SALINANPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 51/PMK.010/2022TENTANGPENETAPAN TARIF BEA MASUK DENGAN SKEMA USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME DALAM RANGKA PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG MENGENAI SUATU KEMITRAAN EKONOMI (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND JAPAN FOR AN ECONOMIC PARTNERSHIP)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa untuk melaksanakan kerja sama ekonomi antara Republik Indonesia dan Jepang dalam suatu kemitraan ekonomi, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang telah menandatangani Persetujuan mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership);
|
||
b.
|
bahwa untuk melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta berdasarkan kekhususan Section 3 Notes for Schedule of Indonesia Note 2 in section 1 of Part 3 of Annex 1 referred to in Chapter 2 in Basic Agreement mengenai User Specific Duty Free Scheme, telah ditetapkan tarif bea masuk dengan skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership);
|
||
c.
|
bahwa sehubungan dengan pemberlakuan ketentuan mengenai sistem klasifikasi barang berdasarkan Harmonized System 2022 dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2022, perlu melakukan penyesuaian terhadap komitmen Indonesia berdasarkan Harmonized System 2022 dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2022 dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership);
|
||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan skema User Spesific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana · telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
3.
|
. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengesahan Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership (Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 74);
|
||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 316).
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN TARIF BEA MASUK DENGAN SKEMA USER SPESIFIC DUTY FREE SCHEME DALAM RANGKA PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG MENGENAI SUATU KEMITRAAN EKONOMI (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND JAPAN FOR AN ECONOMIC PARTNERSHIP).
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
User Specific Duty Free Scheme yang selanjutnya disingkat USDFS adalah penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus kepada User dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
|
||
2.
|
User adalah badan usaha yang berbadan hukum di Indonesia yang layak mendapatkan penetapan tarif bea masuk dengan skema USDFS sesuai dengan Surat Keterangan Verifikasi Industri USDFS yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
|
||
3.
|
Bea Masuk User Specific Duty Free Scheme yang selanjutnya disingkat BM USDFS adalah tarif bea masuk yang ditetapkan berdasarkan penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus kepada User dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
|
||
4.
|
Surat Keterangan Verifikasi Industri USDFS yang selanjutnya disingkat SKVI-USDFS adalah surat keterangan hasil verifikasi terhadap User yang mengajukan permohonan pemanfaatan skema USDFS, yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang ditunjuk menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dan memuat rencana impor barang selama 12 (dua belas) bulan.
|
||
5.
|
Bahan Baku adalah barang yang tercantum dalam Lampiran huruf A dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini yang diimpor oleh User.
|
||
6.
|
Bahan Baku Sisa adalah Bahan Baku yang diimpor oleh industri pengguna tetapi tidak dimanfaatkan oleh industri penggerak.
|
||
7.
|
Barang Sisa adalah Bahan Baku yang sudah melalui proses produksi (galvanizing, annealing, atau drawing) namun tidak diterima oleh industri penggerak.
|
||
8.
|
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
|
||
9.
|
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
||
10.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
||
11.
|
Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang penetapan tarif bea masuk.
|
||
12.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
BAB II
KETENTUAN BM USDFS
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Menetapkan tarif BM USDFS sebesar 0% (nol persen) terhadap impor Bahan Baku asal Jepang dengan skema USDFS dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership), sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(2)
|
BM USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan atas impor Bahan Baku yang dilakukan oleh User yang telah mendapatkan:
|
||
a.
|
hasil verifikasi sesuai dengan SKVI-USDFS; dan
|
||
b.
|
penetapan BM USDFS berdasarkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan tarif bea masuk dalam rangka USDFS kepada User.
|
||
BAB III
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Untuk dapat menggunakan BM USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), User mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui SINSW.
|
||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan dokumen berupa:
|
||
a.
|
SKVI-USDFS dan lampirannya;
|
||
b.
|
data teknis yang tercantum dalam Mill Certificate atau Inspection Certificate atau Letter of Statement atau drawing sheet; dan
|
||
c.
|
Izin Usaha Industri yang memuat informasi mengenai data kapasitas produksi terpasang.
|
||
(4)
|
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW, User tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut.
|
||
(5)
|
Dalam hal terdapat gangguan operasional pada SINSW, permohonan disampaikan secara tertulis.
|
||
(6)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Menteri melalui Direktur dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(7)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk salinan cetak (hardcopy).
