SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11/PMK.06/2022

TENTANG

PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DENGAN MEKANISME CRASH PROGRAM  TAHUN ANGGARAN 2022

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, perlu diatur tata cara penyelesaian piutang instansi pemerintah yang diurus/dikelola oleh panitia urusan piutang negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, menengah, dan piutang berupa kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana, serta piutang instansi pemerintah dengan jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan Peraturan Menteri Keuangan;
b.
bahwa untuk mempercepat penyelesaian piutang negara pada instansi pemerintah dan untuk memberikan keringanan kepada penanggung utang di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dimuat dalam tata cara penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur kembali penyelesaian piutang negara dengan mekanisme crash program tahun anggaran 2022;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Angaran 2022.

Mengingat

1.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
6.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6735);
7.
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
8.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1225);
9.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031).
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DENGAN MEKANISME CRASH PROGRAM TAHUN ANGGARAN 2022.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
2.
Crash Program adalah optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang kepada Penanggung Utang.
3.
Keringanan Utang adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang oleh Penanggung Utang dengan diberikan pengurangan pokok, bunga, denda, ongkos/biaya lainnya.
4.
Piutang Instansi Pemerintah adalah Piutang Negara yang berasal dari instansi pemerintah pusat yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
5.
Panitia Urusan Piutang Negara selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara.
6.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang.
8.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
9.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
10.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
11.
Penanggung Utang adalah badan dan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
12.
Penjamin Utang adalah badan dan/atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh utang Penanggung Utang.
13.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
14.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah salah satu pejabat unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 2

(1)
Peraturan Menteri ini mengatur Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang diselesaikan dengan mekanisme Crash Program meliputi Piutang Instansi Pemerintah Pusat dengan Penanggung Utang:
a.
perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan Usaha Mikro, Kecil, atau Menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.
perorangan yang menerima kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau
c.
perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),
yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2021.
(2)
Dalam hal kewajiban utang dalam bentuk mata uang asing, batasan sisa kewajiban utang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihitung berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal surat persetujuan keringanan utang.
(3)
Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1) huruf c, Crash Program berupa pemberian keringanan utang tidak dapat diberikan terhadap:
a.
Piutang Negara yang berasal dari aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL); dan
b.
Piutang Negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya, kecuali jaminan tersebut sudah tidak efektif, kadaluwarsa atau kondisi lainnya sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai jaminan penyelesaian Piutang Negara.
(4)
Dalam hal terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, KPKNL meminta konfirmasi kepada Penyerah Piutang untuk memastikan status/kondisi/masa berlaku jaminan penyelesaian utang tersebut.

Pasal 3

(1)
Penyelesaian Piutang Negara pada Instansi Pemerintah dalam Peraturan Menteri ini dilakukan dengan mekanisme Crash Program secara nasional yang dikoordinasikan oleh Menteri.
(2)
Pelaksanaan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara teknis dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal berupa pemberian keringanan utang.
(3)
Direktur Jenderal bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melaporkan kepada Menteri.
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 4

(1)
Kepala KPKNL bertugas menyelesaikan Piutang Negara yang telah diserahkan penguru.sannya kepada PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Piutang Negara.
(2)
Kepala KPKNL berwenang memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program keringanan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB III
PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA
Bagian Kesatu
Inventarisasi Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dan Pemberitahuan Pelaksanaan Crash Program

Pasal 5

(1)
KPKNL menginventarisasi Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) untuk memastikan Penanggung Utang yang dapat diberikan Crash Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2)
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPKNL melakukan penelitian sisa kewajiban Piutang Negara berdasarkan data penyerahan dari Penyerah Piutang.
(3)
Penelitian sisa kewajiban Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi rincian besaran Piutang Negara:
a.
pokok;
b.
bunga;
c.
denda; dan/atau
d.
ongkos/biaya lainnya.
(4)
Dalam hal terdapat angsuran dari Penanggung Utang, angsuran diperlakukan sebagai pengurang pokok Piutang Negara.
(5)
Dalam hal terdapat perbedaan data angsuran Penanggung Utang, KPKNL melakukan konfirmasi tertulis, kepada Penyerah Piutang sebelum melakukan proses penyelesaian dengan mekanisme Crash Program.

