PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa untuk menyempurnakan mekanisme pembayaran atas transaksi pengembalian penerimaan negara yang lebih komprehensif, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pembayaran atas pengembalian penerimaan negara sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara;
|
|||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran atas Pengembalian Penerimaan Negara;
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
|
|||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6564);
|
|||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagian atas Beban Anggaran Bendahara Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 662);
|
|||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1191) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1736);
|
|||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.05/2020 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1676);
|
|||
9.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN ATAS PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA.
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
|
|||
2.
|
Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
|
|||
3.
|
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan.
|
|||
4.
|
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
|
|||
5.
|
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disebut SAL adalah akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran/sisa kurang pembiayaan anggaran tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
|
|||
6.
|
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
|
|||
7.
|
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi BUN.
|
|||
8.
|
Pejabat Kuasa Pengelola PNBP selanjutnya disingkat PKP PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan instansi pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya dan tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
9.
|
Satuan Kerja adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
|
|||
10.
|
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga.
|
|||
11.
|
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut KPA BUN adalah pejabat pada Satuan Kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau Satuan Kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
|
|||
12.
|
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
|
|||
13.
|
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
|
|||
14.
|
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
15.
|
Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat DJP adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
16.
|
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi Penerimaan Negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
17.
|
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
18.
|
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
19.
|
Direktorat Pengelolaan Kas Negara adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan Kas Negara.
|
|||
20.
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan sistem perbendaharaan.
|
|||
21.
|
Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang evaluasi, akuntansi, dan setelmen.
|
|||
22.
|
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
|
|||
23.
|
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
|
|||
24.
|
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
|
|||
25.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
26.
|
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
27.
|
Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima dan kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
|
|||
28.
|
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan pembeli Surat Utang Negara (SUN) ritel atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel.
|
|||
29.
|
Surat Berharga Negara Ritel yang selanjutnya disebut SBN Ritel adalah Surat Berharga Negara yang dijual oleh Pemerintah kepada Investor Ritel di pasar perdana domestik.
|
|||
30.
|
Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valuta asing, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valuta asing yang ditunjuk oleh kuasa BUN pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
|
|||
31.
|
Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan nomor transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos/nomor transaksi lembaga persepsi lainnya sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
|
|||
32.
|
Surat Ketetapan Keterlanjuran Setoran Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SKKSPN adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh KPA/KPA BUN, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, atau KPPN Khusus Penerimaan yang menetapkan adanya pengembalian atas Penerimaan Negara kepada yang berhak dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
|
|||
33.
|
Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan adalah surat persetujuan yang diterbitkan oleh PKP PNBP atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
|
|||
34.
|
Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa pendapatan dan/atau Penerimaan Negara telah dibukukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
|
|||
35.
|
Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPP-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan atau SKKSPN.
|
|||
36.
|
Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPM-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana pembayaran pengembalian Penerimaan Negara.
|
|||
37.
|
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan surat perintah membayar.
|
|||
38.
|
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang antara lain berisi pernyataan bahwa segala akibat dari tindakan pejabat/seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian negara menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pejabat/seseorang yang mengambil tindakan dimaksud.
|
|||
39.
|
Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh portal biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
|
|||
40.
|
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
|
|||
41.
|
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
|
|||
42.
|
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja kementerian negara/lembaga.
|
|||
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai mekanisme pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara yang disebabkan oleh:
|
|||
a.
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang terjadi karena kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem pada Collecting Agent;
|
|||
b.
|
kelebihan pembayaran PNBP;
|
|||
c.
|
keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP;
|
|||
d.
|
kesalahan/kelebihan setoran penerimaan pembiayaan; dan
|
|||
e.
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai PNBP, penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, dan penerimaan dana perhitungan pihak ketiga yang disetor langsung ke RKUN,
|
|||
yang disetor melalui sistem Penerimaan Negara secara elektronik dan/atau selain melalui sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
|
||||
(2)
|
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembalian atas Penerimaan Negara yang disetorkan pada:
|
|||
a.
|
tahun anggaran berjalan; dan
|
|||
b.
|
tahun anggaran yang lalu.
|
|||
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Pengembalian Penerimaan Negara dilakukan berdasarkan surat bukti setoran Penerimaan Negara yang sah.
|
|||
(2)
|
Surat bukti setoran Penerimaan Negara yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa BPN atau bukti setoran yang sah.
|
|||
(3)
|
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan mata uang yang digunakan pada saat penyetorannya.
|
|||
BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN, TUGAS, DAN KEWENANGAN Pasal 4 |
||||
(1)
|
Menteri Keuangan merupakan PA BUN atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara.
|
|||
(2)
|
Menteri Keuangan selaku PA BUN menetapkan:
|
|||
a.
|
Kepala KPPN Jakarta II selaku KPA BUN untuk pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan oleh:
|
|||
1.
|
kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem pada Collecting Agent; dan
|
|||
2.
