PER 5 TAHUN 2024

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-5/PJ/2024

TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2021 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK, SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI INSTANSI PEMERINTAH
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang

a.
bahwa sebagai pemotong pajak penghasilan Pasal 21 dan/atau pajak penghasilan Pasal 26, pemotong pajak wajib membuat bukti pemotongan dan melaporkannya dalam surat pemberitahuan;
b.
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak, serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa bagi Instansi Pemerintah belum menampung kebutuhan perubahan pengaturan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehingga perlu dilakukan perubahan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak, serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa bagi Instansi Pemerintah;

Mengingat

1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 163, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6904);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226);
6.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 601) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 1112);
7.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1973) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153);
8.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1974) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153);
9.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 248);
10.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1746) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 359);
11.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan serta Penerbitan, Penandatanganan, dan Pengiriman Keputusan atau Ketetapan Pajak Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 659);
12.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
13.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 1112);
14.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemberian dan Penggunaan Nomor Identitas Subunit Organisasi Instansi Pemerintah serta Kewajiban Pelaporan Pajak Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemberian dan Penggunaan Nomor Identitas Subunit Organisasi Instansi Pemerintah serta Kewajiban Pelaporan Pajak Instansi Pemerintah;
15.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2021 tentang Jenis Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Elektronik, Persyaratan Dokumen Elektronik yang Harus Dilampirkan, Tanda Tangan Elektronik yang Digunakan, Tata Cara Penyampaian Dokumen Elektronik dan Saluran yang Digunakan, serta Tata Cara Tindak Lanjut atas Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Elektronik;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2021 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK, SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI INSTANSI PEMERINTAH.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak, serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa bagi Instansi Pemerintah, diubah sebagai berikut:
1.
Ketentuan angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 8, angka 10, angka 11, angka 14, angka 15, angka 22, angka 23, angka 24, angka 26, angka 28, angka 29, angka 31, dan angka 34 Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
2.
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
3.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
4.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
5.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
6.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
7.
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
8.
Subunit Organisasi Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Subunit Organisasi adalah unit pelaksana di bawah Instansi Pemerintah yang diberikan kewenangan oleh Instansi Pemerintah untuk melakukan tindakan dan pertanggungjawaban penerimaan pendapatan pemerintah dan/atau pengeluaran atas beban anggaran belanja serta tidak menyelenggarakan akuntansi dan tidak menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
9.
Pemotong/Pemungut Pajak adalah Instansi Pemerintah yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
10.
Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh.
11.
Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang selanjutnya disebut Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah wajib pajak orang pribadi luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang PPh.
12.
Penerima Penghasilan adalah Penerima Penghasilan yang meliputi Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.
13.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
14.
Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut SPT 21/26 Instansi Pemerintah adalah surat pemberitahuan masa yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut Pajak untuk melaporkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, serta penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dalam 1 (satu) masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
15.
Surat Pemberitahuan Masa Unifikasi Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut SPT Unifikasi Instansi Pemerintah adalah surat pemberitahuan masa yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut Pajak untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan pajak, serta penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan pajak dalam 1 (satu) masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
16.
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah adalah dokumen yang dibuat Pemotong/Pemungut Pajak sebagai bukti atas pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan menunjukkan besarnya PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang telah dipotong.
17.
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah adalah dokumen yang dibuat oleh Pemotong/Pemungut Pajak sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.
18.
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah Pembetulan adalah Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah yang dibuat untuk membetulkan kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilaporkan di SPT 21/26 Instansi Pemerintah.
19.
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah Pembetulan adalah Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah yang dibuat untuk membetulkan kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilaporkan di SPT Unifikasi Instansi Pemerintah.
20.
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah Pembatalan adalah Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah yang dibuat untuk membatalkan Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilaporkan di SPT 21/26 Instansi Pemerintah.
21.
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah Pembatalan adalah Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah yang dibuat untuk membatalkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilaporkan di SPT Unifikasi Instansi Pemerintah.
22.
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah yang selanjutnya disebut PKP Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada Instansi Pemerintah.
23.
Bukti Pemungutan PPN/PPnBM adalah bukti pungutan PPN dan/atau PPnBM atas PKP Rekanan Pemerintah yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak kepada Instansi Pemerintah dan menunjukkan besarnya PPN dan/atau PPnBM yang telah dipungut.
24.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
25.
Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
26.
Aplikasi e-Bupot Instansi Pemerintah adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah, serta mengisi dan menyampaikan SPT 21/26 Instansi Pemerintah dan SPT Unifikasi Instansi Pemerintah.
27.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
28.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
29.
Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kode Otorisasi DJP adalah alat verifikasi dan autentikasi yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
30.
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
31.
Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya atas transaksi penerimaan negara dengan teraan transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SSP.
32.
Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai.
33.
Bukti Pemindahbukuan yang selanjutnya disebut Bukti Pbk adalah bukti yang menunjukkan bahwa telah dilakukan Pemindahbukuan.
