atas penjelasan yang diterima dari Wajib Pajak.
d)
Dalam hal pelaksanaan penelitian atas penjelasan yang diterima dari Wajib Pajak ternyata belum dapat menghasilkan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut, Kepala KPP berwenang mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan.
e)
Penerimaan dan penelitian atas penjelasan yang diterima dari Wajib Pajak dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerimaan dan Penelitian Penjelasan Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf RR yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4)
Pembahasan dengan Wajib Pajak
a)
Kepala KPP mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf I), angka 2) huruf m), dan angka 3) huruf d) dengan menerbitkan Surat Undangan Pembahasan.
b)
Surat Undangan Pembahasan disampaikan kepada Wajib Pajak dengan cara sebagai berikut:
(1)
dikirimkan melalui faksimili;
(2)
dikirimkan menggunakan jasa pos/kurir/ekspedisi dengan bukti pengiriman surat; dan/atau
(3)
diserahkan langsung kepada Wajib Pajak melalui Kunjungan atau pada saat Wajib Pajak datang ke KPP.
c)
Surat Undangan Pembahasan juga disampaikan secara elektronik melalui akun DJP Online milik Wajib Pajak apabila:
(1)
Wajib Pajak telah mengaktifkan akun DJP Online miliknya; dan
(2)
DJP Online telah mampu mengakomodasi penyampaian Surat Undangan Pembahasan secara elektronik.
d)
Pembahasan dilakukan antara Wajib Pajak dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan secara:
(1)
tatap muka langsung; atau
(2)
tatap muka melalui media audio visual.
e)
Dalam hal diperlukan dalam pelaksanaan Pembahasan, Kepala KPP dapat melibatkan pegawai DJP lain yang dianggap relevan.
f)
Berdasarkan nota dinas penugasan Pengawasan Wajib Pajak Strategis kepada Supervisor sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3) huruf b) angka (4) huruf (a), Supervisor dapat melakukan supervisi melalui ikut berperan serta bersama pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dalam pembahasan dengan Wajib Pajak Strategis dan Kepala Seksi atasannya.
g)
Setiap penyelenggaraan Pembahasan dituangkan dalam Berita Acara.
h)
Pembahasan dapat dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali dengan menerbitkan Surat Undangan Pembahasan baru atau berdasarkan kesepakatan bersama Wajib Pajak yang tertuang dalam Berita Acara, dengan tetap memperhatikan jangka waktu penyelesaian P2DK.
i)
Dalam hal ditemui kondisi sebagai berikut:
(1)
Wajib Pajak tidak bersedia menerima Surat Undangan Pembahasan yang disampaikan kepadanya; atau
(2)
Pembahasan tidak dapat dilakukan, baik secara tatap muka langsung maupun secara tatap muka melalui media audio visual,
Wajib Pajak dianggap tidak menghadiri Pembahasan dan ketidakhadiran tersebut dituangkan dalam Berita Acara.
j)
Pembahasan dilaksanakan sesuai Tata Cara Pembahasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf SS yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
k)
Surat Undangan Pembahasan diterbitkan melalui Sistem Informasi Pengawasan sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf TT yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5)
Penyusunan Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK)
a)
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan P2DK sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 4), dilakukan penelitian berdasarkan pengetahuan, keahlian, dan sikap profesional dalam rangka menentukan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
b)
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a), dapat dihasilkan simpulan sebagai berikut:
(1)
tidak ditemukan adanya indikasi dan modus ketidakpatuhan;
(2)
Wajib Pajak tidak ditemukan;
(3)
Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia, Wajib Pajak orang pribadi akan atau telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau Wajib Pajak badan telah dibubarkan;
(4)
Wajib Pajak tidak memberikan penjelasan atas SP2DK;
(5)
Wajib Pajak menyampaikan penjelasan yang tidak sesuai hasil penelitian dan/atau tidak bersedia melakukan penyampaian/pembetulan SPT sesuai hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a);
(6)
Wajib Pajak menyampaikan penjelasan yang sesuai hasil penelitian dan/atau bersedia melakukan penyampaian/pembetulan SPT sesuai hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a);
(7)
Wajib Pajak menyampaikan penjelasan yang perlu untuk dilakukan validasi/konfirmasi atas kebenaran/keakuratannya melalui kegiatan penilaian untuk tujuan perpajakan;
(8)
Wajib Pajak memiliki data dan/atau status yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
(9)
Wajib Pajak terindikasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan terkait layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima atau dimilikinya;
(10)
ditemukan adanya kesalahan dalam produk hukum berupa kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
(11)
Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan, telah dilakukan pemeriksaan, sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, atau sedang dilakukan penyidikan;
(12)
terdapat Data dan/atau Keterangan baru dalam Sistem Informasi Pengawasan yang terkait dengan KKPt dan LHPt yang menjadi dasar penerbitan SP2DK;
(13)
Wajib Pajak terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan;
(14)
Wajib Pajak yang semula merupakan Wajib Pajak Lainnya telah ditetapkan menjadi Wajib Pajak Strategis dan/atau Wajib Pajak Strategis telah dilakukan penelitian satu atau beberapa jenis pajak di Tahun Pajak berjalan dan SP2DK yang diterbitkan tidak didasarkan pada pelaksanaan Penelitian Komprehensif; dan/atau
(15)
simpulan lainnya.
c)
Berdasarkan simpulan sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dapat direkomendasikan tindak lanjut sebagai berikut:
(1)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (1), direkomendasikan untuk dinyatakan kegiatan P2DK telah selesai melalui penerbitan SP3 P2DK;
(2)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (2), dapat direkomendasikan:
(a)
pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen;
(b)
perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
(c)
perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan secara jabatan;
(3)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (3), angka (4), dan angka (5), direkomendasikan pengusulan pemeriksaan;
(4)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (6), direkomendasikan pengawasan penyampaian atau pembetulan SPT;
(5)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (7), direkomendasikan pengusulan penilaian untuk tujuan perpajakan;
(6)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (8), direkomendasikan pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan;
(7)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (9), direkomendasikan pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan secara jabatan;
(8)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (10), direkomendasikan pengusulan pembetulan produk hukum secara jabatan;
(9)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (11), direkomendasikan untuk dilakukan penerusan Data dan/atau Keterangan kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan, Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Unit Pelaksana Penyidikan;
(10)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (12), direkomendasikan pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material ulang;
(11)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (13), direkomendasikan pengusulan pemeriksaan bukti permulaan;
(12)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (14), direkomendasikan Penelitian Kepatuhan Material ulang secara komprehensif; dan/atau
(13)
terhadap simpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (15), direkomendasikan tindak lanjut lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
d)
Yang dimaksud dengan indikasi tindak pidana perpajakan yaitu indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut dan penerbit dan/atau pengguna Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
e)
Kepala KPP berwenang untuk memutuskan tindak lanjut kegiatan P2DK dengan memperhatikan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada huruf b) dan huruf c).