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai PNBP, penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, dan penerimaan dana perhitungan pihak ketiga yang disetor langsung ke RKUN;
|
|||
b.
|
Direktur Sistem Perbendaharaan selaku KPA BUN untuk pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan:
|
|||
1.
|
atas beban SAL untuk:
|
|||
a)
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang terjadi karena kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem pada Collecting Agent;
|
|||
b)
|
kelebihan pembayaran PNBP; dan
|
|||
c)
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai PNBP, penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, dan penerimaan dana perhitungan pihak ketiga yang disetor langsung ke RKUN.
|
|||
2.
|
keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP.
|
|||
c.
|
Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen selaku KPA BUN untuk pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan/kelebihan setoran penerimaan pembiayaan.
|
|||
(3)
|
Penunjukkan KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat ex-officio.
|
|||
(4)
|
KPA BUN sebagaimana dimaksud pada pada ayat (2) menerbitkan surat keputusan untuk menetapkan PPK dan PPSPM.
|
|||
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Pejabat perbendaharaan atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara pada Satuan Kerja merupakan pejabat perbendaharaan untuk pelaksanaan APBN sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
|
|||
(2)
|
Pejabat perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari KPA, PPK, dan PPSPM.
|
|||
(3)
|
Pengembalian Penerimaan Negara pada Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan kelebihan pembayaran PNBP.
|
|||
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Untuk pelaksanaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara, KPA BUN/KPA mempunyai tugas dan wewenang untuk menerbitkan SKKSPN atas:
|
|||
a.
|
keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP;
|
|||
b.
|
kesalahan/kelebihan setoran penerimaan pembiayaan.
|
|||
(2)
|
Untuk pelaksanaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara, PPK mempunyai tugas dan wewenang:
|
|||
a.
|
membebankan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pengembalian yang disebabkan:
|
|||
1.
|
kelebihan pembayaran PNBP; dan
|
|||
2.
|
keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP.
|
|||
b.
|
menguji kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran pengembalian Penerimaan Negara;
|
|||
c.
|
menguji kelengkapan dokumen dan kebenaran perhitungan permintaan pengembalian Penerimaan Negara;
|
|||
d.
|
menerbitkan dan menandatangani SPP-PP yang disusun sesuai dengan format huruf A yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima:
|
|||
1.
|
Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan atau SKKSPN;
|
|||
2.
|
surat permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang disampaikan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Collecting Agent dari KPA; dan
|
|||
3.
|
dokumen pendukung lainnya,
|
|||
secara lengkap dan benar;
|
||||
e.
|
menolak permintaan pengembalian Penerimaan Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak permintaan pengembalian Penerimaan Negara diterima dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf d dinyatakan tidak lengkap dan benar; dan
|
|||
f.
|
menyampaikan SPP-PP beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf d kepada PPSPM paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah SPP-PP diterbitkan.
|
|||
(3)
|
Untuk pelaksanaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara, PPSPM mempunyai tugas dan wewenang:
|
|||
a.
|
menerima SPP-PP beserta dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara dan kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d;
|
|||
b.
|
melakukan pengujian atas:
|
|||
1.
|
kebenaran pengisian format SPP-PP; dan
|
|||
2.
|
kelengkapan dokumen pendukung pembayaran pengembalian Penerimaan Negara.
|
|||
c.
|
menerbitkan dan menandatangani SPM-PP yang disusun sesuai dengan format huruf B yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPP-PP dinyatakan memenuhi pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf b;
|
|||
d.
|
menolak dan mengembalikan SPP-PP paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak SPP-PP diterima sebagaimana dimaksud pada huruf a, dalam hal SPP-PP tidak memenuhi pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf b;
|
|||
e.
|
menyampaikan SPM-PP sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada KPPN setelah SPM-PP diterbitkan; dan
|
|||
f.
|
menyimpan SPM-PP dan dokumen pendukungnya.
|
|||
BAB III
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS KESALAHAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA YANG TERJADI KARENA KESALAHAN PEREKAMAN DAN EKSEKUSI KODE BILLING DAN/ATAU GANGGUAN SISTEM PADA COLLECTING AGENT Pasal 7 |
||||
(1)
|
Kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang terjadi karena kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem pada Collecting Agent sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat dimintakan pengembalian Penerimaan Negara dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem terjadi di loket Collecting Agent;
|
|||
b.
|
kesalahan sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan terjadinya penggunaan dana pada Collecting Agent; dan
|
|||
c.
|
tidak terdapat pembatalan transaksi Penerimaan Negara.
|
|||
(2)
|
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah terdapat transaksi Penerimaan Negara pengganti
|
|||
(3)
|
Transaksi Penerimaan Negara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan transaksi Penerimaan Negara yang disetorkan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dengan menggunakan Kode Billing dengan nilai nominal yang benar sebagai pengganti atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dikembalikan.
|
|||
(4)
|
Gangguan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi karena gangguan jaringan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
|
|||
(5)
|
Kantor pusat Collecting Agent mengajukan surat permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPPN Khusus Penerimaan, dengan dilampiri:
|
|||
a.
