PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa penerbitan surat utang negara merupakan salah satu alternatif bagi Pemerintah dalam mendapatkan sumber pembiayaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
|
||
b.
|
bahwa untuk mendukung penerbitan surat utang negara di pasar perdana untuk memenuhi target pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pengembangan surat utang negara di pasar sekunder serta perluasan basis investor, perlu meningkatkan kinerja dealer utama melalui penyempurnaan pelaksanaan evaluasi dan sanksi terhadap dealer utama;
|
||
c.
|
bahwa untuk mengakomodir penyempurnaan pengaturan dealer utama, perlu dilakukan pengaturan kembali atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.08/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama;
|
||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Dealer Utama Surat Utang Negara;
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4236);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG DEALER UTAMA SURAT UTANG NEGARA.
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
|
||
2.
|
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
3.
|
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
|
||
4.
|
Dealer Utama SUN yang selanjutnya disebut Dealer Utama adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri untuk mendukung penerbitan Surat Utang Negara di pasar perdana dalam memenuhi target pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pengembangan Surat Utang Negara di pasar sekunder serta perluasan basis investor.
|
||
5.
|
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
|
||
6.
|
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
|
||
7.
|
Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perantara pedagang efek untuk efek bersifat utang dan sukuk.
|
||
8.
|
Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN untuk pertama kali.
|
||
9.
|
Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di Pasar Perdana.
|
||
10.
|
Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana domestik oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Lelang SUN di pasar perdana domestik.
|
||
11.
|
Lelang Pembelian Kembali SUN adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder dengan metode lelang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pembelian Kembali Surat Utang Negara.
|
||
12.
|
SUN Seri Benchmark adalah seri SUN yang menjadi acuan untuk pemenuhan kewajiban dari Dealer Utama.
|
||
13.
|
Nilai Pasar SUN adalah nilai SUN yang diperoleh dari perkalian antara nominal SUN dengan harga wajar pasar per unit SUN.
|
||
14.
|
Lembaga Penilaian Harga Efek adalah lembaga yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan penilaian harga efek dalam menetapkan harga pasar SUN yang wajar.
|
||
15.
|
Penyelenggara Pasar Alternatif adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan atau menggunakan sistem elektronik untuk mempertemukan transaksi efek atas efek bersifat utang dan/atau sukuk antar pengguna jasa secara terus-menerus di luar bursa efek sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggara pasar alternatif.
|
||
16.
|
Infrastruktur Perdagangan Sistem Dealer Utama adalah infrastruktur teknologi dan informasi yang merupakan electronic trading platform yang disediakan oleh penyedia infrastruktur se bagai sarana dalam penyelenggaraan sistem Dealer Utama dalam mempertemukan transaksi efek atas efek bersifat utang dan/atau sukuk.
|
||
17.
|
Hari Kerja adalah hari kerja instansi pemerintah dan operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
|
||
BAB II
KETENTUAN DEALER UTAMA
Bagian Kesatu
Ketentuan dan Persyaratan Dealer Utama
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Untuk mendukung penjualan SUN di Pasar Perdana serta pengembangan dan pendalaman pasar SUN termasuk pelaksanaan pembelian kembali SUN sebelum jatuh tempo, Menteri menunjuk Dealer Utama.
|
||
(2)
|
Dealer Utama yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kewajiban baik di Pasar Perdana maupun di Pasar Sekunder.
|
||
(3)
|
Penunjukan atas Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
|
||
(4)
|
Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
|
||
a.
|
Bank; dan
|
||
b.
|
Perusahaan Efek.