f)
Pelaksanaan kegiatan P2DK, simpulan dan rekomendasi tindak lanjut, serta keputusan Kepala KPP dituangkan dalam sebuah LHP2DK yang disusun melalui Sistem Informasi Pengawasan dan ditandatangani oleh Kepala KPP dan pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan terhadap Wajib Pajak Strategis.
g)
Penyusunan LHP2DK diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal penyampaian SP2DK.
h)
Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP, penyelesaian penyusunan LHP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf g) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
i)
Tindak lanjut berupa pengawasan penyampaian atau pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada huruf c) angka (4), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1)
Wajib Pajak diberikan jangka waktu penyampaian atau pembetulan SPT paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penyelesaian LHP2DK;
(2)
Kepala KPP dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian atau pembetulan SPT dengan mempertimbangkan risiko kepatuhan, itikad baik, dan kondisi keuangan Wajib Pajak;
(3)
jangka waktu perpanjangan yang diberikan dan pertimbangan yang melandasi pemberian perpanjangan sebagaimana dimaksud pada angka (2) dinyatakan dalam LHP2DK;
(4)
dalam hal Wajib Pajak menyampaikan atau membetulkan SPT sesuai LHP2DK dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (1) atau angka (2), ditindaklanjuti dengan penerbitan SP3 P2DK;
(5)
dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan atau membetulkan SPT sesuai LHP2DK dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (1) atau angka (2), dapat ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan.
j)
Tindak lanjut berupa penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf c) angka (9) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
(1)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan meneruskan Data dan/atau Keterangan melalui Sistem Informasi Pengawasan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Pemeriksaan dan/atau Sistem Informasi Penegakan Hukum;
(2)
dalam hal mekanisme sebagaimana dimaksud pada angka (1) belum dapat terakomodasi, penerusan Data dan/atau Keterangan dilaksanakan dengan penyampaian nota dinas penerusan data dan/atau keterangan dari Kepala KPP kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan, Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Unit Pelaksana Penyidikan;
(3)
penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka (1) atau angka (2), ditindaklanjuti dengan penerbitan SP3 P2DK.
k)
Tindak lanjut berupa pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material ulang sebagaimana dimaksud pada huruf c) angka (10) dilaksanakan setelah pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan memberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penerbitan SP3 P2DK.
I)
Kepala KPP berwenang melakukan perubahan LHP2DK, dalam hal setelah penyelesaian LHP2DK diketahui atau ditemukan kondisi sebagai berikut:
(1)
terdapat kesalahan penulisan yang bersifat administratif, kesalahan perekaman/pemilihan (input) dan/atau kesalahan pengunggahan (upload) dokumen yang diakibatkan oleh kesalahan yang bersifat manusiawi (human error);
(2)
terdapat Wajib Pajak yang tidak menyampaikan atau membetulkan SPT sesuai LHP2DK sebagaimana dimaksud pada huruf i) angka (5); atau
(3)
terdapat pertimbangan Kepala KPP bahwa perlu untuk melakukan perubahan LHP2DK.
m)
Penyusunan LHP2DK dilaksanakan sesuai Tata Cara Penyusunan Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf UU yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
n)
LHP2DK disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf W yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
o)
Perubahan LHP2DK dituangkan dalam Berita Acara Perubahan dan dilaksanakan sesuai Tata Cara Perubahan LHP2DK sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf WW yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d.
Kunjungan Kepada Wajib Pajak
Kunjungan dapat dilaksanakan dengan tujuan, antara lain:
1)
melaksanakan penelitian atas pemenuhan kewajiban formal terkait layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima atau dimiliki oleh Wajib Pajak;
2)
melaksanakan pembinaan berupa bimbingan, imbauan, penyuluhan, dan/atau pemberian konsultasi kepada Wajib Pajak,
3)
melaksanakan kegiatan Penelitian Kepatuhan Material;
4)
melaksanakan kegiatan P2DK;
5)
melaksanakan Validasi terkait kesesuaian antara data dan/atau status Wajib Pajak menurut administrasi DJP dengan kondisi sebenarnya; dan/atau
6)
melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Kepala KPP.
Kunjungan terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu Persiapan Kunjungan, Pelaksanaan Kunjungan, dan Penyusunan LHK.
1)
Persiapan Kunjungan
Pegawai KPP yang akan melaksanakan Kunjungan melakukan persiapan sebagai berikut:
a)
mempelajari data dan/atau informasi yang terdapat dalam Sistem Informasi Pengawasan dan sistem informasi milik DJP lainnya dalam rangka memperoleh pemahaman yang memadai atas profil Wajib Pajak;
b)
mempersiapkan surat tugas, dengan ketentuan bahwa 1 (satu) surat tugas disusun untuk Kunjungan terhadap 1 (satu) Wajib Pajak;
c)
mempersiapkan tanda pengenal, data/informasi yang relevan, formulir Berita Acara, formulir Pengumpulan Data/aplikasi DJP Digital Maps sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara kegiatan pengumpulan data lapangan dan penjaminan kualitas data dalam rangka perluasan basis data, serta sarana dan prasarana pendukung lainnya yang diperlukan;
d)
dalam hal diperlukan, dapat melakukan koordinasi dengan Wajib Pajak dan/atau pihak terkait; dan
e)
persiapan Kunjungan lainnya.
2)
Pelaksanaan Kunjungan
Setelah Persiapan Kunjungan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Pegawai KPP melaksanakan Kunjungan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
Kunjungan dilaksanakan pada hari dan jam kerja sebagaimana tercantum dalam ketentuan mengenai hari dan jam kerja pegawai Kementerian Keuangan dengan menggunakan pakaian kerja sebagaimana tercantum dalam ketentuan mengenai pakaian kerja pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
b)
berdasarkan pertimbangan Kepala KPP, Kunjungan dapat dilaksanakan di luar hari dan jam kerja sebagaimana tercantum dalam ketentuan mengenai hari dan jam kerja pegawai Kementerian Keuangan dan menggunakan pakaian selain pakaian kerja sebagaimana tercantum dalam ketentuan mengenai pakaian kerja pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
c)
pegawai KPP yang melaksanakan Kunjungan melengkapi diri dengan tanda pengenal, surat tugas Kunjungan, dan dokumen relevan lainnya;
d)
pegawai KPP yang melaksanakan Kunjungan menunjukkan tanda pengenal dan surat tugas Kunjungan, serta menjelaskan tujuan Kunjungan kepada Wajib Pajak;
e)
pegawai KPP yang melaksanakan Kunjungan dapat melakukan pengambilan gambar, perekaman audio, dan/atau, perekaman audio visual, dengan terlebih dahulu memberitahukannya kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak tidak menyatakan penolakan/keberatan;
f)
pegawai KPP yang melaksanakan Kunjungan juga melakukan pengamatan terhadap kondisi sekitar Wajib Pajak, dalam rangka melakukan pengawasan berbasis kewilayahan serta melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan Berbasis Penugasan Lapangan Lainnya sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara kegiatan pengumpulan data lapangan dan penjaminan kualitas data dalam rangka perluasan basis data;
g)
dalam hal Wajib Pajak tidak bersedia untuk dilakukan Kunjungan, kondisi tersebut dinyatakan dalam LHK.