|
fotokopi BPN atas setoran yang dimintakan pengembalian;
|
|||
b.
|
fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara pengganti;
|
|||
c.
|
fotokopi laporan harian penerimaan;
|
|||
d.
|
fotokopi nota debet pelimpahan;
|
|||
e.
|
fotokopi bukti kepemilikan rekening tujuan;
|
|||
f.
|
fotokopi nomor pokok Wajib Pajak;
|
|||
g.
|
SPTJM yang ditandatangani oleh pimpinan kantor pusat Collecting Agent yang disusun sesuai dengan format huruf C yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||
h.
|
surat pernyataan penggunaan setoran oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, untuk pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan oleh kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing yang disusun sesuai dengan format huruf D yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
|
|||
i.
|
surat pernyataan gangguan sistem pada Collecting Agent, untuk pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan gangguan sistem pada Collecting Agent yang disusun sesuai dengan format huruf E yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), KPPN Khusus Penerimaan melakukan penelitian untuk memastikan:
|
|||
a.
|
kelengkapan surat permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5);
|
|||
b.
|
setoran tersebut telah diterima dan dibukukan pada Kas Negara; dan
|
|||
c.
|
setoran tersebut tidak digunakan sebagai pemenuhan kewajiban terhadap negara atau belum pernah dimintakan pengembalian Penerimaan Negara sebelumnya.
|
|||
(2)
|
Untuk memastikan setoran tersebut tidak digunakan sebagai pemenuhan kewajiban terhadap negara atau belum pernah dimintakan pengembalian Penerimaan Negara sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, KPPN Khusus Penerimaan melakukan konfirmasi Penerimaan Negara.
|
|||
(3)
|
Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
untuk penerimaan pajak diajukan kepada kantor pelayanan pajak mitra kerja Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
|
|||
b.
|
untuk penerimaan bea cukai diajukan kepada kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai mitra kerja Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
|
|||
c.
|
untuk penerimaan selain pajak dan bea cukai diajukan kepada Satuan Kerja melalui KPPN mitra kerja; dan
|
|||
d.
|
surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c disusun sesuai dengan format huruf F yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, KPPN Khusus Penerimaan menerbitkan SKTB paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah hasil konfirmasi diterima.
|
|||
(5)
|
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun sesuai dengan format huruf G dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(6)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, KPPN Khusus Penerimaan mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara kepada kantor pusat Collecting Agent.
|
|||
Pasal 9 |
||||
(1)
|
KPPN Khusus Penerimaan menerbitkan SKKSPN atas permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diterbitkan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).
|
|||
(2)
|
Penerbitan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
KPPN Khusus Penerimaan melakukan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
1.
|
pengembalian Penerimaan Negara yang disetorkan pada tahun anggaran berjalan dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan melalui koreksi pemindahbukuan dengan menggunakan akun 816111 (koreksi pengeluaran pemindahbukuan) dan kode Satuan Kerja KPPN Jakarta II selaku BUN; atau
|
|||
2.
|
pengembalian Penerimaan Negara yang disetorkan pada tahun anggaran yang lalu dibebankan pada SAL;
|
|||
b.
|
SKKSPN diterbitkan dan ditandatangani paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKTB diterbitkan; dan
|
|||
c.
|
koreksi pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN.
|
|||
(3)
|
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf H dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
KPPN Khusus Penerimaan meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dilampiri SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
|||
a.
|
KPPN Jakarta II untuk permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang disetorkan ke Kas Negara pada tahun anggaran berjalan; atau
|
|||
b.
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan untuk permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang disetorkan ke Kas Negara pada tahun anggaran yang lalu.
|
|||
Pasal 10 |
||||
Berdasarkan penerusan permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan atau PPK dan PPSPM pada KPPN Jakarta II melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
||||
a.
|
PPK melakukan pengujian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f; dan
|
|||
b.
|
PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 11 |
||||
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
|
||||
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Berdasarkan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, KPPN Jakarta II menyampaikan surat pemberitahuan pengembalian Penerimaan Negara kepada DJP/DJBC/DJA/DJPb/DJPPR yang disusun sesuai dengan format huruf I yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dilampiri dengan fotokopi SPM-PP dan laporan monitoring SP2D.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan surat pemberitahuan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJP/DJBC/DJA/DJPb/DJPPR melakukan koreksi pembukuan.
|
|||
BAB IV
PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PNBPThank you for reading this post, don't forget to subscribe! Bagian Kesatu Pasal 13 |
||||
Pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b meliputi:
|
||||
a.
|
kelebihan pembayaran PNBP yang disetor menggunakan Kode Billing dan kesalahan pemungutan PNBP berupa kelebihan pemotongan pada SPM; dan
|
|||
b.
|
kesalahan pembayaran PNBP yang disetor langsung ke RKUN.
|
|||
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan.
|
|||
(2)
|
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan yang ditetapkan oleh PKP PNBP.
|
|||
(3)
|
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengaJuan dan penyelesaian keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP.
