SALINANPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai tata cara penundaan dan/atau pemotongan dana perimbangan terhadap daerah yang tidak memenuhi alokasi dana desa telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa;
|
||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pemenuhan alokasi dana desa oleh daerah, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penundaan dan/atau pemotongan dana perimbangan terhadap daerah yang tidak memenuhi alokasi dana desa;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, penundaan dan/atau pemotongan penyaluran dana transfer umum dalam hal daerah tidak memenuhi alokasi belanja untuk mendanai urusan pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk alokasi dana desa, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;
|
||
d. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa; | ||
Mengingat |
|||
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||
2. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); | ||
3. | Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6321); | ||
4. | Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322); | ||
5. | Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); | ||
6. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745); | ||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENUNDAAN DAN/ATAU PEMOTONGAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP DAERAH YANG TIDAK MEMENUHI ALOKASI DANA DESA.
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
|
||
2. | Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. | ||
3. | Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dan desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada daerah dan desa. | ||
4. | Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana transfer umum dan dana transfer khusus. | ||
5. | Dana Transfer Umum yang selanjutnya disingkat DTU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri dari dana bagi hasil dan dana alokasi umum. | ||
6. | Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disingkat ADD adalah pendapatan desa yang bersumber dari DTU yang diterima kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota. | ||
7. | Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. | ||
8. | Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. | ||
9. | Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. | ||
10. | Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. | ||
11. | Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. | ||
12. | Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. | ||
13. | Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing Pembantu Pengguna Anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN. | ||
14. | Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank umum yang ditetapkan. | ||
15. | Surat Permintaan Pembayaran adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. | ||
16. | Surat Perintah Membayar adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Penguji Surat Perintah Membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar lsian Pelaksanaan Anggaran. | ||
17. | Surat Perintah Pencairan Dana adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan Surat Perintah Membayar. | ||
BAB II
RUANG LINGKUP PENUNDAAN DAN/ATAU PEMOTONGAN DANA PERIMBANGAN
Pasal 2 |
|||
(1) | Kabupaten/kota yang memiliki Desa wajib memenuhi ADD paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari Dana Perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. | ||
(2) | Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: | ||
a. | DTU, yang terbagi atas DBH dan DAU; dan | ||
b. | Dana Transfer Khusus, yang terbagi atas Dana Alokasi Khusus Fisik dan Dana Alokasi Khusus Nonfisik. | ||
(3) | DTU yang diterima kabupaten/kota dalam APBD merupakan DAU dan DBH yang diterima kabupaten/kota pada tahun anggaran berjalan. | ||
(4) | Dalam hal kabupaten/kota yang tidak memenuhi ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan DAU dan/atau DBH. | ||
BAB III
PENGANGGARAN ALOKASI DANA DESA
Pasal 3 |
|||
(1) | Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang memiliki Desa mengalokasikan ADD paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari DTU. | ||
(2) | DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar DTU yang dianggarkan dalam APBD atau perubahan APBD tahun anggaran berjalan. | ||
(3) | DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk: | ||
a. | DBH Cukai Hasil Tembakau; | ||
b. | DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi; dan | ||
c. | Tambahan DBH Minyak dan Gas Bumi dalam rangka otonomi khusus. | ||
BAB IV
PENETAPAN DAN PENYAMPAIAN PERATURAN BUPATI/WALI KOTA MENGENAI PEMBAGIAN ADD
Pasal 4 |
|||
(1) | Rincian ADD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) per Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa. | ||
(2) | Peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: | ||
a. | jumlah ADD yang dianggarkan dalam APBD; | ||
b. | rincian pembagian ADD per Desa; | ||
c. | besaran penghasilan tetap untuk kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya; dan | ||
d. | mekanisme penyaluran ADD. | ||