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Bank atau Perusahaan Efek dapat ditunjuk sebagai Dealer Utama dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
menyampaikan permohonan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan melampirkan surat pernyataan mengenai:
|
||
1.
|
kesediaan untuk mematuhi ketentuan sebagai Dealer Utama;
|
||
2.
|
kesediaan untuk mematuhi ketentuan dalam penggunaan Infrastruktur Perdagangan Sistem Dealer Utama;
|
||
3.
|
kesediaan untuk menjadi peserta Lelang Pembelian Kembali SUN dan terkoneksi dengan infrastruktur Lelang Pembelian Kembali SUN; dan
|
||
4.
|
tidak sedang dalam pengawasan khusus atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait; dan
|
||
b.
|
memenuhi kriteria dan persyaratan.
|
||
(2)
|
Kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:
|
||
a.
|
untuk Bank:
|
||
1.
|
memiliki izin usaha yang masih berlaku dan terdaftar sebagai PPE-EBUS sebagaimana diatur dalam peraturan otoritas terkait;
|
||
2.
|
memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) berdasarkan ketentuan otoritas terkait dan memenuhi modal inti paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
|
||
3.
|
melaksanakan perdagangan paling kurang 2,00% (dua perseratus) dari total volume perdagangan SUN dalam mata uang rupiah, selama 3 (tiga) bulan terakhir terhitung sejak saat penyampaian permohonan;
|
||
4.
|
menjadi peserta sistem transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana di Bank Indonesia;
|
||
5.
|
menjadi pengguna jasa pada Penyelenggara Pasar Alternatif yang disetujui otoritas terkait; dan
|
||
6.
|
tidak sedang dalam pengawasan khusus atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait;
|
||
b.
|
untuk Perusahaan Efek:
|
||
1.
|
memiliki izin usaha yang masih berlaku dan melakukan kegiatan sebagai PPE-EBUS sebagaimana diatur dalam peraturan otoritas terkait;
|
||
2.
|
memenuhi Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) paling sedikit rata-rata harian selama 1 (satu) bulan terakhir sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah);
|
||
3.
|
melaksanakan perdagangan paling kurang 2,00% (dua perseratus) dari total volume perdagangan SUN dalam mata uang rupiah, selama 3 (tiga) bulan terakhir terhitung pada saat penyampaian permohonan;
|
||
4.
|
menjadi peserta sistem transaksi di Bank Indonesia;
|
||
5.
|
menjadi pengguna Jasa pada Penyelenggara Pasar Alternatif yang disetujui otoritas terkait; dan
|
||
6.
|
tidak sedang mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait.
|
||
(3)
|
Surat permohonan dan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
Bagian Kedua
Mekanisme Penunjukan Dealer Utama
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri berwenang untuk menyetujui atau menolak permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disampaikan oleh Bank atau Perusahaan Efek.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan Bank atau Perusahaan Efek sebagai Dealer Utama disetujui, Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat melakukan penunjukan Dealer Utama.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan Bank atau Perusahaan Efek sebagai Dealer Utama tidak disetujui, Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada Bank atau Perusahaan Efek.
|
||
Pasal 5 |
|||
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) mempertimbangkan:
|
|||
a.
|
pemenuhan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a serta kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
|
||
b.
|
kebutuhan jumlah Dealer Utama dengan memperhatikan efektivitas penerapan sistem Dealer Utama; dan/atau
|
||
c.
|
rekam jejak Bank atau Perusahaan Efek yang mengajukan permohonan sebagai Dealer Utama termasuk pengalaman bekerja sama dengan Kementerian Keuangan.
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Dalam hal Bank atau Perusahaan Efek yang telah ditunjuk sebagai Dealer Utama melakukan restrukturisasi atau reorganisasi dalam bentuk penggabungan, pengambilalihan, peleburan, pemisahan, integrasi dan/atau bentuk lainnya, Dealer Utama menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal.
|
||
(2)
|
Penyampaian pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan:
|
||
a.
|
persetujuan otoritas terkait atas rencana restrukturisasi atau reorganisasi; dan
|
||
b.
|
surat pernyataan mengenai:
|
||
1.
|
kesediaan untuk tetap menjadi Dealer Utama serta mematuhi ketentuan dan kewajiban sebagai Dealer Utama; dan
|
||
2.
|
tidak terdapat perubahan terkait pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagai Dealer Utama.
|
||
(3)
|
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menindaklanjuti pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan oleh Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melakukan penunjukan kembali sebagai Dealer Utama.
|
||
(4)
|
Kewajiban Bank atau Perusahaan Efek sebagai Dealer Utama yang telah dilaksanakan sebelum penunjukan kembali tetap diperhitungkan dalam evaluasi kewajiban Dealer Utama dan evaluasi kinerja tahunan Dealer Utama.
|
||
(5)
|
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Dealer Utama
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Bank dan/atau Perusahaan Efek yang telah ditunjuk sebagai Dealer Utama memiliki hak dan kewajiban untuk dilaksanakan.
|
||
(2)
|
Hak Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
a.
|
menjadi peserta dalam pelaksanaan Lelang SUN, Lelang Pembelian Kembali SUN dan/atau transaksi SUN secara langsung;
|
||
b.
|
mengajukan permohonan penawaran untuk pembelian dan/atau penjualan SUN melalui transaksi SUN dengan cara private placement atau bilateral buyback;
|
||
c.
|
mendapatkan fasilitas peminjaman SUN; dan
|
||
d.
|
memperoleh informasi terkait kebijakan dan operasional pengelolaan SUN dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
|
||
(3)
|
Kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
a.
|
menyampaikan penawaran pembelian SUN pada setiap Lelang SUN;
|
||
b.
|
melaksanakan pemenuhan minimal persentase untuk memenangkan Lelang SUN dalam mata uang rupiah;
|
||
c.
|
melaksanakan pemenuhan minimal persentase untuk perdagangan jual atau beli SUN dalam mata uang rupiah;
|
||
d.
|
melakukan kuotasi harga SUN dua arah (two-way prices) SUN Seri Benchmark; dan
|
||
e.
|
menyampaikan laporan bulanan.
|
||
(4)
|
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dealer Utama wajib menjaga hubungan kemitraan dengan Pemerintah Republik Indonesia yang berlandaskan pada asas profesionalitas, integritas, penghindaran benturan kepentingan dan memperhatikan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
(5)
|
Kewajiban pemenuhan minimal persentase untuk memenangkan Lelang SUN dan pelaksanaan perdagangan jual atau beli SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c, dilaksanakan untuk periode waktu 3 (tiga) bulan.
|
||
(6)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Direktur Jenderal berwenang untuk membebaskan Dealer Utama dalam melaksanakan kewajiban kuotasi harga SUN dua arah (two-way prices) SUN Seri Benchmark sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf d.
|
||
(2)
|
Pembebasan kewajiban kuotasi Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Surat Utang Negara untuk dan atas nama Direktur Jenderal.
|
||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebasan kewajiban kuotasi harga SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
Bagian Keempat
SUN Seri Benchmark
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Untuk pemenuhan kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktur Jenderal menetapkan SUN Seri Benchmark dan mulai berlaku setiap awal tahun.
|
||
(2)
|
Direktorat SUN menyampaikan daftar seri SUN yang ditetapkan sebagai SUN Seri Benchmark sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dealer Utama dan diumumkan kepada publik.
|
||
BAB III
FASILITAS PEMINJAMAN SUN
Bagian Kesatu
Ketentuan dan Persyaratan Peminjaman SUN
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Menteri dapat memberikan fasilitas peminjaman SUN kepada Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
|
||
(2)
|
Pemberian fasilitas peminjaman SUN kepada Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
|
||
(3)
|
Dalam hal fasilitas peminjaman SUN diberikan kepada Dealer Utama oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri, Dealer Utama wajib menyerahkan SUN seri yang berbeda sebagai jaminan.
|
||
Pasal 11 |
|||
(1)
|
SUN yang dijaminkan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) berupa seri SUN yang diperdagangkan di pasar sekunder domestik.