|
|||
Bagian Kedua
Pembayaran Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP yang Disetor Menggunakan Kode Billing dan Kesalahan Pemungutan PNBP Berupa Kelebihan Pemotongan pada SPM Pasal 15 |
||||
(1)
|
Untuk pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP yang disetor menggunakan Kode Billing dan kesalahan pemungutan PNBP berupa kelebihan pemotongan pada 8PM, PPK melakukan penelitian atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) beserta lampiran yang terdiri atas:
|
|||
a.
|
fotokopi bukti kepemilikan rekening tujuan;
|
|||
b.
|
fotokopi nomor pokok wajib pajak; dan
|
|||
c.
|
SPTJM yang ditandatangani oleh KPA, yang disusun sesuai dengan format huruf C yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen dinyatakan lengkap dan benar, PPK melakukan pembebanan untuk pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
Pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP pada tahun anggaran berjalan dan tahun anggaran yang lalu dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan, dalam hal:
|
|||
1.
|
terdapat realisasi PNBP dengan akun yang sama pada tahun anggaran berjalan pada Satuan Kerja; atau
|
|||
2.
|
tidak terdapat/tidak mencukupi realisasi PNBP dengan akun yang sama pada Satuan Kerja namun terdapat realisasi PNBP pada akun dan program yang sama pada unit eselon I pada tahun anggaran berjalan.
|
|||
b.
|
Pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP tahun anggaran yang lalu dapat membebani SAL dalam hal tidak terdapat realisasi PNBP dengan akun yang sama dan program yang sama pada Satuan Kerja dan unit eselon I pada tahun anggaran berjalan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar, PPK meminta:
|
|||
a.
|
PKP PNBP untuk melengkapi dan/atau memperbaiki dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b; dan/atau
|
|||
b.
|
KPA untuk melengkapi dan/atau memperbaiki dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
|
|||
Pasal 16 |
||||
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a angka 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
a.
|
berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), PPK melakukan penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d dan huruf f; dan
|
|||
b.
|
berdasarkan SPP-PP sebagaimana dimaksud pada huruf a, PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN mitra kerja, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a angka 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
KPA mengajukan permintaan persetujuan pembebanan kepada unit eselon I.
|
|||
b.
|
unit eselon I sebagaimana dimaksud pada huruf a memeriksa realisasi PNBP dengan akun yang sama pada program yang sama.
|
|||
c.
|
dalam hal terdapat realisasi PNBP dengan akun dan program yang sama pada Satuan Kerja lain, unit eselon I melakukan persetujuan pembebanan pengembalian PNBP sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan dengan ketentuan:
|
|||
1.
|
unit eselon I memerintahkan Satuan Kerja lain lingkup unit eselon I yang mempunyai realisasi PNBP untuk melakukan koreksi data transaksi PNBP;
|
|||
2.
|
koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan mengoreksi kode Satuan Kerja lain menjadi kode Satuan Kerja yang mengajukan permintaan persetujuan pembebanan;
|
|||
3.
|
pelaksanaan koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN; dan
|
|||
4.
|
Satuan Kerja lain sebagaimana dimaksud pada angka 1 menyampaikan hasil koreksi transaksi PNBP berupa nota perbaikan data transaksi Penerimaan Negara kepada unit eselon I.
|
|||
d.
|
Surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP dari unit eselon I disusun sesuai dengan format huruf J yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
e.
|
Unit eselon I menyampaikan surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Satuan Kerja yang mengajukan permintaan persetujuan pembebanan dengan dilampiri:
|
|||
1.
|
laporan realisasi pendapatan unit eselon I;
|
|||
2.
|
nota perbaikan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 4; dan
|
|||
3.
|
surat pernyataan dari unit eselon I yang disusun sesuai dengan format huruf K yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP dari unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, PPK dan PPSPM melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
|||
a.
|
PPK melakukan pengujian permintaan pengembalian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan serta penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f; dan
|
|||
b.
|
PPSPM menerima, melakukan pengujian SPP-PP, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 18 |
||||
Dalam hal SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dan Pasal 17 ayat (2) huruf b diterbitkan dalam mata uang asing, diatur ketentuan sebagai berikut:
|
||||
a.
|
untuk Satuan Kerja yang bermitra dengan KPPN lingkup Provinsi D.K.I. Jakarta, SPM-PP diajukan kepada KPPN mitra kerja; atau
|
|||
b.
|
untuk Satuan Kerja yang bermitra dengan KPPN di luar Provinsi D.K.I. Jakarta, SPM-PP diajukan kepada KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah melalui KPPN mitra kerja Satuan Kerja berkenaan.
|
|||
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
KPA mengajukan permintaan persetujuan pembebanan kepada unit eselon I.
|
|||
b.
|
Unit eselon I sebagaimana dimaksud pada huruf a memeriksa realisasi PNBP dengan akun yang sama pada program yang sama.
|
|||
c.
|
Dalam hal tidak terdapat realisasi PNBP dengan akun dan program yang sama pada Satuan Kerja lain, Unit eselon I melakukan persetujuan pembebanan pengembalian PNBP pada SAL.
|
|||
d.