(3) | Rincian pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan memperhatikan: | ||
a. | pemenuhan kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya; dan | ||
b. | jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa. | ||
(4) | Besaran penghasilan tetap untuk kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
(5) | Mekanisme penyaluran ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d disusun dengan memperhatikan ketersediaan dana untuk penghasilan tetap kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya. | ||
Pasal 5 |
|||
(1) | Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. | ||
(2) | Peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir minggu kedua bulan April tahun berjalan. | ||
(3) | Penyampaian peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk Arsip Data Komputer dan/atau file Portable Document Format (PDF). | ||
(4) | Penyampaian dalam bentuk Arsip Data Komputer sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. | ||
(5) | Penyampaian bentuk file Portable Document Format (PDF) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikirimkan melalui surat elektronik (email) resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. | ||
BAB V
TATA CARA PENUNDAAN DAN/ATAU PEMOTONGAN DAU DAN/ATAU DBH
Bagian Pertama
Evaluasi Besaran ADD
Pasal 6 |
|||
(1) | Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi atas pemenuhan besaran ADD dalam peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). | ||
(2) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menghitung pemenuhan besaran ADD dengan mengalikan persentase minimal ADD dengan DTU yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. | ||
(3) | Dalam hal Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tidak menerima APBD sampai dengan hari kerja terakhir minggu kedua bulan April tahun berjalan, evaluasi pemenuhan besaran ADD dihitung dengan mengalikan persentase minimal ADD dengan DTU yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. | ||
(4) | Dalam hal Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tidak menerima peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sampai dengan hari kerja terakhir minggu kedua bulan April tahun berjalan, evaluasi pemenuhan besaran ADD dihitung dengan mengalikan persentase minimal ADD dengan DTU yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. | ||
(5) | Dalam hal Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tidak menerima APBD dan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sampai dengan hari kerja terakhir minggu kedua bulan April tahun berjalan, evaluasi pemenuhan besaran ADD dihitung dengan mengalikan persentase minimal ADD dengan DTU yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. | ||
Pasal 7 |
|||
(1) | Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan untuk menentukan selisih kurang besaran ADD yang ditetapkan dalam peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa terhadap 10% (sepuluh persen) DTU yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. | ||
(2) | Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dilakukan untuk menentukan selisih kurang besaran ADD dalam peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa terhadap 10% (sepuluh persen) DTU yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. | ||
(3) | Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dilakukan untuk menentukan selisih kurang besaran ADD dalam Belanja Bantuan Keuangan yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan terhadap 10% (sepuluh persen) DTU yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. | ||
(4) | Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dilakukan untuk menentukan selisih kurang besaran ADD yang telah dievaluasi pada tahun anggaran sebelumnya terhadap 10% (sepuluh persen) DTU yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. | ||
Pasal 8 |
|||
Data jumlah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 bersumber dari Kementerian Dalam Negeri.
|
|||
Pasal 9 |
|||
(1) | Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada: | ||
a. | bupati/wali kota yang menganggarkan ADD kurang dari 10% (sepuluh persen) dari DTU yang diterima kabupaten/kota yang bersangkutan; dan | ||
b. | bupati/wali kota yang belum menyampaikan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa. | ||
(2) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: | ||
a. | jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota bersangkutan; | ||
b. | besaran DTU yang dianggarkan dalam APBD atau ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN; | ||
c. | besaran dan persentase ADD dari DTU yang ditetapkan dan yang seharusnya ditetapkan dalam peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa; dan | ||
d. | selisih kurang ADD dari ADD yang seharusnya ditetapkan dalam peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa. | ||
(3) | Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan untuk dilakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
Bagian Kedua
Penundaan Penyaluran DTU
Pasal 10 |
|||
(1) | Dalam hal berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota: | ||