Pasal 6

(1)
Kepala KPKNL memberitahukan rencana pelaksanaan Crash Program kepada Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), melalui:
a.
surat pemberitahuan yang dikirimkan secara tercatat atau surat elektronik;
b.
pengumuman panggilan di surat kabar, website atau media elektronik lainnya;
c.
surat pemberitahuan melalui Penyerah Piutang;
d.
sosialisasi; dan/atau
e.
pelaksanaan kerja sama penyelesaian (joint program) dengan Penyerah Piutang.
(2)
Format surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Permohonan dan Pembahasan Crash Program

Pasal 7

(1)
Penanggung Utang yang dapat diberikan Crash Program merupakan Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPKNL dan diterima secara lengkap paling lambat tanggal 15 Desember 2022.
(2)
Permohonan tertulis diajukan oleh:
a.
Penanggung Utang;
b.
Penjamin Utang; atau
c.
ahli waris.
(3)
Format permohonan tertulis Crash Program keringanan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

(1)
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dikirimkan:
a.
ke alamat kantor KPKNL; atau
b.
secara elektronik ke alamat surat elektronik (e-mail) KPKNL;
(2)
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi berupa:
a.
kartu identitas Penanggung Utang/Penjamin Utang/ahli waris; dan
b.
dokumen pendukung.
(3)
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a.
surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa/kantor kecamatan/dinas pemerintah daerah atau instansi yang berwenang yang menerangkan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan seluruh utang tanpa pemberian keringanan; atau
b.
surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa/kantor kecamatan/dinas pemerintah daerah atau instansi yang berwenang bahwa Penanggung Utang saat mengajukan permohonan Crash Program merupakan pelaku Usaha Mikro, Kecil, atau Menengah (UMKM) atau penerima kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana (KPR RS/RSS).
(4)
Dalam hal permohonan tertulis diajukan oleh Penjamin Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a.
surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa/kantor kecamatan atau pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang, yang menerangkan Penanggung Utang tidak diketahui keberadaan/tempat tinggalnya; dan
b.
surat pernyataan bermeterai cukup dari Penjamin Utang yang diketahui oleh pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa/kantor kecamatan tempat domisili Penjamin Utang, yang berisi:
1.
kesanggupan untuk memenuhi seluruh ketentuan Crash Program keringanan utang;
2.
bertanggung jawab secara penuh jika terjadi gugatan dari Penanggung Utang, ahli waris atau pihak ketiga lainnya baik secara pidana, perdata atau tata usaha negara, termasuk gugatan terhadap penyerahan asli dokumen kepemilikan barang jaminan; dan
3.
membebaskan KPKNL dan Penyerah Piutang dari seluruh gugatan baik pidana, perdata atau tata usaha negara dari Penanggung Utang, ahli waris atau pihak ketiga lainnya, termasuk gugatan terhadap penyerahan asli dokumen kepemilikan barang jaminan.
(5)
Dalam hal surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa/kantor kecamatan/dinas pemerintah daerah atau instansi lainnya yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) huruf a tidak dapat diperoleh, maka dapat digantikan dengan surat pernyataan dari Penanggung Utang/Penjamin Utang/Ahli waris yang dikuatkan/diketahui/dibenarkan oleh pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa/kantor kecamatan/dinas pemerintah daerah atau instansi yang berwenang tersebut.
(6)
Dikecualikan dari ketentuan adanya dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk Penanggung Utang yang sudah diurus oleh PUPN lebih dari 10 (sepuluh) tahun sejak diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), dengan didukung surat pernyataan dari Penanggung Utang/Penjamin Utang/ahli waris disertai 2 (dua) orang saksi yang berisi ketidakmampuan Penanggung Utang untuk menyelesaikan seluruh utang tanpa pemberian keringanan.
(7)
Dalam hal diajukan oleh ahli waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, permohonan tertulis dilengkapi dengan surat keterangan waris, fatwa waris atau akta notaris.
(8)
Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7) maka permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut oleh KPKNL.
(9)
Penanggung Utang, Penjamin Utang, atau ahli waris yang mengajukan permohonan bertanggung jawab atas kebenaran formil maupun materiil dalam persyaratan administrasi, surat keterangan, surat pernyataan dan/atau bukti sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (7).