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan dengan menerbitkan surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP pada SAL.
|
|||
e.
|
Surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP pada SAL disusun sesuai dengan format huruf J yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
f.
|
Unit eselon I menyampaikan surat persetuju an pembebanan pengembalian PNBP pada SAL sebagaimana dimaksud pada huruf d kepada Satuan Kerja yang mengajukan permintaan persetujuan pembebanan dengan dilampiri:
|
|||
1.
|
laporan realisasi pendapatan unit eselon; dan
|
|||
2.
|
surat pernyataan pengembalian PNBP dari unit eselon I yang disusun sesuai dengan format huruf K yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f menyampaikan permintaan pengembalian PNBP kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan melalui KPPN mitra kerja dilampiri:
|
|||
a.
|
Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan yang ditetapkan PKP PNBP dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1); dan
|
|||
b.
|
surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP pada SAL beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f.
|
|||
(3)
|
KPPN mitra kerja melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(4)
|
Dalam hal dokumen dinyatakan lengkap, KPPN mitra kerja meneruskan permohonan pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal dokumen dinyatakan tidak lengkap, KPPN mitra kerja mengembalikan permohonan pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Satuan Kerja.
|
|||
(6)
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||
(7)
|
Dalam hal permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lengkap dan benar, PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
|||
a.
|
PPK melakukan pengujian permintaan pengembalian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f; dan
|
|||
b.
|
PPSPM menerima, pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Pasal 17 ayat (2) huruf b, dan Pasal 18, KPPN mitra kerja menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7) huruf b, KPPN mitra kerja menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
|
|||
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan pengembalian PNBP pada akun yang sama dan program yang sama dari unit eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
dalam hal terdapat realisasi PNBP pada Satuan Kerja setelah pembayaran pengembalian PNBP, Satuan Kerja mengajukan koreksi PNBP;
|
|||
b.
|
koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a, merupakan koreksi perubahan kode Satuan Kerja menjadi kode Satuan Kerja lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c;
|
|||
c.
|
KPA pada Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a mengajukan koreksi sebesar nilai pengembalian PNBP kepada KPPN mitra kerja pada tahun anggaran berjalan;
|
|||
d.
|
dalam hal realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari nilai pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c, KPA mengajukan koreksi sebesar nilai realisasi PNBP dimaksud kepada KPPN mitra kerja pada tahun anggaran berjalan;
|
|||
e.
|
terhadap selisih kurang antara nilai pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan nilai koreksi sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPA mengajukan koreksi sebesar nilai selisih dimaksud kepada KPPN mitra kerja pada tahun anggaran berikutnya; dan
|
|||
f.
|
unit eselon I melakukan monitoring untuk memastikan pelaksanaan koreksi oleh KPA telah sesuai dengan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e.
|
|||
(2)
|
Atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan pengembalian PNBP pada SAL dari unit eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diatur ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
dalam hal terdapat realisasi PNBP pada Satuan Kerja setelah pembayaran pengembalian PNBP beban SAL, Satuan Kerja mengajukan koreksi PNBP;
|
|||
b.
|
koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a, merupakan koreksi perubahan kode Satuan Kerja dan kode akun menjadi kode Satuan Kerja pengembalian Penerimaan Negara atas beban SAL dan kode akun pengembalian PNBP beban SAL;
|
|||
c.
|
KPA pada Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a mengajukan koreksi sebesar nilai pengembalian PNBP kepada KPPN mitra kerja pada tahun anggaran berjalan;
|
|||
d.
|
dalam hal realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari nilai pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c, KPA mengajukan koreksi sebesar nilai realisasi PNBP dimaksud kepada KPPN mitra kerja pada tahun anggaran berjalan;
|
|||
e.
|
terhadap selisih kurang antara nilai pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan nilai koreksi sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPA mengajukan koreksi sebesar nilai selisih dimaksud kepada KPPN mitra kerja pada tahun anggaran berikutnya;
|
|||
f.
|
unit eselon I melakukan monitoring untuk memastikan pelaksanaan koreksi oleh KPA telah sesuai dengan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e;
|
|||
g.
|
KPPN mitra kerja menyampaikan hasil koreksi PNBP atas koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d atau huruf e kepada:
|
|||
1.
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan;
|
|||
2.
|
Unit eselon I; dan
|
|||
3.
|
KPA;
|
|||
h.