a. | tidak menyampaikan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sampai dengan tanggal 5 Mei tahun berjalan dan berdasarkan hasil evaluasi belum memenuhi besaran minimal ADD; atau | ||
b. | menyampaikan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dalam kurun waktu sampai dengan tanggal 5 Mei tahun berjalan, dan berdasarkan hasil evaluasi masih belum memenuhi besaran minimal ADD, | ||
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Keputusan Menteri Keuangan mengenai penundaan penyaluran DTU atas tidak terpenuhinya ADD. | |||
(2) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: | ||
a. | nama Daerah; | ||
b. | besaran ADD yang seharusnya ditetapkan; | ||
c. | besaran selisih kurang ADD; | ||
d. | jenis dan besaran DTU yang ditunda; | ||
e. | waktu penundaan penyaluran DTU; dan | ||
f. | penyaluran kembali DTU yang ditunda. | ||
(3) | Dalam hal tanggal 5 Mei bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada hari kerja berikutnya. | ||
(4) | Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak menyampaikan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, besaran penundaan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4). | ||
(5) | Penyaluran kembali DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilaksanakan setelah rekomendasi penyaluran kembali DTU yang ditunda diterbitkan oleh KPA BUN Pengelolaan DTU. | ||
(6) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 7. | ||
(7) | Jenis, besaran, dan waktu penundaan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e ditetapkan: | ||
a. | untuk DAU, dilaksanakan mulai penyaluran DAU bulan Juni paling sedikit sebesar 1/3 (satu pertiga) dari selisih ADD hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) atau paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari DAU yang akan disalurkan pada bulan berkenaan; atau | ||
b. | untuk DBH, dilaksanakan pada penyaluran DBH triwulan III secara sekaligus sebesar selisih ADD hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6). | ||
(8) | Dalam hal besaran penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak mencukupi untuk menutup selisih kekurangan ADD, penundaan penyaluran DTU memperhitungkan besaran proporsi DAU dan DBH dengan besaran DTU yang disalurkan. | ||
(9) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. | ||
(10) | Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), KPA BUN Penyaluran TKDD melaksanakan penundaan penyaluran DTU. | ||
(11) | Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Pemerintah Daerah kabupaten/kota: | ||
a. | menyampaikan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa dengan besaran ADD sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau | ||
b. | menyesuaikan besaran ADD dalam perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per desa dengan menambahkan jumlah selisih kurang ADD sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||
(12) | Peraturan bupati/wali kota atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diterima Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 5 Agustus tahun berjalan. | ||
(13) | Dalam hal tanggal 5 Agustus bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (12) pada hari kerja berikutnya. | ||
(14) | Tata cara penundaan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan DBH, DAU, dan Dana Otonomi Khusus. | ||
Pasal 11 |
|||
(1) | Berdasarkan peraturan bupati/wali kota dan perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per desa yang disampaikan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (12), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi kembali atas pemenuhan besaran ADD. | ||
(2) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2). | ||
Bagian Ketiga
Penyaluran Kembali DTU yang Ditunda
Pasal 12 |
|||
(1) | Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota telah memenuhi besaran minimal ADD, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyalurkan kembali DTU yang ditunda. | ||
(2) | Penyaluran kembali DTU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPA BUN Penyaluran TKDD berdasarkan rekomendasi KPA BUN Pengelolaan DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5). | ||
(3) | Penyaluran kembali DTU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara sekaligus ke Rekening Kas Umum Daerah pada penyaluran DTU periode berikutnya. | ||
(4) | Tata cara penyaluran kembali DTU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan DBH, DAU, dan Dana Otonomi Khusus. | ||
Bagian Keempat
Pemotongan DTU
Pasal 13 |
|||
(1) | Dalam hal berdasarkan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota: | ||
a. | tidak menyampaikan peraturan bupati/wali kota atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (12); atau | ||
b. | menyampaikan peraturan bupati/wali kota atau perubahan peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (12) dan belum memenuhi besaran minimal ADD, | ||
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan besaran DTU yang akan dipotong. | |||
(2) | Jumlah DTU yang akan dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan jumlah DTU yang telah ditunda. | ||
