PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa penentuan nilai bersih investasi jangka panjang nonpermanen dalam bentuk tagihan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagihan;
|
||
b.
|
bahwa untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019, serta untuk memberikan pedoman kepada Badan Layanan Umum dalam melakukan penilaian kualitas tagihan investasi jangka panjang nonpermanen melalui Penyalur Dana (Executing Agency), perlu dilakukan penyempurnaan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagihan;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagihan;
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 166);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagihan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1718);
|
||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168/PMK.06/2018 TENTANG PENENTUAN NILAI BERSIH INVESTASI JANGKA PANJANG NONPERMANEN DALAM BENTUK TAGIHAN.
|
|||
Pasal I |
|||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagihan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1718), diubah sebagai berikut:
|
|||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||
Pasal 1
|
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
|
||
2.
|
Investasi Jangka Panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
|
||
3.
|
Investasi Jangka Panjang Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
|
||
4.
|
Penentuan Nilai Bersih adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi yang kepemilikannya akan dilepas/dijual dalam jangka waktu dekat, dinilai berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
|
||
5.
|
Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Dana Khusus adalah satuan kerja kementerian/lembaga yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum yang mengelola dana yang berasal dari pengeluaran pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
|
||
6.
|
Dana Bergulir adalah dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh Badan Layanan Umum yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
|
||
7.
|
Dana Bergulir Diragukan Tertagih adalah estimasi Dana Bergulir yang realisasi pengembaliannya diragukan dapat tertagih sebagian atau seluruhnya.
|
||
8.
|
Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya adalah Investasi Jangka Panjang Nonpermanen yang tidak dapat dikualifikasikan sebagai Dana Bergulir.
|
||
9.
|
Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya Diragukan Realisasinya adalah lnvestasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya yang realisasi pengembaliannya diragukan dapat tertagih sebagian atau seluruhnya.
|
||
10.
|
Lembaga Perantara adalah lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, atau satuan kerja perangkat daerah di bidang pembiayaan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
|
||
11.
|
Angsuran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh debitor dalam rangka penyelesaian tagihan, termasuk namun tidak terbatas pada pokok tagihan, bunga, dan ongkos-ongkos.
|
||
12.
|
Penyalur Dana (Executing Agency) adalah Lembaga Perantara dalam menyalurkan Dana Bergulir yang kepadanya dilekatkan tanggung jawab untuk menyeleksi dan menetapkan penerima Dana Bergulir, menyalurkan, dan menagih kembali Dana Bergulir serta menanggung risiko terhadap ketidaktertagihan Dana Bergulir.
|
||
13.
|
Penggulir Dana (Channeling Agency) adalah Lembaga Perantara dalam menyalurkan Dana Bergulir yang kepadanya hanya dilekatkan tanggung jawab untuk menyalurkan Dana Bergulir.
|
||
14.
|
Restrukturisasi adalah upaya perbaikan kualitas tagihan dengan melakukan perubahan syarat-syarat penyelesaian tagihan.
|
||
15.
|
Masa Tenggang yaitu kelonggaran waktu dalam pembayaran kembali angsuran pinjaman pokok dan/atau bunga yang disepakati oleh pihak-pihak yang melakukan perikatan.
|
||
2.
|
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||
Pasal 5
|
|||
Penentuan kualitas piutang dan pembentukan penyisihan piutang dilaksanakan dengan ketentuan:
|
|||
a.
|
Dana Bergulir dan Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya yang disalurkan melalui Penyalur Dana (Executing Agency) dilakukan penyisihan dengan memperhatikan kualitas piutang BLU kepada Penyalur Dana; dan
|
||
b.
|
Dana Bergulir dan Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya yang disalurkan melalui Penggulir Dana (Channeling Agency) atau tanpa melalui Lembaga Perantara dilakukan dengan memperhatikan kualitas Dana Bergulir dan Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya.
|
||
3.
|
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||
Pasal 6
|
|||
Penentuan kualitas piutang dan pembentukan penyisihan yang disalurkan melalui Penyalur Dana (Executing Agency) dan Penggulir Dana (Channeling Agency) atau tanpa melalui Lembaga Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan dengan ketentuan:
|
|||
a.
|
lancar, untuk piutang tanpa tunggakan atau dengan tunggakan tidak melebihi 60 (enam puluh) hari sejak jatuh tempo pembayaran angsuran, dengan penyisihan sebesar 0,5% dari nilai outstanding tagihan;
|
||
b.
|
kurang lancar, untuk piutang dengan tunggakan lebih dari 60 (enam puluh) hari dan tidak melebihi 180 (seratus delapan puluh) hari sejak jatuh tempo pembayaran angsuran, dengan penyisihan sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai outstanding tagihan;
|
||
c.
|
diragukan, untuk piutang dengan tunggakan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari dan tidak melebihi 240 (dua ratus empat puluh) hari sejak jatuh tempo pembayaran angsuran, dengan penyisihan sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai outstanding tagihan;
|
||
d.
|
macet, untuk piutang dengan tunggakan melebihi 240 (dua ratus empat puluh) hari sejak jatuh tempo pembayaran angsuran dan berdasarkan keputusan manajemen telah dinyatakan diragukan tertagih seluruhnya, dengan penyisihan sebesar 100% (seratus persen) dari nilai outstanding tagihan.
|
||
4.
|
Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||
Pasal 7
|
|||
(1)
|
Pembentukan penyisihan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat memperhitungkan nilai agunan sebagai pengurang.
|
||
(2)
|
Nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebesar:
|
||
a.
|
100% (seratus persen) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
|
||
b.
|
80% (delapan puluh persen) dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut bangunan di atasnya;
|
||
c.
|
60% (enam puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), a tau hak pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
|
||
d.
|
50% (lima puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan
|
||
e.
|
50% (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor.
|
||
(3)
|
Agunan selain yang dimaksud pada ayat (2), dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
|
||
Pasal II |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 November 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 November 2021
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1264
|