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan melakukan monitoring atas:
|
|||
1.
|
data pembayaran pengembalian PNBP beban SAL; dan
|
|||
2.
|
hasil koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf g;
|
|||
l.
|
berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada huruf h, Direktorat Sistem Perbendaharaan secara triwulanan menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN yang Satuan Kerjanya belum melakukan koreksi atas transaksi pengembalian PNBP;
|
|||
J.
|
berdasarkan pemberitahuan dari Direktorat Sistem Perbendaharaan sebagaimana dimaksud huruf i, KPPN mitra kerja meminta KPA untuk melakukan percepatan pelaksanaan koreksi PNBP; dan
|
|||
k.
|
dalam hal koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a belum sesuai dengan besaran nilai pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf c, unit eselon I tidak dapat memberikan persetujuan pembebanan pengembalian PNBP pada SAL untuk permohonan pengembalian berikutnya.
|
|||
(3)
|
Pelaksanaan koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN.
|
|||
(4)
|
Ketentuan teknis pelaksanaan koreksi atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan pengembalian PNBP pada akun dan program yang sama dari unit eselon I atau atas beban SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
|||
Bagian Ketiga
Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara atas Kesalahan Pembayaran PNBP yang Disetor Langsung ke RKUN Pasal 22 |
||||
Pembayaran pengembalian atas Penerimaan Negara yang disebabkan kesalahan pembayaran PNBP yang disetor langsung ke RKUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b diatur ketentuan sebagai berikut:
|
||||
1.
|
Satuan Kerja menyampaikan permintaan penerbitan SKTB kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
|
|||
2.
|
Berdasarkan permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud pada angka 1, Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penelitian untuk memastikan setoran tersebut telah diterima dan dibukukan pada Kas Negara.
|
|||
3.
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 2 dinyatakan benar, Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan:
|
|||
a.
|
koreksi menjadi akun PNBP; dan
|
|||
b.
|
menerbitkan SKTB yang disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
4.
|
Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan SKTB sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b kepada Satuan Kerja.
|
|||
5.
|
SKTB sebagaimana dimaksud pada angka 4 sebagai syarat diterbitkannya Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan.
|
|||
6.
|
Penerbitan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada angka 5 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP.
|
|||
7.
|
Pelaksanaan koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN.
|
|||
8.
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 dinyatakan tidak benar, Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengembalikan permintaan penerbitan SKTB kepada Satuan Kerja.
|
|||
Pasal 23 |
||||
Ketentuan mengenai pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP yang disetor menggunakan Kode Billing dan kesalahan pemungutan PNBP berupa kelebihan pemotongan pada SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 21 berlaku mutatis mutandis terhadap pembayaran pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang disetor langsung ke RKUN.
|
||||
BAB V
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS KETERLANJURAN PENYETORAN DANA OLEH BENDAHARA PENGELUARAN MENGGUNAKAN AKUN PENGEMBALIAN SISA UP/TUP Pasal 24 |
||||
(1)
|
Pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dapat dilakukan dalam hal terdapat keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP.
|
|||
(2)
|
Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||
a.
|
dana pencairan SP2D-LS atas nama Bendahara Pengeluaran yang belum terbayarkan kepada yang berhak;
|
|||
b.
|
dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, dalam hal Bendahara Pengeluaran merangkap Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja perangkat daerah; dan/atau
|
|||
c.
|
dana yang tidak terkait dengan tugas Bendahara Pengeluaran namun berada dalam pengelolaan Bendahara Pengeluaran.
|
|||
Pasal 25 |
||||
a.
|
Bendahara Pengeluaran mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP kepada KPA.
|
|||
b.
|
KPA melakukan rekonsiliasi sisa saldo UP/TUP dengan KPPN mitra kerja untuk memastikan adanya keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
|||
c.
|
Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi sisa saldo UP/TUP yang disusun sesuai dengan format huruf L yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
d.
|
Terhadap hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan hal-hal sebagai berikut:
|
|||
1.
|
untuk nilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), KPA menandatangani surat pernyataan yang disusun sesuai dengan format huruf M dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini;
|
|||
2.
|
untuk nilai di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), hasil rekonsiliasi diverifikasi oleh aparat pengawas internal pemerintah pada kementerian/lembaga dan dituangkan dalam hasil verifikasi yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang; atau
|
|||
3.
|
untuk nilai di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), hasil rekonsiliasi diverifikasi oleh aparat pengawas dari instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional dan dituangkan dalam hasil verifikasi yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
|
|||
e.
|
KPA mengajukan permintaan penerbitan SKTB dan reklasifikasi kepada KPPN mitra kerja dilampiri dengan:
|
|||
1.
|
fotokopi BPN;
|
|||
2.
|
berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan
|
|||
3.
|
dokumen lain sebagai berikut:
|
|||
a)
|
fotokopi surat pernyataan KPA sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1;
|
|||
b)
|
fotokopi hasil verifikasi aparat pengawas internal pemerintah pada kementerian atau lembaga sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 2; atau
|
|||
c)
|
fotokopi hasil verifikasi instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 3.
|
|||
Pasal 26 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permintaan penerbitan SKTB dan reklasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e, KPPN mitra kerja melakukan penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e.
|
|||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, KPPN mitra kerja mengembalikan permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permintaan penerbitan SKTB diterima.
|
|||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, KPPN mitra kerja:
|
|||
a.
|
menerbitkan SKTB; dan
|
|||
b.
|
melaksanakan reklasifikasi,
|
|||
paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permintaan penerbitan SKTB dan reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap.