Pasal 9

Instansi/pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) sampai dengan ayat (5) antara lain:
a.
instansi/pejabat perwakilan negara asing di Indonesia atau instansi/pejabat yang berwenang di negara asal Penanggung Utang, dalam hal Penanggung Utang merupakan warga negara atau bad.an usaha/hukum asing;
b.
instansi/pejabat atasannya, dalam hal Penanggung Utang merupakan badan hukum publik, badan hukum milik negara atau unit instansi/lembaga pada pemerintah pusat/daerah.

Pasal 10

(1)
Dalam hal Penanggung Utang/Penjamin Utang/ahli waris sudah tidak diketahui keberadaannya atau sudah menghilang, permohonan Crash Program keringanan utang dapat diajukan oleh pihak ketiga, dengan ketentuan bahwa piutang merupakan salah satu dari:
a.
piutang rumah sakit/fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b.
piutang biaya perkuliahan/sekolah; atau
c.
piutang dengan sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah),
yang tidak didukung dengan barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan.
(2)
Pihak ketiga selaku pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampirkan kartu identitas dan dokumen pendukung berupa surat pernyataan bersedia memenuhi ketentuan serta bertanggung jawab sepenuhnya terhadap Crash Program keringanan utang.

Pasal 11

(1)
KPKNL melakukan pembahasan terhadap permohonan Crash Program yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2)
Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan:
a.
Penanggung Utang merupakan objek Crash Program keringanan utang;
b.
jangka waktu pengajuan surat permohonan Crash Program keringanan utang;
c.
dipenuhinya persyaratan administrasi permohonan mengikuti Crash Program keringanan utang;
d.
ketepatan rincian sisa kewajiban, perhitungan besaran nilai dan tarif keringanan utang; dan
e.
rekomendasi berupa:
1.
persetujuan atau penolakan Crash Program keringanan utang; atau
2.
permintaan kelengkapan dokumen persyaratan.
(3)
Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara pembahasan.
(4)
Berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit ditandatangani oleh:
a.
Kepala Seksi yang membidangi Piutang Negara;
b.
Kepala Seksi yang membidangi Hukum dan Informasi; dan
c.
pemegang Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN),
serta dibubuhi tanda tangan mengetahui oleh Kepala KPKNL.
(5)
Rekomendasi yang dituangkan dalam berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai acuan dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program keringanan utang.
(6)
Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari satu kali sesuai kebutuhan.
(7)
Dalam hal persyaratan administrasi yang diajukan pemohon Crash Program belum lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, KPKNL memberitahukan dan meminta kelengkapan persyaratan administrasi dimaksud kepada pemohon.
(8)
Format berita acara pembahasan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Pemberian Keringanan Utang