3)
Penyusunan Laporan Hasil Kunjungan (LHK)
a)
Berdasarkan pelaksanaan Kunjungan sebagaimana dimaksud pada angka 2), dapat ditentukan temuan sebagai berikut:
(1)
tidak ada temuan;
(2)
Wajib Pajak tidak ditemukan;
(3)
Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia, Wajib Pajak orang pribadi akan atau telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau Wajib Pajak badan telah dibubarkan;
(4)
Wajib Pajak tidak bersedia untuk dilakukan Kunjungan;
(5)
Wajib Pajak tidak bersedia memberikan penjelasan atas permintaan penjelasan atas Data dan/atau Keterangan;
(6)
terdapat indikasi pelanggaran terhadap ketentuan terkait layanan atau fasilitas perpajakan yang diterima atau dimiliki oleh Wajib Pajak;
(7)
terdapat ketidaksesuaian antara data atau status Wajib Pajak menurut administrasi DJP dengan kondisi sebenarnya;
(8)
Wajib Pajak terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan; dan/atau
(9)
terdapat temuan lainnya.
b)
Berdasarkan temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a), dapat direkomendasikan tindak lanjut sebagai berikut:
(1)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (1) direkomendasikan untuk tidak ditindaklanjuti;
(2)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (2) dapat direkomendasikan:
(a)
pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan, dan/atau
(b)
perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan secara jabatan;
(3)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (3), angka (4), dan angka (5), direkomendasikan pengusulan pemeriksaan;
(4)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (6), direkomendasikan pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan secara jabatan;
(5)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (7), direkomendasikan pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan;
(6)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (8), direkomendasikan pengusulan pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
(7)
terhadap temuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (9), direkomendasikan tindak lanjut lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c)
Yang dimaksud dengan indikasi tindak pidana perpajakan yaitu indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut dan penerbit dan/atau pengguna Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
d)
Kepala KPP berwenang untuk memutuskan tindak lanjut dengan memperhatikan temuan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
e)
Persiapan Kunjungan, pelaksanaan Kunjungan, temuan dan rekomendasi tindak lanjut, serta keputusan Kepala KPP dituangkan dalam LHK yang disusun melalui Sistem Informasi Pengawasan.
f)
Penyusunan LHK sebagaimana dimaksud pada huruf e) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan Kunjungan.
g)
Kunjungan dilaksanakan sesuai Tata Cara Kunjungan Kepada Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf XX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
h)
LHK sebagaimana dimaksud pada huruf e) disusun sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf YY yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5.
Tindak Lanjut Pengawasan Wajib Pajak
a.
Pengusulan Pemeriksaan
1)
Pengusulan pemeriksaan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan:
a)
Penelitian Kepatuhan Formal yang menghasilkan Dafnom Wajib Pajak untuk Diusulkan Pemeriksaan Tujuan Lain dalam rangka pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 6) huruf b);
b)
Penelitian Kepatuhan Material di KPP yang menghasilkan simpulan ditemukan indikasi ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b angka 3) huruf a) angka (11) huruf (b);
c)
P2DK sebagaimana dimaksud pada:
(1)
angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (3), dengan simpulan berupa:
(a)
Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia atau akan/telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau Wajib Pajak badan telah dibubarkan;
(b)
Wajib Pajak tidak memberikan penjelasan atas SP2DK;
(c)
Wajib Pajak menyampaikan penjelasan yang tidak sesuai hasil penelitian dan/atau tidak bersedia melakukan penyampaian/pembetulan SPT sesuai hasil penelitian;
(2)
angka 4 huruf c angka 5) huruf i) angka (5), yaitu Wajib Pajak tidak menyampaikan atau membetulkan SPT sesuai LHP2DK dalam jangka waktu yang ditentukan; dan
d)
Kunjungan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf d angka 3) huruf b) angka (3), dengan temuan:
(1)
Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia, Wajib Pajak orang pribadi akan atau telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau Wajib Pajak badan telah dibubarkan;
(2)
Wajib Pajak tidak bersedia untuk dilakukan Kunjungan;
(3)
Wajib Pajak tidak bersedia memberikan penjelasan atas permintaan penjelasan atas Data dan/atau Keterangan.
2)
Pengusulan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat berupa:
a)
pengusulan pemeriksaan tujuan lain;
b)
pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan data konkret;
c)
pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak; dan/atau
d)
pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi seluruh jenis pajak (all taxes).
3)
Pengusulan pemeriksaan tujuan lain sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf a) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
pemeriksaan tujuan lain dapat dilakukan dalam rangka penghapusan NPWP secara jabatan, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, permintaan keterangan kepada pihak lain, atau tujuan lainnya;
b)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan menyusun nota dinas pengusulan pemeriksaan tujuan lain dan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang Diusulkan Pemeriksaan Tujuan Lain, lalu menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penyelesaian Penelitian Kepatuhan Formal, Penelitian Kepatuhan Material, P2DK, atau Kunjungan;
c)
Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan menindaklanjuti nota dinas dan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang Diusulkan Pemeriksaan Tujuan Lain sebagaimana dimaksud pada huruf b) sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan.
4)
Pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan data konkret sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf b) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan melakukan pembahasan atas pengusulan pemeriksaan berdasarkan data konkret dengan Kepala KPP dan Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyelesaian kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1);
b)
terhadap Wajib Pajak Strategis:
(1)
untuk Tahun Pajak berjalan dapat diusulkan pemeriksaan atas Data Konkret setelah dilakukan penelitian satu atau beberapa jenis pajak dan/atau satu atau beberapa Masa Pajak dan kegiatan P2DK selesai; dan
(2)
untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan dapat diusulkan pemeriksaan atas Data Konkret setelah dilakukan Penelitian Komprehensif dan kegiatan P2DK selesai;
c)
hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat berupa:
(1)
data konkret disetujui untuk diperiksa melalui pemeriksaan khusus berdasarkan data konkret;
(2)
data konkret akan diperiksa melalui pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko; atau
(3)
data konkret akan ditindaklanjuti dengan kegiatan P2DK;
d)
Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan menuangkan pelaksanaan dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf c) ke dalam Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data konkret, lalu menyampaikannya kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak pelaksanaan pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf a);
e)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan menindaklanjuti Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data Konkret sebagaimana dimaksud pada huruf d) dengan ketentuan berikut:
(1)
hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c) angka (1) ditindaklanjuti dengan penyusunan nota dinas pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan data konkret dan Lembar Analisis Data Konkret, lalu menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyampaian Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data konkret;
(2)
hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c) angka (2) ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko;
(3)
hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c) angka (3) ditindaklanjuti dengan penerbitan SP2DK paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penyampaian Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data konkret;
f)
Lembar Analisis Data Konkret sebagaimana dimaksud pada huruf e) angka (1), antara lain berisi uraian mengenai kegiatan Pengawasan yang telah dilakukan kepada Wajib Pajak terkait data konkret tersebut, uraian eksistensi Wajib Pajak, serta uraian potensi atas data konkret;
g)
Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data konkret sebagaimana dimaksud pada huruf d) dan Lembar Analisis Data Konkret sebagaimana dimaksud pada huruf e) angka (1) dibuat menggunakan formulir sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan;
h)
Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan menindaklanjuti nota dinas dan Lembar Analisis Data Konkret sebagaimana dimaksud pada huruf e) angka (1) sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan.
5)
Pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan mengusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak dengan menyusun Analisis Risiko;
b)
terhadap Wajib Pajak Strategis:
(1)
untuk Tahun Pajak berjalan tidak dapat diusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak; dan
(2)
untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan dapat diusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak setelah dilakukan Penelitian Komprehensif dan kegiatan P2DK selesai;
c)
dalam hal pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak merupakan tindak lanjut Penelitian Kepatuhan Material atau Kunjungan, Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf a) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyelesaian LHPt atau LHK;
d)
dalam hal pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak merupakan tindak lanjut hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf e) angka (2), Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf a) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyampaian Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data konkret;
e)
dalam hal pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak merupakan tindak lanjut kegiatan P2DK, LHP2DK yang dilengkapi dengan KKPt dan LHPt dipersamakan dengan Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf a);
f)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan menyusun dan menyampaikan nota dinas pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan dilampiri Analisis Risiko kepada Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penyelesaian Analisis Risiko tersebut;
g)
Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan menindaklanjuti nota dinas dan Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf f) sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan.
6)
Pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko meliputi seluruh jenis pajak (all taxes) sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf d) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan melaksanakan pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes dengan menyusun Kertas Kerja Analisis sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan;
b)
terhadap Wajib Pajak Strategis:
(1)
untuk Tahun Pajak berjalan tidak dapat diusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes; dan
(2)
untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan dapat diusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes setelah dilakukan Penelitian Komprehensif dan kegiatan P2DK selesai;
c)
dalam hal pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes merupakan tindak lanjut Penelitian Kepatuhan Material atau Kunjungan, Kertas Kerja Analisis sebagaimana dimaksud pada huruf a) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyelesaian LHPt atau LHK;
d)
dalam hal pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes merupakan tindak lanjut hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf e) angka (2), Kertas Kerja Analisis sebagaimana dimaksud pada huruf a) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyampaian Berita Acara Pembahasan Usulan Pemeriksaan Khusus Berdasarkan Data konkret;
e)
dalam hal pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes merupakan tindak lanjut atas kegiatan P2DK, LHP2DK yang dilengkapi dengan KKPt dan LHPt dipersamakan dengan Kertas Kerja Analisis sebagaimana dimaksud pada huruf a);
f)
pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan menyusun dan menyampaikan nota dinas pengusulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko all taxes dan dilampiri Kertas Kerja Analisis kepada Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penyelesaian Kertas Kerja Analisis tersebut;
g)
Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan menindaklanjuti nota dinas dan Kertas Kerja Analisis sebagaimana dimaksud pada huruf f) dengan memasukkan Wajib Pajak dalam Kertas Kerja Analisis tersebut ke dalam usulan DSPP periode berikutnya untuk dibahas oleh Komite Kepatuhan KPP sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan;
h)
usulan DSPP sebagaimana dimaksud pada huruf g) atas Wajib Pajak Strategis tidak dilakukan pembahasan oleh Komite Kepatuhan KPP sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai kebijakan pemeriksaan.
7)
Pengusulan pemeriksaan khusus terhadap Wajib Strategis sebagaimana dimaksud angka 2) huruf b), c) dan d) dapat dilakukan tanpa didahului Penelitian Komprehensif dan kegiatan P2DK, atas:
a)
pemeriksaan oleh satuan tugas pemeriksaan bersama antara DJP, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Hal ini dikarenakan pemeriksaan dilakukan terhadap seluruh populasi Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi (WP K3S Migas) untuk menentukan bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor dan PPh Minyak dan Gas Bumi, serta pengaturan mengenai pemeriksaannya diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah mengenai biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan Pajak Penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama atas pelaksanaan kontrak kerja sama berbentuk kontrak bagi hasil dengan pengembalian biaya operasi di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi;
b)
pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Joint Audit DJP, DJBC, DJA dan instansi terkait lain;
c)
pemeriksaan atas hasil rekomendasi Tim Audit Internal maupun Eksternal, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Komite Pengawas Perpajakan;
d)
pemeriksaan atas Perusahaan Grup sesuai dengan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pemeriksaan Perusahaan Grup; atau
e)
pemeriksaan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam nota dinas Direktur Jenderal Pajak.
8)
Dalam hal pengusulan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dikembalikan kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan, antara lain dikarenakan terdapat kesalahan penulisan dan/atau kekuranglengkapan informasi/keterangan, pengusulan tersebut dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan.
9)
Pengusulan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dapat dilakukan melalui Sistem Informasi Pengawasan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Pemeriksaan, dalam hal Sistem Informasi Pengawasan telah mampu mengakomodasi mekanisme pengusulan tersebut.
b.
Pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan
1)
Pengusulan pemeriksaan bukti permulaan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan:
a)
Penelitian Kepatuhan Material di Kantor Pusat DJP, dengan simpulan terdapat modus ketidakpatuhan, estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, dan indikasi tindak pidana perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b angka 1) huruf a) angka (5);
b)
Penelitian Kepatuhan Material di Kanwil DJP, dengan simpulan terdapat modus ketidakpatuhan, estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, dan indikasi tindak pidana perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b angka 2) huruf a) angka (5);
c)
Penelitian Kepatuhan Material di KPP, dengan simpulan terdapat indikasi ketidakpatuhan dan estimasi potensi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b angka 3) huruf a) angka (11) huruf (c);
d)
P2DK, dengan simpulan Wajib Pajak terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (11); dan
e)
Kunjungan, dengan temuan Wajib Pajak terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf d angka 3) huruf b) angka (6).
2)
Pengusulan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf c), dan d) terhadap Wajib Pajak Strategis dilakukan setelah Penelitian komprehensif dan kegiatan P2DK selesai.
3)
Pengusulan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan dengan membuat notadinas pengiriman pengusulan pemeriksaan bukti permulaan lalu menyampaikannya kepada:
a)
Direktur yang memiliki tugas dan fungsi menindaklanjuti pengusulan pemeriksaan bukti permulaan, dalam hal pengusulan tersebut disampaikan oleh Direktur DIP;
b)
Kepala Kanwil DJP, dalam hal pengusulan pemeriksaan bukti permulaan disampaikan oleh kepala bidang di lingkungan Kanwil DJP dan Kepala KPP.
4)
Terhadap usulan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 3), Direktur yang memiliki tugas dan fungsi menindaklanjuti pengusulan pemeriksaan bukti permulaan atau Kepala Kanwil DJP melakukan penelaahan.
5)
Penelaahan sebagaimana dimaksud pada angka 4) dilakukan untuk menentukan tindak lanjut atas pengusulan bukti permulaan.
6)
Nota dinas pengiriman pengusulan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 3), antara lain berisi uraian mengenai kegiatan Pengawasan yang telah dilakukan kepada Wajib Pajak, indikasi ketidakpatuhan/indikasi tindak pidana perpajakan, estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak/estimasi potensi kerugian negara, dan informasi relevan lainnya.
7)
Nota dinas pengiriman pengusulan pemeriksaan bukti permulaan disampaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyelesaian penyelesaian kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1).
8)
Nota dinas pengiriman pengusulan pemeriksaan bukti permulaan ditindaklanjuti sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
9)
Dalam hal pengusulan pemeriksaan bukti permulaan dikembalikan kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan, antara lain dikarenakan terdapat kesalahan penulisan dan/atau kekuranglengkapan informasi/keterangan, pengusulan tersebut dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan.
10)
Pengusulan pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan melalui Sistem Informasi Pengawasan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Intelijen, dalam hal Sistem Informasi Pengawasan telah mampu mengakomodasi mekanisme pengusulan tersebut.
c.
Pengusulan Kegiatan Pengamatan dan/atau Operasi Intelijen
1)
Pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan P2DK dengan simpulan Wajib Pajak tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (2) huruf (a).
2)
Pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan dengan pengiriman nota dinas pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen oleh Kepala KPP kepada Kepala Kanwil DJP, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyelesaian LHP2DK.
3)
Nota dinas pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen sebagaimana dimaksud pada angka 2), antara lain berisi uraian mengenai kegiatan Pengawasan yang telah dilakukan kepada Wajib Pajak, indikasi ketidakpatuhan, estimasi potensi kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak, dan informasi relevan lainnya.
4)
Nota dinas pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen sebagaimana dimaksud pada angka 2) ditindaklanjuti sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dan pengamatan.
5)
Dalam hal pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikembalikan kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan, antara lain dikarenakan terdapat kesalahan penulisan dan/atau kekuranglengkapan informasi/keterangan, pengusulan tersebut dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan.
6)
Pengusulan kegiatan pengamatan dan/atau operasi intelijen sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengawasan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Intelijen, dalam hal Sistem Informasi Pengawasan telah mampu mengakomodasi mekanisme pengusulan tersebut.
d.
Pengusulan Penilaian Untuk Tujuan Perpajakan
1)
Pengusulan penilaian untuk tujuan perpajakan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan P2DK dengan simpulan bahwa penjelasan Wajib Pajak perlu dilakukan validasi/konfirmasi atas kebenaran/keakuratannya melalui kegiatan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (5).
2)
Pengusulan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan dengan penyampaian nota dinas permintaan bantuan penilaian oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan kepada Kepala KPP.
3)
Nota dinas permintaan bantuan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 2) berisi latar belakang perlunya dilakukan penilaian, tujuan penilaian, data objek penilaian, dan informasi relevan lainnya.
4)
Kepala KPP menindaklanjuti nota dinas permintaan bantuan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 2) sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai prosedur pelaksanaan penilaian untuk tujuan perpajakan.
5)
Dalam hal pengusulan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikembalikan kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan, antara lain dikarenakan terdapat kesalahan penulisan dan/atau kekuranglengkapan informasi/keterangan, pengusulan tersebut dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan.
6)
Laporan Penilaian, sebagai hasil pelaksanaan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 4), disampaikan kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 2) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Laporan Penilaian tersebut diselesaikan.
7)
Laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 6) diperlakukan sebagai Data dan/atau Keterangan dan ditindaklanjuti terlebih dahulu dengan kegiatan pembangunan data sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan siklus pengelolaan data.
e.
Pengusulan Perubahan Data dan/atau Status Wajib Pajak Secara Jabatan
1)
Pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan:
a)
P2DK sebagaimana dimaksud pada:
(1)
angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (2) huruf (b), dengan simpulan Wajib Pajak tidak ditemukan; dan
(2)
angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (6), dengan simpulan Wajib Pajak memiliki data dan/atau status yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
b)
Kunjungan sebagaimana dimaksud pada;
(1)
angka 4 huruf d angka 3) huruf b) angka (2) huruf (a), dengan temuan Wajib Pajak tidak ditemukan; dan
(2)
angka 4 huruf d angka 3) huruf b) angka (5), dengan temuan terdapat ketidaksesuaian antara data atau status Wajib Pajak menurut administrasi DJP dengan kondisi sebenarnya.
2)
Pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1), antara lain dapat berupa pengusulan:
a)
perubahan data Wajib Pajak, termasuk nama, alamat, Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), alamat surel, nomor telepon, dan data Wajib Pajak lainnya;
b)
penonaktifan sementara (suspend) akun Pengusaha Kena Pajak;
c)
pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar;
d)
penetapan dan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif;
e)
pembatalan pencabutan pengukuhan PKP dan penghapusan NPWP;
f)
aktivasi sementara Wajib Pajak hapus;
g)
penetapan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak; dan
h)
perubahan data dan/atau status Wajib Pajak lainnya.