34.
Surat Keterangan Pajak Penghasilan adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu atau Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
2.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 3 diubah, di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 3 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1)
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala (Formulir 1721-A1);
b.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil atau Anggota Tentara Nasional Indonesia atau Anggota Kepolisian Republik Indonesia atau Pejabat Negara atau Pensiunannya (Formulir 1721-A2);
c.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bulanan (Formulir 1721-A3);
d.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Bersifat Final/yang Tidak Bersifat Final (Formulir 1721-B1); dan
e.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (Formulir 1721-26).
(2)
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan:
a.
terhadap pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diberikan kepada pegawai tetap dan pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala, dibuatkan Bukti Pemotongan Formulir 1721-A1 pada setiap masa pajak terakhir;
b.
terhadap pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian Republik Indonesia, pejabat negara, dan pensiunannya, dibuatkan Bukti Pemotongan Formulir 1721-A2 pada setiap masa pajak terakhir;
c.
terhadap pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diberikan kepada pegawai tetap dan pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala serta bagi pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian Republik Indonesia, pejabat negara, dan pensiunannya, dibuatkan Bukti Pemotongan Formulir 1721-A3 pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir;
d.
terhadap pemotongan pajak atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c dibuatkan Bukti Pemotongan Formulir 1721-B1 dan/atau Formulir 1721-26, pada setiap transaksi atau untuk 1 (satu) masa pajak.
(3)
Pemotong/Pemungut Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan Formulir 1721-A1 dan/atau Formulir 1721-A2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b kepada Penerima Penghasilan paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.
(4)
Dalam hal pegawai tetap pindah ke Instansi Pemerintah lain atau berhenti bekerja sebelum bulan Desember, pemberian Bukti Pemotongan Formulir 1721-A1 dan/atau Formulir 1721-A2 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan pindah ke Instansi Pemerintah lain atau berhenti bekerja.
(4a)
Pemotong/Pemungut Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan Formulir 1721-A3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c kepada Penerima Penghasilan paling lama 1 (satu) bulan setelah masa pajak berakhir.
(5)
Pemotong/Pemungut Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan Formulir 1721-B1 dan/atau Formulir 1721-26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d kepada Penerima Penghasilan pada setiap kali pembuatan Bukti Pemotongan.
(6)
Satu Bukti Pemotongan Formulir 1721-A1 dan Formulir 1721-A2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b digunakan untuk:
a.
1 (satu) Penerima Penghasilan;
b.
1 (satu) kode objek pajak; dan
c.
1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.
(7)
Satu Bukti Pemotongan Formulir 1721-A3, Formulir 1721-B1, dan Formulir 1721-26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d hanya dapat digunakan untuk:
a.
1 (satu) Penerima Penghasilan;
b.
1 (satu) kode objek pajak; dan
c.
1 (satu) masa pajak.
(8)
Bukti Pemotongan Formulir 1721-B1 dan Formulir 1721-26 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) masa pajak dalam hal Penerima Penghasilan menerima atau memperoleh penghasilan lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa pajak dan sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9)
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai:
a.
contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A; dan
b.
tata cara pembuatan Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10)
Kode objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) huruf b ini dapat diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3.
Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1)
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak perlu dibuat dalam hal tidak terdapat pembayaran penghasilan.
(2)
Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tetap dibuat dalam hal:
a.
tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak;
b.
jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong nihil karena:
1.
adanya surat keterangan bebas; atau
2.
dikenakan tarif 0% (nol persen);
c.
PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d.
PPh Pasal 21 yang diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
e.
PPh Pasal 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili wajib pajak luar negeri.
4.
Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1)
Dalam pembuatan Bukti Pemotongan 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, pihak yang dipotong dan/atau dipungut harus memberikan informasi identitas berupa:
a.
NPWP, bagi wajib pajak dalam negeri; atau
b.
tax identification number atau identitas perpajakan lainnya, bagi wajib pajak luar negeri,
kepada Pemotong/Pemungut Pajak.
(2)
Dalam hal wajib pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menerapkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda, wajib pajak luar negeri dimaksud harus memberikan surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili kepada Pemotong/Pemungut Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
5.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1)
SPT 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a terdiri atas:
a.
Induk SPT 21/26 Instansi Pemerintah (Formulir 1721);
b.
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Pejabat Negara, dan Pensiunannya (Formulir 1721-A);
c.
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang Bersifat Final, PPh Pasal 21 yang Tidak Bersifat Final, dan/atau PPh Pasal 26 (Formulir 1721-B); dan
d.
Daftar SSP dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP (Formulir 1721-SSP).
(2)
SPT 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
a.
masa pajak dan tahun pajak;
b.
status surat pemberitahuan normal/pembetulan;
c.
identitas Instansi Pemerintah;
d.
jumlah penghasilan bruto;
e.
jumlah nilai PPh yang dipotong dan/atau ditanggung pemerintah;
f.
jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor;
g.
jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor pada SPT 21/26 Instansi Pemerintah yang dibetulkan;
h.
jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor karena pembetulan;
i.
tanggal pemotongan dan tanggal penyetoran PPh;
j.
nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan SPT 21/26 Instansi Pemerintah; dan
k.
tanggal SPT 21/26 Instansi Pemerintah dibuat.
(3)
SPT 21/26 Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.
dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C; dan
b.
diisi sesuai petunjuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
6.
Ketentuan Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak, serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa bagi Instansi Pemerintah diubah dan disisipkan angka 2A, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
7.
Ketentuan huruf B sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak, serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa bagi Instansi Pemerintah diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal II

1.
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diberikan kepada:
a.
pegawai tetap dan pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala; dan
b.
pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian Republik Indonesia, pejabat negara, dan pensiunannya,
sejak tanggal 1 Januari 2024 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, yang tidak dibuatkan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan 21 Bulanan (Formulir 1721-A3), tetap dapat diperhitungkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk masa pajak terakhir.
2.
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak masa pajak Juni 2024.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Mei 2024
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO