PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||
Menimbang |
||
a.
|
bahwa dalam rangka memberikan kemudahan, keadilan, dan kepastian hukum terkait ketentuan pelaksanaan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas penghasilan royalti yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerapkan penghitungan Pajak Penghasilan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto;
|
|
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);
|
|
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954).
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 ATAS PENGHASILAN ROYALTI YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENERAPKAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO.
|
||
Pasal 1 |
||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
|
|
2.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.
|
|
3.
|
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|
4.
|
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Pajak Penghasilan atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|
5.
|
Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang dibuat dan disempurnakan secara terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|
6.
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi adalah Surat Pemberitahuan Masa yang digunakan oleh pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis Pajak Penghasilan dalam 1 (satu) masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
7.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Atas penghasilan royalti dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.
|
|
(2)
|
Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas penghasilan royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto tidak termasuk pajak pertambahan nilai.
|
|
(3)
|
Jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerapkan penghitungan Pajak Penghasilan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, yaitu sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah penghasilan royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
Pasal 3 |
||
(1)
|
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas penghasilan royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan oleh pihak yang membayarkan penghasilan royalti yang merupakan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23.
|
|
(2)
|
Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) harus menyampaikan bukti penerimaan surat pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto kepada pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk dapat dikenai pemotongan dengan dasar pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
|
(3)
|
Bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan sebelum dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.
|
|
(4)
|
Contoh penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas penghasilan royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenai dasar pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|
Pasal 4 |
||
(1)
|
Atas penghasilan royalti yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan pada bagian penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan bebas.
|
|
(2)
|
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
|
Pasal 5 |
||
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1):
|
||
a.
|
wajib membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan harus memberikan bukti pemotongan dimaksud kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagai pihak yang dipotong;
|
|
b.
|
wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang telah dipotong ke kas negara; dan
|
|
c.
|
wajib melaporkan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.
|
|
Pasal 6 |
||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
|
||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2023 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. SURYO UTOMO |