|
||||
(4)
|
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(5)
|
Pelaksanaan reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan melakukan koreksi ke akun 816411 (penerimaan reklasifikasi kelebihan setoran uang persediaan) dan kode Satuan Kerja pengembalian Penerimaan Negara atas beban SAL.
|
|||
(6)
|
Pelaksanaan reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN.
|
|||
(7)
|
SKTB dan hasil reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beserta kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPA.
|
|||
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Berdasarkan SKTB dan hasil reklasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7), PPK melakukan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP pada akun 826411 (penerimaan reklasifikasi kelebihan setoran uang persediaan) dan kode Satuan Kerja pengembalian Penerimaan Negara atas beban SAL.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA menerbitkan SKKSPN paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7).
|
|||
(3)
|
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan melalui KPPN mitra kerja dengan dilampiri:
|
|||
a.
|
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
|
|||
b.
|
SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7);
|
|||
c.
|
SPTJM yang ditandatangani oleh KPA, yang disusun sesuai dengan format huruf C yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||
d.
|
fotokopi rekening Bendahara Pengeluaran;
|
|||
e.
|
fotokopi nomor pokok wajib pajak Satuan Kerja; dan
|
|||
f.
|
dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d berupa:
|
|||
1.
|
surat pernyataan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d angka 1;
|
|||
2.
|
hasil verifikasi aparat pengawas internal pemerintah pada kementerian atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d angka 2; atau
|
|||
3.
|
hasil verifikasi instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d angka 3.
|
|||
(5)
|
KPPN mitra kerja memeriksa kelengkapan dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||
(6)
|
Dalam hal dokumen dinyatakan lengkap, KPPN mitra kerja meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal dokumen dinyatakan tidak lengkap, KPPN mitra kerja mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada KPA.
|
|||
(8)
|
Ketentuan teknis pelaksanaan reklasifikasi untuk pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
|||
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (6).
|
|||
(2)
|
Dalam hal dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lengkap dan benar, PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
|||
a.
|
PPK melakukan pengujian permintaan pengembalian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f; dan
|
|||
b.
|
PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 29 |
||||
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
|
||||
BAB VI
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS KESALAHAN/KELEBIHAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN Pasal 30 |
||||
(1)
|
Pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan/kelebihan penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dilakukan atas terjadinya kesalahan/kelebihan setoran SBN Ritel.
|
|||
(2)
|
Kesalahan/kelebihan setoran SBN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh:
|
|||
a.
|
kendala teknis pada sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang mengakibatkan terjadinya kesalahan/kelebihan setoran SBN Ritel; dan/atau
|
|||
b.
|
pemesanaan SBN Ritel yang tidak sesuai dengan memorandum informasi.
|
|||
(3)
|
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dalam hal penerimaan pembiayaan belum dilakukan setelmen.
|
|||
(4)
|
Investor Ritel mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen, dengan dilampiri:
|
|||
a.
|
fotokopi BPN;
|
|||
b.
|
fotokopi bukti kepemilikan rekening; dan
|
|||
c.
|
fotokopi nomor pokok Wajib Pajak.
|
|||
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen melakukan penelitian untuk memastikan:
|
|||
a.
|
kelengkapan dokumen; dan
|
|||
b.
|
penerimaan pembiayaan belum dilakukan setelmen.
|
|||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dokumen tidak lengkap dan penerimaan pembiayaan belum dilakukan setelmen, Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen melakukan pengembalian permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dilengkapi oleh Investor Ritel.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan penerimaan pembiayaan telah dilakukan setelmen, Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen melakukan penolakan dan mengembalikan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(4)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) telah memenuhi ketentuan, Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen mengajukan permintaan penerbitan SKTB kepada KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah dengan dilampiri fotokopi BPN penerimaan pembiayaan yang diajukan pengembaliannya.
|
|||
Pasal 32 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah melakukan penelitian untuk memastikan:
|
|||
a.
|
kelengkapan dokumen permintaan penerbitan SKTB beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4);
|
|||
b.
|
setoran tersebut telah diterima dan dibukukan pada Kas Negara; dan
|
|||
c.
|
setoran tersebut belum pernah dimintakan pengembalian sebelumnya.
|
|||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) telah memenuhi ketentuan, KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah menerbitkan SKTB paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah dokumen permintaan penerbitan SKTB diterima lengkap.
|
|||
(3)
|
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah menyampaikan SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen.
|
|||
(5)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) tidak memenuhi ketentuan, KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah mengembalikan dokumen permintaan penerbitan SKTB kepada Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah dokumen permintaan penerbitan SKTB diterima.
|
|||
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen selaku KPA BUN menerbitkan SKKSPN atas permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diterbitkan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
|
|||
(2)
|
Penerbitan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan.
|
|||
(3)
|
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan ditandatangani paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKTB diterbitkan.
