PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa untuk meningkatkan kepastian hukum, mendorong peran serta masyarakat, dan memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan atas kegiatan membangun sendiri, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri;
|
||
b.
|
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri belum dapat menampung penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga perlu diganti;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16C dan Pasal 16G huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031).
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI.
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
|
||
2.
|
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
3.
|
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
4.
|
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
5.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
6.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
7.
|
Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
8.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
|
||
9.
|
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
10.
|
Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
11.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri.
|
||
(2)
|
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
|
||
(3)
|
Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
|
||
(4)
|
Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa 1 (satu) atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
|
||
a.
|
konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
|
||
b.
|
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
|
||
c.
|
luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
|
||
(5)
|
Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara:
|
||
a.
|
sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu; atau
|
||
b.
|
bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
|
||
(6)
|
Dalam hal tenggang waktu antara tahapan kegiatan membangun bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b lebih dari 2 (dua) tahun, kegiatan tersebut merupakan kegiatan membangun bangunan yang terpisah sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||
(7)
|
Termasuk dalam kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu kegiatan membangun bangunan oleh pihak lain bagi orang pribadi atau badan namun Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain.
|
||
(8)
|
Pihak lain memungut Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(9)
|
Orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat dikecualikan dari tanggung jawab untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat memberikan data dan/atau informasi yang benar dari pihak lain tersebut, yang paling sedikit meliputi:
|
||
a.
|
identitas; dan
|
||
b.
|
alamat lengkap.
|
||
(10)
|
Ketentuan mengenai contoh kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu.
|
||
(2)
|
Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20% (dua puluh persen) dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
|
||
(3)
|
Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap Masa Pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
|
||
(2)
|
Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri yaitu di tempat bangunan tersebut didirikan.
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib disetor ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
|
||
(2)
|
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(3)
|
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut.
|
||
(4)
|
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan kantor pelayanan pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan:
|
||
1.
|
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
|
||
2.
|
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
|
||
3.
|
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir;
|
||
b.
|
kolom nama Wajib Pajak diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri; dan
|
||
c.
|
kolom alamat Wajib Pajak diisi alamat tempat bangunan didirikan.
|
||
(5)
|
Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan:
|
||
1.
|
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
|
||
2.
|
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
|
||
3.
|
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir;
|
||
b.
|
kolom nama Wajib Pajak diisi nama orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri; dan
|
||
c.
|
kolom alamat Wajib Pajak diisi alamat tempat bangunan didirikan.
|
||
(6)
|
Kewajiban untuk menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dalam hal jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dalam Masa Pajak bersangkutan nihil.
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
|
||
a.
|
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3); atau
|
||
b.
|
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (4),
|
||
merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.
|
|||
(2)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
orang pribadi atau badan yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai ke kantor pelayanan pajak terdaftar; dan
|
||
b.
|
orang pribadi atau badan yang bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak dianggap telah melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sepanjang telah melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
(2)
|
Kewajiban melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dalam hal tidak terdapat penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6).
|
||
Pasal 8 |
|||
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri:
|
|||
a.
|
tidak melakukan kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan/atau kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); atau
|
||
b.
|
telah melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak masih terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar dan/atau dilaporkan,
|
||
kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), dapat menyampaikan imbauan secara tertulis kepada orang pribadi atau badan untuk memenuhi kewajiban perpajakan tersebut dan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
Pasal 9 |
|||
Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
Pasal 10 |
|||
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
|
|||
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri sebelum Masa Pajak April 2022 yang penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutangnya dilakukan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimaksud dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
|
||
(2)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri sebelum Masa Pajak April 2022 yang penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutangnya dilakukan pada saat atau setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimaksud dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||
(3)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
|
||
Pasal 12 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1036), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
Pasal 13 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2022
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
|