(3) | Dana hasil pemotongan DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan ke RKD. | ||
(4) | Pembagian dana hasil pemotongan DTU kepada setiap Desa yang akan disalurkan ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara proporsional berdasarkan: | ||
a. | besaran ADD yang ditetapkan dalam peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per desa; atau | ||
b. | alokasi formula Dana Desa tahun berjalan yang tercantum dalam peraturan bupati/wali kota mengenai penetapan Dana Desa setiap Desa, dalam hal tidak terdapat peraturan bupati/wali kota mengenai pembagian ADD per desa. | ||
Pasal 14 |
|||
(1) | Berdasarkan hasil penghitungan jumlah DTU yang akan dipotong dan pembagian dana hasil pemotongan DTU kepada setiap Desa yang akan disalurkan ke RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemotongan penyaluran DTU atas tidak terpenuhinya ADD. | ||
(2) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: | ||
a. | nama Daerah; | ||
b. | jenis dan jumlah pemotongan penyaluran DTU; | ||
c. | besaran ADD setiap Desa; dan | ||
d. | penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD | ||
(3) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. | ||
Pasal 15 |
|||
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemotongan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, KPA BUN Penyaluran TKDD melakukan:
|
|||
a. | pemotongan DTU; dan | ||
b. | penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD. | ||
Pasal 16 |
|||
(1) | Pemotongan DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilaksanakan secara sekaligus pada periode berikutnya sebesar DTU yang ditunda penyalurannya pada periode sebelumnya. | ||
(2) | Pemotongan DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan Surat Permintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar yang diterbitkan bersamaan dengan Surat Permintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar penyaluran DTU periode berkenaan. | ||
(3) | Pemotongan DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan DBH, DAU, dan Dana Otonomi Khusus. | ||
(4) | Dana hasil pemotongan DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam akun penerimaan transito hasil pemotongan DAU atau DBH. | ||
Bagian Kelima
Penyetoran Dana Hasil Pemotongan DTU ke RKD
Pasal 17 |
|||
(1) | KPA BUN Penyaluran TKDD melakukan penyetoran dana hasil pemotongan DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b ke RKD secara sekaligus berdasarkan pencatatan dana hasil pemotongan DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4). | ||
(2) | Penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan besaran pembagian ADD untuk setiap Desa yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. | ||
(3) | Pejabat Pembuat Komitmen melaksanakan penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui penerbitan Surat Permintaan Pembayaran. | ||
(4) | Berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar menerbitkan Surat Perintah Membayar untuk penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD. | ||
(5) | Berdasarkan Surat Perintah Membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana untuk penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD. | ||
(6) | Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan pada tanggal yang sama dengan penerbitan Surat Permintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2). | ||
(7) | Tata cara penerbitan Surat Permintaan Pembayaran, Surat Perintah Membayar, dan Surat Perintah Pencairan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
Pasal 18 |
|||
(1) | Pemerintah Desa menyampaikan lembar konfirmasi atas penerimaan penyetoran dana hasil pemotongan DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 kepada KPA Penyaluran TKDD dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||
(2) | Lembar konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk file Portable Document Format (PDF) melalui surat elektronik (email) resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. | ||
(3) | Pemerintah Desa melakukan pencatatan dan penganggaran dana hasil pemotongan DTU yang diterima RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tahun anggaran berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
BAB VI
PENATAUSAHAAN, AKUNTANSI, DAN PELAPORAN
Pasal 19 |
|||
(1) | KPA BUN Penyaluran TKDD melakukan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan atas: | ||
a. | dana hasil pemotongan DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a; dan | ||
b. | penyetoran dana hasil pemotongan DTU ke RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b. | ||
(2) | Penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan bupati/wali kota dan/atau perubahan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) untuk Tahun Anggaran 2021 diterima oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir bulan April 2021.
|
|||
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2055), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | |||
Pasal 22 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
|
|||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 446 |