SALINANPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa untuk menyempurnakan dan melanjutkan dukungan kepada pelaku usaha korporasi melalui badan usaha penjaminan serta memperbaharui dukungan pemerintah kepada penjamin, pemerintah, perlu memberikan kepastian hukum dan penyesuaian terhadap proses penjaminan;
|
|||
b.
|
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional belum mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sehingga perlu dilakukan perubahan;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
|
|||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 842) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 254);
|
|||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98/PMK.08/2020 TENTANG TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH UNTUK PELAKU USAHA KORPORASI MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN YANG DITUNJUK DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL.
|
||||
Pasal I |
||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 842) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 254), diubah sebagai berikut:
|
||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 1
|
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah mengenai Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
|
|||
2.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||
3.
|
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN
|
|||
4.
|
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
|
|||
5.
|
Pelaku Usaha Korporasi yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang kekayaan bersihnya di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau omzet tahunannya di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
|
|||
6.
|
Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.
|
|||
7.
|
Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.
|
|||
8.
|
Terjamin adalah Pelaku Usaha penerima Penjaminan Pemerintah.
|
|||
9.
|
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
|
|||
10.
|
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
|
|||
11.
|
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
|
|||
12.
|
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat PT PII adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan (persero) di bidang penjaminan infrastruktur.
|
|||
13.
|
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.
|
|||
14.
|
Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit atau premi Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima badan usaha yang menjalankan penugasan dukungan loss limit dalam rangka kegiatan Penjaminan Pemerintah.
|
|||
15.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
|
|||
16.
|
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
|
|||
17.
|
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
|
|||
18.
|
Nilai Penjaminan adalah jumlah Pinjaman yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah.
|
|||
2.
|
Ketentuan ayat (2) Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 10
|
||||
(1)
|
Dalam rangka pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), LPEI berhak mendapatkan IJP.
|
|||
(2)
|
IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen);
|
|||
b.
|
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen); atau
|
|||
c.
|
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), IJP yang dibayarkan:
|
|||
1.
|
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan 30% (tiga puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Maret 2022 sampai dengan 31 Juli 2022; atau
|
|||
2.
|
sebesar 60% (enam puluh persen) dan 40% (empat puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Agustus 2022 sampai dengan 16 Desember 2022.
|
|||
(3)
|
IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP = tarif IJP x Nilai Penjaminan.
|
|||
(4)
|
Tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan untuk pertama kali oleh Menteri melalui surat.
|
|||
(5)
|
Besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud ayat (4), dapat dilakukan evaluasi pada dan penyesuaian oleh Menteri setiap 3 (tiga) bulan.
|
|||
(6)
|
Penyesuaian tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan melalui surat Menteri.
|
|||
(7)
|
Tarif IJP dan penyesuaian besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditetapkan dengan memperhatikan:
|
|||
a.
|
keputusan mengenai kebijakan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
|
|||
b.
|
laporan keuangan LPEI;
|
|||
c.
|
kemampuan Pemerintah melalui Menteri dalam menyediakan alokasi belanja pembayaran IJP; dan/atau
|
|||
d.
|
data dan informasi pendukung lainnya, antara lain proyeksi non performing loan (NPL), besaran porsi penjaminan, batasan loss lilit, dan jangka waktu Pinjaman.
|
|||
(8)
|
Dalam menetapkan besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri dapat meminta masukan dari pihak yang kompeten dan independen, serta pihak yang terkait lainnya.
|
|||
(9)
|
IJP yang dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan belanja subsidi atas pelaksanaan program PEN.
|
|||
3.
|
Ketentuan ayat (6) Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 15
|
||||
(1)
|
Dalam rangka pelaksanaan penugasan untuk memberikan dukungan loss limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Pemerintah melalui Menteri dapat memberikan dukungan backstop loss limit kepada PT PII.
|
|||
(2)
|
Dukungan backstop loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh Pemerintah melalui Menteri untuk mengantisipasi risiko kelebihan klaim atas dukungan loss limit yang ditanggung oleh PT PII.