3)
Pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, sertifikat elektronik, dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
4)
Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan melakukan pemantauan atas penyelesaian pengusulan perubahan data dan/atau status Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) lalu dapat menindaklanjuti penyelesaian tersebut dengan tindakan, antara lain berupa:
a)
pengusulan pemeriksaan;
b)
pengusulan pemeriksaan bukti permulaan;
c)
pengusulan kegiatan pengamatan atau/atau operasi intelijen;
d)
pengusulan penilaian;
e)
pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan secara jabatan;
f)
pemberitahuan kepada Wajib Pajak; dan/atau
g)
pengusulan pembetulan produk hukum secara jabatan.
f.
Pengusulan Perubahan Administrasi Layanan dan/atau Fasilitas Perpajakan Wajib Pajak Secara Jabatan
1)
Pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan Wajib Pajak secara jabatan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut:
a)
Penelitian Kepatuhan Formal yang menghasilkan Dafnom Wajib Pajak yang Diusulkan Perubahan Administrasi Layanan dan/atau Fasilitas Perpajakan Wajib Pajak Secara Jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 6) huruf e);
b)
P2DK sebagaimana dimaksud pada:
(1)
angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (2) huruf (c), dengan simpulan Wajib Pajak tidak ditemukan; dan
(2)
angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (7), dengan simpulan Wajib Pajak terindikasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan terkait layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima atau dimilikinya;
c)
Kunjungan sebagaimana dimaksud pada:
(1)
angka 4 huruf d angka 3) huruf b) angka (2) huruf (b), dengan temuan Wajib Pajak tidak ditemukan; dan
(2)
angka 4 huruf d angka 3) huruf b) angka (4), dengan temuan terdapat indikasi pelanggaran terhadap ketentuan terkait layanan atau fasilitas perpajakan yang diterima atau dimiliki oleh Wajib Pajak.
2)
Pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1), antara lain dapat berupa pengusulan:
a)
pencabutan Surat Keterangan Bebas (SKB) pemotongan/pemungutan pajak;
b)
pencabutan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD);
c)
pencabutan penetapan daerah terpencil;
d)
peninjauan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement);
e)
pencabutan insentif Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP); dan
f)
perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan lainnya.
3)
Pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur layanan dan/atau fasilitas perpajakan tersebut.
4)
Pegawai DJP yang menindaklanjuti pengusulan sebagaimana dimaksud pada angka 3) menginformasikan penyelesaian pengusulan tersebut kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan paling lama 1O (sepuluh) hari kerja sejak tidak lanjut tersebut selesai dilaksanakan.
5)
Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dapat menindaklanjuti informasi sebagaimana dimaksud pada angka 4) dengan tindakan, antara lain berupa:
a)
pengusulan pemeriksaan;
b)
pengusulan pemeriksaan bukti permulaan;
c)
pengusulan kegiatan pengamatan atau operasi intelijen;
d)
pengusulan penilaian;
e)
pengusulan perubahan data/status Wajib Pajak secara jabatan;
f)
pemberitahuan kepada Wajib Pajak; dan/atau
g)
pengusulan pembetulan produk hukum secara jabatan.
g.
Pemberitahuan Kepada Wajib Pajak
1)
Pemberitahuan kepada Wajib Pajak, antara lain dapat berupa:
a)
penerbitan Surat Imbauan;
b)
penerbitan Surat Keputusan Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak berjalan;
c)
penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP);
d)
penerbitan Surat Teguran;
e)
penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Pelaksanaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP3 P2DK); dan
f)
pemberitahuan lainnya.
2)
Penerbitan Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
Penerbitan Surat Imbauan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan Penelitian Kepatuhan Formal yang menghasilkan Dafnom Wajib Pajak yang Diterbitkan Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 6) huruf a) dan dalam rangka pembinaan dalam hal diketahui atau diperoleh data/informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang akan dimiliki Wajib Pajak di masa mendatang sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 7);
b)
Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf a), antara lain berupa:
(1)
Surat Imbauan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
(2)
Surat Imbauan untuk memenuhi kewajiban angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, antara lain:
(a)
imbauan untuk melakukan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana tercantum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
(b)
imbauan untuk melakukan pembayaran atas kekurangan angsuran pajak dalam tahun berjalan sesuai dengan SPT yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak;
(c)
imbauan untuk melakukan pembayaran atas kekurangan angsuran pajak dalam tahun berjalan karena hal-hal tertentu sebagai berikut:
i.
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
ii.
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
iii.
Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran pajak dalam tahun berjalan lebih besar dari angsuran pajak dalam tahun berjalan sebelum pembetulan SPT,
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan dalam hal-hal tertentu;
(d)
imbauan untuk melakukan peningkatan pembayaran angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk Masa Pajak yang tersisa dari Tahun Pajak berjalan karena Wajib Pajak mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan dan PPh yang akan terutang untuk Tahun Pajak berjalan diproyeksikan akan mengalami peningkatan dibandingkan Tahun Pajak sebelumnya;
(3)
Surat Imbauan untuk melakukan pembetulan Laporan Pajak, antara lain:
(a)
imbauan untuk membetulkan Laporan Pajak dengan memperbaiki kesalahan penulisan dan/atau melengkapi pengisiannya;
(b)
imbauan untuk membetulkan Laporan Pajak dengan melengkapi/melampiri keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan;
(4)
Surat Imbauan lainnya.
c)
Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf b) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkan;
d)
dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (1), yaitu tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai, ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan;
e)
dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (2) huruf (a), huruf (b), dan huruf (c) dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak penyampaian Surat Imbauan tersebut, ditindaklanjuti dengan penerbitan STP;
f)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (2) huruf (d), yaitu Wajib Pajak tidak melakukan peningkatan angsuran pajak dalam tahun berjalan mulai Masa Pajak paling awal dari Masa Pajak yang tersisa dari Tahun Pajak berjalan, dapat ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Keputusan Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan;
g)
Penerbitan dan penyampaian Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf c) dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerbitan Surat Imbauan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf ZZ yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
h)
Surat Imbauan sebagaimana dimaksud pada huruf b) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf AAA yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3)
Penerbitan surat keputusan penghitungan Besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
penerbitan surat keputusan penghitungan Besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Imbauan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf b) angka (2) huruf (d);
b)
surat keputusan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkan;
c)
penerbitan dan penyampaian surat keputusan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerbitan Surat Keputusan Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf BBB yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d)
Surat Keputusan Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf CCC yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4)
Penerbitan STP sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf c) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
penerbitan STP dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut pelaksanaan kegiatan Penelitian Kepatuhan Formal sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 6) huruf c);
b)
STP sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkan;
c)
penerbitan dan penyampaian STP sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf DDD yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5)
Penerbitan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf d) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
penerbitan Surat Teguran dilakukan, antara lain sebagai tindak lanjut Penelitian Kepatuhan Formal terhadap Wajib Pajak yang belum menyampaikan Laporan Pajak sesuai jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a angka 6) huruf d);
b)
Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat berupa penyampaian:
(1)
Surat Teguran penyampaian SPT kepada Wajib Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5a) UU KUP;
(2)
Surat Teguran penyampaian SPOP kepada Wajib Pajak PBB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) UU PBB; dan
(3)
Surat Teguran lainnya.
c)
Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf b) disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkan.
d)
dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi dan/atau menanggapi Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf b), Kepala KPP dapat menindaklanjutinya dengan pengusulan pemeriksaan atau tindak lanjut lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
e)
penerbitan dan penyampaian Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf b) angka (1) dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerbitan Surat Teguran sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf EEE yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
f)
Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf b angka (1) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf FFF yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
g)
penerbitan Surat Teguran penyampaian SPOP sebagaimana dimaksud pada huruf b angka (2) dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pendaftaran, pelaporan, dan pendataan objek pajak PBB.
6)
Penerbitan SP3 P2DK sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf e) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
penerbitan SP3 P2DK dilakukan sebagai:
(1)
tindak lanjut pembatalan penerbitan SP2DK sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 1) huruf f);
(2)
tindak lanjut kegiatan P2DK dinyatakan telah selesai sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf c) angka (1);
(3)
tindak lanjut penyampaian atau pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf i) angka (4);
(4)
tindak lanjut penerusan Data dan/atau Keterangan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf j) angka (3);
(5)
pemberitahuan kepada Wajib Pajak sebelum pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material ulang secara komprehensif sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 1) huruf I) angka {2); dan/atau
(6)
pemberitahuan kepada Wajib Pajak sebelum pelaksanaan Penelitian Kepatuhan Material ulang sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c angka 5) huruf k);
b)
penerbitan SP3 P2DK sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilaksanakan sesuai Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Perkembangan Pelaksanaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf GGG yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
c)
SP3 P2DK disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf HHH yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
h.
Pengusulan Pembetulan Produk Hukum Secara Jabatan
1)
Pengusulan pembetulan produk hukum secara jabatan dapat dilakukan atas kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) UU KUP, yang ditemukan pada saat pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak.
2)
Pengusulan pembetulan produk hukum secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan pembetulan.
3)
Pegawai DJP yang menindaklanjuti pengusulan sebagaimana dimaksud pada angka 2) menginformasikan penyelesaian pengusulan tersebut kepada pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tidak lanjut tersebut selesai dilaksanakan.
4)
Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi Pengawasan/Tim Pengawasan Perpajakan dapat menindaklanjuti informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3) dengan tindakan, antara lain berupa:
a)
pengusulan pemeriksaan;
b)
pengusulan pemeriksaan bukti permulaan;
c)
pengusulan kegiatan pengamatan atau operasi intelijen;
d)
pengusulan penilaian;
e)
pemberitahuan kepada Wajib Pajak;
f)
pengusulan perubahan data/status Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
g)
pengusulan perubahan data dan/atau status wajib pajak secara jabatan.
6.
Pemantauan dan Evaluasi Pengawasan Wajib Pajak
a.
Pemantauan Pengawasan Wajib Pajak
1)
Pemantauan Pengawasan Wajib Pajak di Kantor Pusat DJP
a)
Direktorat DIP melakukan pemantauan atas pelaksanaan dan tindak lanjut Analisis Data Perpajakan di Kantor Pusat DJP dalam tahun berjalan.
b)
Direktorat PKP, Direktorat EP, Direktorat P2, dan/atau Direktorat Gakum, sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki, melakukan pemantauan atas:
(1)
pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Nasional dan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP;
(2)
pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Pengawasan Nasional dan Strategi Pengawasan Kanwil DJP;
(3)
hasil pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak tingkat nasional;
(4)
nilai realisasi penerimaan pajak dari pelaksanaan Pengawasan tingkat nasional;
(5)
pelaksanaan tindak lanjut Pengawasan Wajib Pajak tingkat nasional; dan
(6)
pelaksanaan hasil evaluasi Pengawasan Wajib Pajak.
c)
Direktorat IP melakukan pemantauan atas pelaksanaan dan tindak lanjut hasil analisis intelijen dalam rangka penggalian potensi, dengan memperhatikan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dan pengamatan.
d)
Direktorat KITSDA melakukan pemantauan atas pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), dan huruf c).
e)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), dan huruf c) dilakukan secara berkala setiap triwulan dan dapat dilakukan bersama dengan unit kerja lain di lingkungan DJP.
f)
Hasil pemantauan yang dilakukan oleh direktorat sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), huruf c), dan huruf d) dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kantor Pusat DJP.
2)
Pemantauan Pengawasan Wajib Pajak di Kantor Wilayah DJP
a)
Bidang DP3, Bidang PEP, dan/atau Bidang P2IP, sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki, melakukan pemantauan atas:
(1)
pelaksanaan Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil DJP dan Rencana Pengamanan Penerimaan Pajak KPP;
(2)
pelaksanaan Strategi Pengawasan Kanwil DJP dan Rencana Kegiatan Pengawasan KPP;
(3)
hasil pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak;
(4)
nilai realisasi penerimaan pajak dari pelaksanaan Pengawasan;
(5)
pelaksanaan tindak lanjut Pengawasan Wajib Pajak;
(6)
pelaksanaan dan tindak lanjut Analisis Data Perpajakan di Kanwil DJP;
(7)
pelaksanaan dan tindak lanjut analisis intelijen dalam rangka penggalian potensi di Kanwil DJP; dan
(8)
pelaksanaan hasil evaluasi Pengawasan Wajib Pajak.
b)
Bagian Umum melakukan pemantauan atas pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a).
c)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilakukan secara berkala setiap triwulan dan dapat dilakukan bersama dengan unit kerja lain di lingkungan DJP.
d)
Hasil pemantauan yang dilakukan oleh bidang sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kanwil DJP.