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur melakukan penelitian dan memberikan keputusan atas nama Menteri dalam waktu paling lambat:
|
||
a.
|
3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
|
||
b.
|
5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
|
||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||
a.
|
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3); dan
|
||
b.
|
nama barang, spesifikasi barang, pos tarif/HS code, dan jumlah serta satuan rencana impor Bahan Baku.
|
||
(3)
|
Dalam hal diperlukan, Direktur dapat meminta data pendukung tambahan lainnya.
|
||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diterima, Direktur atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan tarif bea masuk dalam rangka USDFS kepada User yang memuat data mengenai:
|
||
a.
|
pos tarif dari barang impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
b.
|
nomor urut dari pos tarif barang impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
c.
|
spesifikasi barang; dan
|
||
d.
|
jumlah dan satuan rencana impor Bahan Baku.
|
||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan penolakan.
|
||
(6)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 344) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.010/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1291), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Terhadap Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), dapat dilakukan perubahan.
|
||
(2)
|
Untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), User mengajukan permohonan perubahan kepada Menteri melalui Direktur.
|
||
(3)
|
Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara elektronik melalui SIN SW.
|
||
(4)
|
Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan melampirkan dokumen berupa:
|
||
a.
|
SKVI-USDFS perubahan dan lampirannya;
|
||
b.
|
data teknis yang tercantum dalam Mill Certificate atau Inspection Certificate atau Letter of Statement atau drawing sheet; dan
|
||
c.
|
Izin Usaha Industri yang memuat informasi mengenai data kapasitas produksi terpasang.
|
||
(5)
|
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia dalam SINSW, User tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut.
|
||
(6)
|
Dalam hal terdapat gangguan operasional pada SINSW, permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(7)
|
Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk salinan cetak (hardcopy).
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Direktur melakukan penelitian dan memberikan keputusan atas nama Menteri dalam waktu paling lambat:
|
||
a.
|
3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
|
||
b.
|
5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
|
||
(2)
|
Dalam hal diperlukan, Direktur dapat meminta data tambahan terhadap perubahan yang diajukan.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan perubahan diterima, Direktur atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
|
||
(4)
|
Dalam hal permohonan perubahan ditolak, Direktur atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan penolakan.
|
||
(5)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
BAB IV
IMPORTASI BARANG DENGAN SKEMA USDFS
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Importasi Bahan Baku dengan skema USDFS dilaksanakan sesuai dengan tata laksana kepabeanan di bidang impor.
|
||
(2)
|
Importasi Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
|
||
a.
|
fotokopi Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (3); dan
|
||
b.
|
lembar asli Surat Keterangan Asal (Form JIEPA) yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang di Jepang.
|
||
(3)
|
Pada dokumen pemberitahuan pabean impor, User harus mencantumkan:
|
||
a.
|
kode fasili tas 60;
|
||
b.
|
nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (3);
|
||
c.
|
nomor referensi dan tanggal Surat Keterangan Asal (Form JIEPA); dan
|
||
d.
|
klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk dengan skema USDFS.
|
||
BAB V
PENELITIAN DOKUMEN IMPOR BAHAN BAKU DENGAN SKEMA USDFS
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tempat pemasukan barang, melakukan penelitian terhadap dokumen pemberitahuan pabean impor Bahan Baku dengan skema USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
|
||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Bahan Baku memenuhi ketentuan asal barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
|
||
(3)
|
Dalam hal Bahan Baku tidak memenuhi ketentuan asal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
||
a.
|
penggunaan tarif bea masuk dengan skema USDFS ditolak dan BM USDFS tidak dapat diberikan; dan
|
||
b.
|
dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation).
|
||
(4)
|
Dalam hal Bahan Baku telah memenuhi ketentuan asal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap:
|
||
a.
|
dokumen pemberitahuan pabean impor beserta dokumen pelengkap pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan dibidang impor, termasuk meneliti dokumen pelengkap untuk impor barang dengan skema USDFS;
|
||
b.
|
kesesuaian jumlah, jenis, dan/atau spesifikasi barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dengan hasil pemeriksaan fisik barang dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik;
|
||
c.
|
fotokopi salinan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (3), dan dokumen pelengkap pabean lainnya;
|
||
d.
|
jumlah importasi barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan realisasi importasi barang dan jumlah kuota yang tercantum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penetapan tarif bea masuk dengan skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;
|
||
e.
|
kolom fasilitas impor pada pemberitahuan pabean impor telah diisi nomor Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (3), serta kode fasilitas preferensi tarif USDFS yaitu angka 60; dan
|
||
f.
|
kolom tarif dan fasilitas pada pemberitahuan pabean impor telah diisi dengan benar sesuai dengan tarif bea masuk dengan skema USDFS.
|
||
(5)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
|
||
a.
|
menunjukkan kesesuaian, pemberitahuan penggunaan tarif bea masuk dengan skema USDFS diterima dan BM USDFS diberikan; atau
|
||
b.
|
ditemukan ketidaksesuaian:
|
||
1.