|
||
(2)
|
SUN yang dipinjamkan dan SUN yang dijaminkan berupa SUN yang tidak jatuh tempo dalam masa peminjaman, baik kupon maupun pokok.
|
||
Pasal 12 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara peminjaman SUN diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||
Bagian Kedua
Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Setelmen peminjaman SUN yang dipinjamkan dan SUN yang dijaminkan dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah permohonan disetujui oleh Direktur ,Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
|
||
(2)
|
Setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dan yang dijaminkan dilakukan pada saat berakhirnya batas waktu peminjaman.
|
||
(3)
|
Setelmen peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperhitungkan pembayaran bunga berjalan (accrued interest).
|
||
(4)
|
SUN yang dipinjam oleh Dealer Utama dinyatakan lunas dan tidak berlaku lagi pada saat Setelmen pengembalian SUN.
|
||
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pada saat Setelmen pengembalian SUN terdapat akumulasi selisih neto bunga berjalan antara SUN yang dipinjamkan dengan SUN yang dijaminkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
dalam hal akumulasi selisih neto bunga berjalan SUN yang dipinjamkan lebih tinggi dari SUN yang dijaminkan, Dealer Utama membayar akumulasi selisih neto bunga berjalan secara tunai kepada Pemerintah; atau
|
||
b.
|
dalam hal akumulasi selisih neto bunga berjalan SUN yang dijaminkan lebih tinggi dari SUN yang dipinjamkan, Pemerintah membayar akumulasi selisih neto bunga berjalan secara tunai kepada Dealer Utama.
|
||
(2)
|
Pembayaran akumulasi selisih neto bunga berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada saat Setelmen pengembalian SUN.
|
||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan akumulasi selisih neto bunga berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Dalam hal Dealer Utama yang menggunakan fasilitas peminjaman SUN tidak mengembalikan seluruh atau sebagian SUN yang dipinjam setelah jatuh tempo peminjaman, Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat menyatakan lunas seluruh atau sebagian SUN yang dijaminkan oleh Dealer Utama.
|
||
(2)
|
Dalam hal Nilai Pasar SUN yang dijaminkan dinyatakan lunas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil dari Nilai Pasar SUN yang dipinjamkan, Dealer Utama wajib menyerahkan tambahan secara tunai sebesar selisih kurang Nilai Pasar SUN kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal.
|
||
(3)
|
Nilai Pasar SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada harga SUN yang terakhir diumumkan oleh Lembaga Penilaian Harga Efek.
|
||
(4)
|
Tata cara perhitungan SUN yang dinyatakan lunas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada perhitungan SUN yang dinyatakan lunas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(5)
|
Dalam hal Dealer Utama tidak melakukan penyelesaian transaksi fasilitas peminjaman SUN atas selisih kurang yang harus dibayar oleh Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), selisih kurang yang harus dibayar oleh Dealer Utama diberlakukan sebagai piutang negara.
|
||
(6)
|
Penyelesaian piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
Pasal 16 |
|||
Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan Setelmen mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
|||
BAB IV
EVALUASI DAN SANKSI DEALER UTAMA
Bagian Kesatu
Evaluasi Dealer Utama
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan evaluasi terhadap Dealer Utama yang mencakup evaluasi:
|
||
a.
|
kewajiban Dealer Utama; dan
|
||
b.
|
kinerja tahunan Dealer Utama.
|
||
(2)
|
Pelaksanaan evaluasi terhadap Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Surat Utang Negara.
|
||
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Evaluasi kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap kepatuhan Dealer Utama atas kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
|
||
(2)
|
Evaluasi kinerja tahunan Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk menentukan Dealer Utama dengan kinerja terbaik dan status keanggotaan Dealer Utama.
|
||
(3)
|
Hasil evaluasi kinerja tahunan Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa daftar peringkat kinerja tahunan Dealer Utama.