|
|||
(3)
|
Dalam hal terjadi risiko kelebihan klaim atas dukungan loss limit PT PII sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dalam hal ini Menteri menanggung kelebihan porsi atas klaim dukungan loss limit.
|
|||
(4)
|
Kelebihan porsi atas klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibayarkan terlebih dahulu oleh PT PII.
|
|||
(5)
|
PT PII mendapat penggantian kelebihan porsi atas klaim dukungan loss limit yang dibayar oleh PT PII sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||
(6)
|
Penggantian atas pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meliputi jumlah kelebihan porsi atas klaim dukungan loss limit.
|
|||
4.
|
Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 21 dihapus, sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 21
|
||||
(1)
|
Pemerintah melalui Menteri mengalokasikan anggaran kewajiban Penjaminan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
|
|||
(2)
|
Pengelolaan dana cadangan penjaminan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan pemerintah sepanjang tidak diatur lain dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
(3)
|
Dalam hal terjadi pembayaran klaim dukungan backstop loss limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pemerintah melalui Menteri dapat menggunakan dana yang bersumber dari pengelolaan dana cadangan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(4)
|
Dihapus.
|
|||
(5)
|
Dihapus.
|
|||
(6)
|
Terhadap realisasi penggunaan dana cadangan penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang berasal selain dari anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dapat diganti melalui mekanisme APBN dan/atau APBN-Perubahan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal pengelolaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencukupi untuk penggantian pembayaran kepada PT PII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Menteri mengalokasikan dana cadangan atas klaim dukungan backstop loss limit pada APBN maupun APBN-Perubahan.
|
|||
(8)
|
Pencatatan realisasi pengeluaran atas klaim dukungan backstop loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaporkan dalam APBN-Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
|
|||
5.
|
Ketentuan ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 22 diubah dan ditambahkan 6 (enam) ayat yaitu ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11), sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 22
|
||||
(1)
|
Dalam hal terjadi gagal bayar dari Terjamin, pembayaran klaim atas pelaksanaan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menimbulkan piutang dan/atau Regres dari LPEI kepada Terjamin.
|
|||
(2)
|
Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh LPEI.
|
|||
(3)
|
Untuk penjaminan bersama, Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh LPEI dan PT PII.
|
|||
(4)
|
Dalam hal terjadi gagal bayar dari Terjamin yang menyebabkan pembayaran klaim loss limit, pembayaran klaim atas pelaksanaan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menimbulkan piutang dan/atau Regres dari LPEI dan PT PII kepada Terjamin.
|
|||
(5)
|
Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh LPEI dan PT PII.
|
|||
(6)
|
Dalam hal terjadi gagal bayar dari Terjamin yang menyebabkan pembayaran klaim backstop loss limit, pembayaran klaim atas pelaksanaan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menimbulkan piutang dan/atau Regres dari LPEI, PT PII, dan Pemerintah kepada Terjamin.
|
|||
(7)
|
Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan oleh LPEI.
|
|||
(8)
|
Untuk penjaminan bersama, Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan oleh LPEI dan PT PII.
|
|||
(9)
|
Dalam melakukan pelaksanaan Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (7), dan ayat (8), LPEI dan/atau PT PII dapat melakukan kerja sama dengan Penerima Jaminan atau pihak lain.
|
|||
(10)
|
Terjamin wajib memenuhi Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan/atau ayat (6).
|
|||
(11)
|
Pemantauan atas Regres Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh PT PII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b.
|
|||
6.
|
Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 27
|
||||
(1)
|
Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah tahun 2020, sumber dana belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN untuk Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), belanja subsidi IJP loss Zimit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), dan anggaran kewajiban penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dapat berasal dari APBN sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai postur dan rincian APBN maupun peraturan pelaksanaannya.
|
|||
(2)
|
Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Penjamin perlu melakukan penyesuaian pelaksanaan Regres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dalam jangka waktu paling lama 9 (sembilan) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
|
|||
7.
|
Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 842) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 254) diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
Pasal II |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2022
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 327
|