|
pemberitahuan penggunaan tarif bea masuk dengan skema USDFS ditolak dan BM USDFS tidak diberikan; dan
|
||
2.
|
dikenakan tarif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
|
||
BAB VI
ADMINISTRASI, PENATAUSAHAAN, DAN DOKUMENTASI
Pasal 9 |
|||
(1)
|
SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pemotongan kuota jumlah impor Bahan Baku yang mendapat skema USDFS secara elektronik.
|
||
(2)
|
Pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penghitungan jumlah Bahan Baku sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (3) dikurangi jumlah Bahan Baku sebagaimana tercantum pada pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran.
|
||
(3)
|
Dalam hal terdapat gangguan operasional pada SINSW atau portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual oleh Kantor Pabean tempat pemasukan barang yang ditunjuk.
|
||
(4)
|
Terhadap pemotongan kuota secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Pabean tempat pemasukan barang yang ditunjuk melakukan:
|
||
a.
|
penelitian; dan
|
||
b.
|
memotong kuota jumlah Bahan Baku yang mendapat skema USDFS, dengan penghitungan jumlah rencana impor barang sesuai dengan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (3) dikurangi jumlah Bahan Baku yang tercantum pada dokumen pemberitahuan pa bean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran.
|
||
(5)
|
Ketentuan mengenai petunjuk teknis pemotongan kuota sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat ditetapkan oleh direktur jenderal bea dan cukai.
|
||
Pasal 10 |
|||
User yang telah melakukan importasi barang dengan skema USDFS harus:
|
|||
a.
|
menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan pemisahan terhadap sediaan barang yang diimpor dengan menggunakan skema USDFS sesuai dengan dokumen impor untuk keperluan audit di bidang kepabeanan; dan
|
||
b.
|
menyimpan dokumen, catatan, dan pembukuan yang berkaitan dengan penggunaan tarif bea masuk dengan skema USDFS selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya.
|
||
BAB VII
PENGGUNAAN DAN PENYELESAIAN BAHAN BAKU DENGAN SKEMA USDFS
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Bahan Baku yang diimpor dengan skema USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus digunakan seluruhnya untuk kegiatan produksi oleh User yang bersangkutan.
|
||
(2)
|
Apabila sebagian atau seluruh Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7:
|
||
a.
|
tidak digunakan untuk kegiatan produksi oleh User yang bersangkutan; atau
|
||
b.
|
tidak digunakan untuk kegiatan produksi oleh User yang bersangkutan dan akan dipindahtangankan,
|
||
Bahan Baku yang sebagian atau seluruhnya tidak digunakan untuk kegiatan produksi tersebut harus mendapatkan surat keterangan verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
|
|||
(3)
|
Terhadap Bahan Baku yang telah mendapatkan surat keterangan verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar bea masuknya berdasarkan tarif yang berlaku umum (Most Favoured Nation).
|
||
(4)
|
Bahan Baku Sisa dan Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria:
|
||
a.
|
Bahan Baku dalam bentuk gulungan, lembaran, atau bentuk lainnya sesuai dengan kondisi pada saat importasi yang belum mengalami proses lebih lanjut;
|
||
b.
|
Bahan Baku yang telah dilakukan pemotongan namun belum melalui kegiatan produksi lebih lanjut;
|
||
c.
|
Bahan Baku yang cacat (defect); dan/atau
|
||
d.
|
Bahan Baku yang sudah melalui proses produksi (galvanizing, annealing, atau drawing), namun tidak diterima oleh industri penggerak.
|
||
Pasal 12 |
|||
Apabila ditemukan adanya pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan, User bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang berdasarkan tarif bea masuk yang berlaku secara umum (Most Favoured Nation) dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Penyelesaian prosedur kepabeanan terhadap Bahan Baku yang sebagian atau seluruhnya tidak digunakan untuk kegiatan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat dilakukan melalui:
|
||
a.
|
pembayaran tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor oleh User kepada Kantor Pabean pemasukan barang melalui mekanisme pembayaran inisiatif atas tarif (voluntary payment on tariff) sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai deklarasi inisiatif (voluntary declaration) dan pembayaran inisiatif (voluntary payment), setelah memperoleh surat keterangan verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
|
||
b.
|
penelitian ulang; dan/atau
|
||
c.
|
audit kepabeanan dan cukai.
|
||
(2)
|
Bukti pembayaran atau pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi persyaratan dalam pengajuan:
|
||
a.
|
SKVI-USDFS; dan
|
||
b.
|
permohonan penggunaan BM USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1),
|
||
pada periode berikutnya.
|
|||
Pasal 14 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 347), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
Pasal 15 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2022
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
|