|
||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
Bagian Kedua
Pemberian Sanksi Kepada Dealer Utama
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat memberikan sanksi kepada Dealer Utama berdasarkan hasil evaluasi Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
|
||
(2)
|
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
||
a.
|
surat peringatan;
|
||
b.
|
penghentian sementara kegiatan Dealer Utama; atau
|
||
c.
|
pencabutan Dealer Utama.
|
||
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Pemberian surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dapat dilakukan dalam hal:
|
||
a.
|
Dealer Utama tidak melaksanakan kewajiban dan memenuhi ketentuan pemberian surat peringatan berdasarkan hasil evaluasi kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruh a; dan/atau
|
||
b.
|
tidak dilaksanakannya kewajiban pengembalian SUN yang dipinjam oleh Dealer Utama sampai dengan batas waktu peminjaman SUN yang telah disepakati baik atas seluruh atau sebagian SUN yang dipinjam.
|
||
(2)
|
Semua pelanggaran kewajiban yang telah dihitung sebagai dasar pemberian surat peringatan, tidak diperhitungkan sebagai dasar pemberian surat peringatan berikutnya.
|
||
(3)
|
Surat peringatan yang telah diberikan kepada Dealer Utama atas hasil evaluasi kewajiban Dealer Utama selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember, tidak diperhitungkan dalam evaluasi kewajiban tahun berikutnya.
|
||
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Penghentian sementara kegiatan Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dapat dilakukan dalam hal:
|
||
a.
|
Dealer Utama menerima surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember;
|
||
b.
|
Dealer Utama menempati peringkat terbawah berdasarkan hasil evaluasi kinerja tahunan Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) selama 2 (dua) periode evaluasi kinerja berturut-turut dan tidak memenuhi batasan minimal yang ditentukan;
|
||
c.
|
Bank dihentikan sementara sebagian kegiatan usaha Bank oleh otoritas terkait; atau
|
||
d.
|
Perusahaan Efek dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha oleh otoritas terkait.
|
||
(2)
|
Penghentian sementara kegiatan Bank atau Perusahaan Efek sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya surat penghentian sementara sampai dengan berakhirnya periode evaluasi kewajiban Dealer Utama pada kuartal tersebut.
|
||
(3)
|
Penghentian sementara kegiatan Bank atau Perusahaan Efek sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku selama 3 (tiga) bulan selama periode evaluasi kewajiban Dealer Utama kuartal kedua tahun berkenaan.
|
||
(4)
|
Penghentian sementara kegiatan Bank atau Perusahaan Efek sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d diberlakukan sampai dengan adanya Keputusan atau informasi lebih lanjut dari otoritas terkait mengenai penghentian sementara kegiatan usaha Bank atau sanksi administratif berupa pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha bagi Perusahaan Efek.
|
||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai batasan minimal kriteria evaluasi kinerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
Pasal 22 |
|||
(1)
|
Setelah berakhirnya masa penghentian sementara kegiatan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3), Direktorat Surat Utang Negara melakukan pemantauan terhadap Dealer Utama selama 2 (dua) periode evaluasi kewajiban Dealer Utama.
|
||
(2)
|
Dalam hal pada masa pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dealer Utama memperoleh surat peringatan berdasarkan hasil evaluasi kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri memberikan sanksi berupa penghentian sementara kedua kepada Dealer Utama.
|
||
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Penghentian sementara kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya surat penghentian sementara kedua sampai dengan berakhirnya periode evaluasi kewajiban Dealer Utama pada kuartal berkenaan.
|
||
(2)
|
Setelah berakhirnya masa penghentian sementara kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Surat Utang Negara melakukan pemantauan terhadap Dealer Utama selama 2 (dua) periode evaluasi kewajiban Dealer Utama.
|
||
(3)
|
Dalam hal pada masa pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dealer Utama memperoleh surat peringatan berdasarkan hasil evaluasi kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat memberikan sanksi berupa pencabutan kepada Dealer Utama.