|
|||
(4)
|
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(5)
|
Ketentuan teknis pelaksanaan pembebanan untuk pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan/kelebihan penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
|||
Pasal 34 |
||||
(1)
|
Berdasarkan SKKSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), PPK melakukan pengujian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan SPP-PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPSPM menerima SPP-PP, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 35 |
||||
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
|
||||
BAB VII
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA KARENA KESALAHAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA YANG TIDAK DAPAT DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI PNBP, PENERIMAAN PAJAK, PENERIMAAN BEA DAN CUKAI, DAN PENERIMAAN DANA PERHITUNGAN PIHAK KETIGA YANG DISETOR LANGSUNG KE RKUN Pasal 36 |
||||
Pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai PNBP, penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, dan penerimaan dana perhitungan pihak ketiga yang disetor langsung ke RKUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e diajukan oleh bank penyetor/badan lainnya.
|
||||
Pasal 37 |
||||
(1)
|
Bank penyetor/badan lainnya mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan dimaksud dalam Pasal Negara sebagaimana 36 kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan dilampiri:
|
|||
a.
|
surat kronologis yang ditandatangani oleh pimpinan bank penyetor/badan lainnya;
|
|||
b.
|
fotokopi bukti setoran yang sah;
|
|||
c.
|
fotokopi bukti kepemilikan rekening tujuan;
|
|||
d.
|
fotokopi nomor pokok wajib pajak; dan
|
|||
e.
|
SPTJM yang ditandatangani oleh pimpinan bank penyetor/badan lainnya, yang disusun sesuai dengan format huruf C yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penelitian untuk memastikan:
|
|||
a.
|
kelengkapan dokumen surat permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
|
|||
b.
|
setoran tersebut telah diterima dan dibukukan pada Kas Negara.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi ketentuan, Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan SKTB paling lambat 3 (tiga) hari kerja Penerimaan setelah permintaan pengembalian Negara beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap.
|
|||
(4)
|
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(5)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan, Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara kepada bank penyetor/badan lainnya paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
|
|||
Pasal 38 |
||||
(1)
|
Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan SKKSPN atas permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diterbitkan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3).
|
|||
(2)
|
Penerbitan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
|
|||
a.
|
Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
1.
|
pengembalian Penerimaan Negara yang disetor langsung ke RKUN pada tahun anggaran berjalan dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan melalui koreksi pemindahbukuan dengan menggunakan akun 816111 (koreksi pengeluaran pemindahbukuan) dan kode Satuan Kerja KPPN Jakarta II selaku BUN; atau
|
|||
2.
|
pengembalian Penerimaan Negara yang disetor langsung ke RKUN pada tahun anggaran yang lalu dibebankan pada SAL.
|
|||
b.
|
SKKSPN diterbitkan dan ditandatangani paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) diterbitkan; dan
|
|||
c.
|
koreksi pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN.
|
|||
(3)
|
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
Direktorat Pengelolaan Kas Negara meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilampiri dengan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
|||
a.
|
KPPN Jakarta II untuk permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang disetorkan ke Kas Negara pada tahun anggaran berjalan; atau
|
|||
b.
|
Direktorat Sistem Perbendaharaan untuk permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang disetorkan ke Kas Negara pada tahun anggaran yang lalu.
|
|||
(5)
|
Ketentuan teknis pelaksanaan koreksi pemindahbukuan atas pengembalian Penerimaan Negara yang disetor langsung ke RKUN pada tahun anggaran berjalan yang dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
|||
Pasal 39 |
||||
Berdasarkan penerusan permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan atau PPK dan PPSPM pada KPPN Jakarta II melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
||||
a.
|
PPK melakukan pengujian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f; dan
|
|||
b.
|
PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b sampai dengan huruf f.
|
|||
Pasal 40 |
||||
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
|
||||
BAB VIII
KEDALUWARSA PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA Pasal 41 |
||||
(1)
|
Hak tagih atas pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan oleh:
|
|||
a.
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang terjadi karena kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem pada Collecting Agent;
|
|||
b.
|
keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP;
|
|||
c.
|
kesalahan/kelebihan setoran penerimaan pembiayaan; dan
|
|||
d.
|
kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai PNBP, penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, dan penerimaan dana perhitungan pihak ketiga yang disetor langsung ke RKUN,
|
|||
kedaluwarsa 5 (lima) tahun sejak tanggal penetapan SKKSPN.
|
||||
(2)
|
Kedaluwarsa pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP.
|
|||
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 42 |
||||
Permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara.
|
||||
BAB X
KETENTUAN PENUTUP Pasal 43
|
||||
(1)
|
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
|
|||
a.
|
prosedur pembayaran pengembalian PNBP, belanja negara, dan lainnya yang disetorkan melalui RKUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2007 tentang Tata Cara Pencairan Dana atas Beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara melalui Rekening Kas Umum Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2007 tentang Tata Cara Pencairan Dana atas Beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara melalui Rekening Kas Umum Negara; dan
|
|||
b.
|
pembayaran dalam rangka pengembalian Penerimaan Negara atas beban bagian anggaran BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Beban Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,
|
|||
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 987), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
Pasal 44 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1379 |