Pasal 12

(1)
Crash Program berupa keringanan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diberikan kepada Penanggung Utang yang dituangkan dalam surat persetujuan yang meliputi:
a.
pemberian keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya;
b.
pemberian keringanan utang pokok:
1.
sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan;
2.
sebesar 60% (enam puluh persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara tidak didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan; dan
c.
tambahan keringanan utang pokok apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut:
1.
sampai dengan Juni 2022, sebesar 40% (empat puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan;
2.
pada Juli sampai dengan September 2022, sebesar 30% (tiga puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan; atau
3.
pada Oktober sampai dengan tanggal 20 Desember 2022, sebesar 20% (dua puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(2)
Dikecualikan dari besaran keringanan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a.
piutang rumah sakit/fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b.
piutang biaya perkuliahan/sekolah; atau
c.
piutang dengan sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah),
yang tidak didukung dengan barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan, diberikan keringanan utang sebesar 80% (delapan puluh persen) dari sisa kewajiban.
(3)
Contoh perhitungan Crash Program berupa keringanan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 13

(1)
Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan pemberian keringanan utang harus melunasi kewajibannya paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan ditetapkan.
(2)
Dikecualikan dari kewajiban melunasi paling lambat 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
a.
permohonan yang disampaikan tanggal 21 November 2022 sampai dengan paling lambat tanggal 15 Desember 2022, pelunasan dilakukan paling lambat tanggal 20 Desember 2022; dan
b.
barang jaminan telah diumumkan untuk dilelang, pelunasan dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.
(3)
Dalam hal terjadi pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, PUPN/KPKNL membatalkan rencana lelang dan mengumumkan pembatalan lelang dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang.

Pasal 14

(1)
Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan keringanan utang sebelum Peraturan Menteri ini berlaku namun wanprestasi, dapat mengajukan permohonan keringanan utang melalui Crash Program berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2)
Pemberian keringanan melalui Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sisa jumlah utang pada saat pengajuan permohonan.
(3)
Dalam hal permohonan keringanan utang disetujui, pelunasan kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).

Pasal 15

Dalam hal Penanggung Utang tidak melunasi kewajibannya sebagaimana jangka waktu yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), persetujuan keringanan utang yang sudah diberikan batal dan pembayaran yang sudah pernah dilakukan Penanggung Utang diperhitungkan sebagai pengurang jumlah utang pokok.

Pasal 16

(1)
Penanggung Utang yang telah melakukan pembayaran pada saat pengurusan di PUPN sebesar atau melebihi utang pokok sampai dengan 31 Desember 2021, dapat diberikan keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.
(2)
Penanggung Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan keringanan harus mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 10.
Bagian Keempat
Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara

Pasal 17

Pengenaan biaya administrasi Pengurusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kementerian Keuangan.
BAB IV
PEMBERIAN KEPUTUSAN CRASH PROGRAM KERINGANAN UTANG

Pasal 18

(1)
Kepala KPKNL dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja harus sudah memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program keringanan utang.
(2)
Keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh KPKNL kepada Penanggung Utang dan Penyerah Piutang.
(3)
PUPN Cabang menerbitkan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) setelah pelunasan dengan keringanan sesuai surat persetujuan keringanan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Terhadap Piutang Negara yang telah diterbitkan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPKNL:
a.
menyampaikan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) kepada Penanggung Utang dan Penyerah Piutang; dan
b.
meminta Penyerah Piutang agar:
1.
mengadministrasikan pelunasan dengan keringanan dan melakukan perlakuan akuntansi sehingga tidak lagi terdapat Piutang Negara atas nama Penanggung Utang;
2.
menyerahkan asli dokumen barang jaminan, apabila terdapat asli dokumen barang jaminan yang disimpan di Penyerah Piutang; dan/atau
3.
melakukan roya jaminan kebendaan, dalam hal terdapat pengikatan jaminan kebendaan.
(5)
Format surat persetujuan/penolakan keringanan utang, Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL), dan surat pemberitahuan kepada Penyerah Piutang, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19

Penyelesaian piutang instansi pemerintah yang diurus/dikelola oleh PUPN/DJKN dengan mekanisme Crash Program, terkait dengan prosedur, tata cara dan persyaratan pemberian keringanan utang sepenuhnya berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.06/2010 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Dikelola/Diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126); dan
2.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Dikelola/Diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 122),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2022
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 196