|
||
(4)
|
Dalam hal terdapat Dealer Utama yang mendapatkan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan/atau Pasal 22 ayat (2), evaluasi kinerja tahunan pada tahun berkenaan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
evaluasi kinerja tahunan dilaksanakan untuk menentukan Dealer Utama dengan kinerja terbaik; dan
|
||
b.
|
Dealer Utama yang menempati peringkat terbawah tidak diperhitungkan dalam perhitungan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b.
|
||
Pasal 24 |
|||
(1)
|
Dalam periode penghentian sementara kegiatan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (2), Dealer Utama:
|
||
a.
|
melakukan langkah-langkah perbaikan untuk mendukung pelaksanaan kewajiban Dealer Utama;
|
||
b.
|
tetap melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e; dan
|
||
c.
|
dibebaskan dari pelaksanaan kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a.
|
||
(2)
|
Pembebasan pelaksanaan kewajiban Dealer Utama dalam masa penghentian sementara kegiatan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak diperhitungkan dalam pelaksanaan evaluasi kewajiban Dealer Utama dan evaluasi kinerja tahunan Dealer Utama.
|
||
(3)
|
Dalam hal masa penghentian sementara telah berakhir, Direktur Surat Utang Negara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Dealer Utama.
|
||
(4)
|
Penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b dan pemberitahuan berakhirnya masa penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilaporkan kepada otoritas terkait dan dapat diumumkan kepada publik.
|
||
Pasal 25 |
|||
(1)
|
Pencabutan Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c dapat dilakukan dalam hal:
|
||
a.
|
Dealer Utama tidak memenuhi ketentuan dalam masa pemantauan penghentian sementara yang kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3);
|
||
b.
|
Dealer Utama tidak melaksanakan kewajiban dan ketentuan peminjaman SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (2);
|
||
c.
|
Dealer Utama dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
||
d.
|
Dealer Utama dicabut izin usahanya oleh otoritas terkait;
|
||
e.
|
Dealer Utama mengajukan pengunduran diri sebagai Dealer Utama secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal; dan/atau
|
||
f.
|
Dealer Utama tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dan/atau diputuskan hubungan kemitraan dengan Kementerian Keuangan oleh Menteri.
|
||
(2)
|
Pencabutan Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut:
|
||
a.
|
kebutuhan jumlah Dealer Utama;
|
||
b.
|
ketersediaan calon Dealer Utama;
|
||
c.
|
target dan daya serap atas penerbitan SUN; dan/atau
|
||
d.
|
pengembangan likuiditas SUN di pasar sekunder.
|
||
(3)
|
Pencabutan Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada otoritas terkait dan dapat diumumkan kepada publik.
|
||
(4)
|
Bank atau Perusahaan Efek yang telah dicabut penunjukannya sebagai Dealer Utama dapat mengajukan permohonan untuk menjadi Dealer Utama setelah 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pencabutan Dealer Utama.
|
||
Pasal 26 |
|||
(1)
|
Dalam hal Bank atau Perusahaan Efek dilakukan pencabutan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), fasilitas peminjaman SUN berakhir pada tanggal pencabutan Dealer Utama.
|
||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian transaksi peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penunjukan Dealer Utama yang telah dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.08/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama, dinyatakan masih tetap berlaku.
|
|||
Pasal 28 |
|||
(1)
|
Ketentuan mengenai evaluasi kewajiban Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dan pemberian sanksi kepada Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.
|
||
(2)
|
Pelaksanaan evaluasi kinerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b untuk tahun 2021, dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan kriteria penilaian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.08/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama beserta aturan pelaksanaannya.
|
||
Pasal 29 |
|||
Dalam hal peraturan pelaksanaan fasilitas peminjaman SUN belum ditetapkan, tata cara pelaksanaan fasilitas peminjaman SUN mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.08/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama.
|
|||
Pasal 30 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1204) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.08/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2168), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
Pasal 31 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2021
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1299
|