3)
Pemantauan Pengawasan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
a)
Seksi Pengawasan I sampai dengan VI, Seksi Penjaminan Kualitas Data, dan/atau Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan, sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki, melakukan pemantauan atas:
(1)
pelaksanaan Rencana Pengamanan Penerimaan KPP dan Rencana Kegiatan Pengawasan KPP;
(2)
hasil pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak, yang antara lain dilakukan terhadap:
(a)
Wajib Pajak dalam DPP;
(b)
Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Lainnya;
(c)
nilai realisasi penerimaan pajak berdasarkan target trajectory triwulanan; dan
(d)
Objek Pajak PBB;
(3)
pelaksanaan tindak lanjut Pengawasan Wajib Pajak; dan
(4)
pelaksanaan hasil evaluasi Pengawasan Wajib Pajak.
b)
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal melakukan pemantauan atas pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a).
c)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilakukan secara berkala setiap triwulan dan dapat dilakukan bersama dengan unit kerja lain di lingkungan DJP.
d)
Hasil pemantauan yang dilakukan oleh seksi sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilakukan pembahasan dalam Komite Kepatuhan KPP.
b.
Evaluasi Pengawasan Wajib Pajak
1)
Evaluasi Pengawasan Wajib Pajak di Kantor Pusat DJP
a)
Direktorat DIP melakukan evaluasi berdasarkan hasil pemantauan Pengawasan Wajib Pajak, untuk selanjutnya memutuskan tindak lanjut yang diperlukan sesuai tugas dan fungsi yang dimilikinya.
b)
Direktorat IP melaksanakan evaluasi berdasarkan hasil pemantauan Pengawasan Wajib Pajak, dengan memperhatikan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan dan pengamatan.
c)
Direktorat PKP, Direktorat EP, Direktorat P2, dan/atau Direktorat Gakum melakukan evaluasi berdasarkan hasil pemantauan Pengawasan Wajib Pajak, untuk selanjutnya memutuskan tindak lanjut yang diperlukan sesuai tugas dan fungsi yang dimilikinya.
d)
Direktorat KITSDA melakukan evaluasi atas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), dan huruf c).
e)
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh direktorat sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), huruf c), dan huruf d) dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kantor Pusat DJP.
2)
Evaluasi Pengawasan Wajib Pajak di Kantor Wilayah DJP
a)
Bidang DP3, Bidang PEP, dan/atau Bidang P2IP, melakukan evaluasi berdasarkan hasil pemantauan Pengawasan Wajib Pajak, untuk selanjutnya memutuskan tindak lanjut yang diperlukan sesuai tugas dan fungsi yang dimilikinya.
b)
Bagian Umum melakukan evaluasi atas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf a).
c)
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh bidang sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan Kanwil DJP dan disampaikan kepada Direktorat PKP dan Direktorat EP.
3)
Evaluasi Pengawasan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
a)
Seksi Pengawasan I sampai dengan VI, Seksi Penjaminan Kualitas Data, dan/atau Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan melakukan evaluasi berdasarkan hasil pemantauan Pengawasan Wajib Pajak, untuk selanjutnya memutuskan tindak lanjut yang diperlukan sesuai tugas dan fungsi yang dimilikinya.
b)
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal melakukan evaluasi atas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf a).
c)
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh seksi sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dilakukan pembahasan bersama dalam Komite Kepatuhan KPP dan disampaikan kepada Bidang DP3 dan Bidang PEP Kanwil DJP yang membawahkannya.
7.
Ketentuan Lain-lain
a.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan Pengawasan secara efektif dan optimal, kegiatan perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, dan pemantauan dan evaluasi dilakukan melalui Sistem Informasi Pengawasan, dalam hal Sistem Informasi Pengawasan telah tersedia.
b.
Dalam rangka tertib administrasi, dilaksanakan penatausahaan dokumen perpajakan, baik berbentuk elektronik maupun nonelektronik, dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1)
penatausahaan dokumen .dilaksanakan dengan tetap memastikan pencarian kembali dokumen arsip tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat;
2)
penatausahaan dokumen dilaksanakan dengan memperhatikan efisiensi penggunaan ruang;
3)
penatausahaan dokumen dilakukan untuk melindungi dokumen dan/atau arsip dari kerusakan dan kehilangan, serta memastikan ketersediaan, integritas, otentisitas, dan realibilitas dokumen tersebut tetap dapat terpenuhi;
4)
dokumen yang saling terkait dan berkesinambungan ditatausahakan secara bersama-sama;
5)
dokumen yang dihasilkan selama pelaksanaan Pengawasan Wajib Pajak dan tindak lanjut Pengawasan Wajib Pajak di KPP, yang antara lain berupa:
a)
Dafnom;
b)
KKPt dan LHPt;
c)
SP2DK, penjelasan tertulis Wajib Pajak, rekaman penerimaan penjelasan dari Wajib Pajak, Surat Undangan Pembahasan, rekaman pelaksanaan Pembahasan dengan Wajib Pajak yang disampaikan/dilaksanakan secara tatap muka melalui media audio visual, Berita Acara, dan LHP2DK;
d)
Surat Tugas Kunjungan dan LHK;
e)
Surat Imbauan, surat keputusan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan, STP, Surat Teguran, SP3 P2DK; dan
f)
dokumen lainnya,
disampaikan kepada Seksi Pelayanan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyelesaian tindak lanjut Pengawasan Wajib Pajak untuk kemudian ditatausahakan dalam berkas induk Wajib Pajak;
6)
dalam hal dokumen dibuat dengan Sistem Informasi Pengawasan dan telah ditandatangani secara elektronik/digital, dokumen tersebut tidak perlu dicetak untuk ditatausahakan; dan
7)
dokumen hanya dapat diakses oleh pegawai DJP yang memiliki kewenangan untuk mengakses dokumen tersebut, dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan baik oleh pihak yang tidak berhak maupun untuk tujuan dan kepentingan yang tidak sah;
c.
Dalam hal terdapat kegiatan P2DK dan/atau Kunjungan yang sudah dilaksanakan tetapi belum selesai sampai dengan tanggal berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, kegiatan tersebut diselesaikan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
F.

Penutup

1.
Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, maka:
a.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.33/2000 tentang Penerbitan Surat Teguran;
b.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2007 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan;
c.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ/2012 tentang Pengawasan Pembayaran Masa;
d.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2015 tentang Pengawasan Wajib Pajak Baru;
e.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2015 tentang Pengawasan Wajib Pajak dalam Bentuk Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, dan Kunjungan (Visit) Kepada Wajib Pajak;
f.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2015 tentang Pelaksanaan Operasional Tim Pusat Analisis Perpajakan (Center for Tax Analysis);
g.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ/2016 tentang Pengawasan Wajib Pajak Melalui Sistem Informasi; dan
h.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan dalam Rangka Perluasan Basis Data.
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.
Dengan ditetapkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, pelaksanaan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak agar berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Februari 2022
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
SURYO UTOMO